Umat Kristen dan Pemilu

Salam sejahtera di bulan tiga 2014, Sidang Pembaca!

Pemilu (pemilihan umum) 2014 sudah tampak dekat di pelupuk mata. Sebagai bagian dari bangsa raya Indonesia, umat Kristen juga bersiap untuk ambil andil sebagai pemilih—ataupun sebagai pilihan calon wakil rakyat. Mengingat makna pentingnya bagi kelangsungan negara Indonesia, pesta demokrasi tak dapat tidak kita songsong sebaik-baiknya dan sesiap-siapnya.

Komunitas Ubi (Kombi) tak ingin ketinggalan dalam persiapan umat Kristen bagi ajang bermakna penting itu. Lima peladang turun tangan menelisik isu-isu khas pemilu lewat kacamata kekristenan. Alhasil, lima tulisan bernas tersuguhkan sebagai bekal kita untuk berangkat ke TPS-TPS (Tempat Pemungutan Suara) pada hari pemilu atau, bagi sebagian kita, untuk bertanding dalam pencalonan legislatif.

Gara-gara republik dan demokrasi kita pun berpemilu. Bagaimana sesungguhnya pandangan kristiani tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan yang menuntut adanya pemilu itu? Apakah Alkitab menganjurkan republik dan demokrasi (dan, karenanya, pemilu)? S.P. Tumanggor menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengungkit asas keluwesan Alkitab terhadap bentuk pemerintahan sambil mendorong umat Kristen memanfaatkan republik, demokrasi, pemilu untuk mewujudkan pemerintahan yang menyejahterakan rakyat.

Golongan putih (golput), warga yang menolak memilih dalam pemilu, telah selalu mewarnai penyelenggaraan pesta demokrasi Indonesia. Bagaimana umat Kristen harus menyikapi golput? Apakah golput masih bisa kita terima atau sebaiknya kita hindari? Efraim Sitinjak menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan berpijak pada asas keikutsertaan umat Kristen dalam kehidupan bangsa-negara sambil mengargumenkan bahwa memilih dalam pemilu tetap merupakan pilihan yang lebih bijak daripada tidak memilih.

Tidak jarang umat Kristen memilih pemimpin atau wakil rakyat secara naif. Mengapa ini bisa terjadi? Apa dampaknya bagi kehidupan berbangsa? Viona Wijaya menyahuti pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengungkapkan asas kearifan alkitabiah dalam menilai kinerja pemimpin sambil mengimbau umat Kristen untuk menjatuhkan pilihan pada kandidat-kandidat wakil rakyat yang memiliki rekam jejak baik.

Pemilu 2014 tidak melihat satu pun partai politik (parpol) Kristen sebagai pesertanya. Apakah parpol Kristen masih penting bagi umat Kristen dan, secara lebih luas, bagi bangsa-negara Indonesia?  Apakah keberadaannya efektif untuk memfasilitasi peran umat Kristen dalam perpolitikan? Ericko Sinuhaji menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan suatu kajian kritis ringkas terhadap kehadiran parpol Kristen dalam konteks Indonesia sejauh ini sambil mengargumenkan bahwa umat Kristen, meski wajib berpolitik, tidak wajib berpartai politik Kristen.

Foto-foto calon legislatif (caleg) makin menjamur di segala penjuru, termasuk foto-foto caleg dari kalangan Kristen. Apakah mereka ini sudah benar-benar siap menjadi wakil rakyat yang amanah—secara keindonesiaan dan secara kristiani? Bagaimanakah karakter dan sepak terjang mereka seharusnya? Josia Tambunan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebuah studi singkat terhadap sosok mantan anggota DPR, Basuki Tjahaja Purnama, sambil mendorong para caleg Kristen untuk menjadi negarawan yang berfokus pada Indonesia baru yang adil, makmur, dan sejahtera.

Segala suguhan ide tersebut memang berfaedah dan berharga sebagai bekal kita semua di lorong menuju Pemilu 2014. Melaluinya Kombi ingin menggamit Sidang Pembaca kepada permenungan bahwa suara kita berarti, dan roda pemerintahan negara kita membutuhkannya. Jadi, mari kita berdoa agar Allah berkenan “melawat” pesta demokrasi kita tahun ini serta mengorbitkan sosok-sosok baik dan cakap ke jajaran kepemimpinan nasional. Dan, pada hari pemilu, mari kita padati TPS-TPS!

Selamat ber-Ubi dan selamat memilih.

Penjenang Kombi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *