Jiwa Merdeka

Salam sejahtera dan salam merdeka di bulan delapan 2014, Sidang Pembaca!

Kemerdekaan berawal di jiwa. Tatkala jiwa sadar akan keterkungkungannya lalu berontak dan bebas, mulailah bergulir kemerdekaan mental yang mampu membuahkan kemerdekaan fisik. Hal itu nyata dalam riwayat kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh bangkit dengan jiwa merdeka lalu mengilhami saudara-saudara sebangsanya untuk memiliki jiwa merdeka pula dan untuk bergabung dalam juang menyingkirkan kuk penjajahan fisik.

Jiwa merdeka yang sama tentu harus menyala juga dalam diri kita, orang Indonesia di era merdeka. Hari ini, meski tidak terjajah secara fisik, banyak dari kita masih terjajah secara mental. Rendah diri di depan bangsa asing, segan mengejar idealisme, cekatan meniru/menjiplak dan bukannya cekatan memelopori karya orisinil, dsb. adalah wujud keterjajahan mental yang membuat pembangunan negeri tak kunjung memberi hasil memuaskan.

Itu masalah besar yang harus ditanggulangi oleh seluruh komponen bangsa Indonesia. Maka di bulan peringatan 69 tahun kemerdekaan Indonesia ini Komunitas Ubi (Kombi) menurunkan lima peladang untuk mempelajari jiwa merdeka para pendiri bangsa, memetik hikmahnya, dan menyingkapkan kesesuaiannya dengan tantangan bangsa di masa kini.

Jiwa merdeka adalah jiwa pionir. Ogy Willyam memperhatikannya dalam riwayat Nani Wartabone, tokoh besar Gorontalo yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tiga tahun lebih awal dari Sukarno dan Hatta. Di masa kini, jiwa-jiwa merdeka pun harus bangkit untuk merintis hal-hal baik di segala bidang di mana hal-hal baik itu tidak/langka didapati.

Jiwa merdeka adalah jiwa yang berani berbuat “ekstrem” demi kebaikan. Stefani Krista menyaksikannya dalam tindakan kaum muda 1945 yang menculik dan mendesak Sukarno dan Hatta untuk memaklumkan kemerdekaan Indonesia. Di zaman sekarang, jiwa-jiwa merdeka pun harus tampil sebagai para “ekstremis” demi kebaikan di sektor-sektor kehidupan berbangsa yang masih tertahan dari kemajuan.

Jiwa merdeka adalah jiwa yang tahu memanfaatkan momentum. Lasma Panjaitan mengamatinya dalam kesigapan para pemimpin bangsa mengambil peluang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tatkala Jepang tumbang oleh Sekutu. Di masa kini, jiwa-jiwa merdeka pun harus muncul dengan kejelian melihat dan memanfaatkan momentum—sambil mengarahkan pemanfaatan itu kepada kebaikan bangsa.

Jiwa merdeka adalah jiwa penuh prakarsa, kreatif, dan jenius. S.P. Tumanggor melihatnya dalam kecerdikan Willy Pesik menggagas “koran semboyan” guna membentuk opini internasional yang pro-kemerdekaan Indonesia. Di zaman sekarang, jiwa-jiwa merdeka pun harus menyeruak dan mengejar penguatan bangsa lewat segala geliat prakarsa, gerak kreatif, dan gebrakan jenius.

Jiwa merdeka adalah jiwa yang berpikir dan bertindak strategis. Viona Wijaya meniliknya dalam kiprah Agus Salim yang melawat Asia Barat untuk menggalang dukungan internasional bagi Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan. Di masa kini, jiwa-jiwa merdeka pun harus mencuar di ranah hubungan internasional sebagai duta-duta bangsa yang berpikir dan bertindak strategis demi kemaslahatan bangsa.

Kemerdekaan memang berawal di jiwa. Ketika jiwa bebas dari kungkungan ketakutan dan keminderan, ia leluasa bergerak untuk menggubah karya-karya besar yang berdampak penting kepada masyarakat, bangsa, bahkan dunia. Di ambang tujuh dasawarsa kemerdekaan Indonesia, bangunlah kiranya berjuta jiwa merdeka dan berjuta badan merdeka untuk Indonesia Raya!

Selamat ber-Ubi dan selamat hari kemerdekaan.

Penjenang Kombi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *