Salam sejahtera di bulan tujuh 2013, Sidang Pembaca!
Mahasiswa Indonesia masa awal, kaum muda Nusantara pertama yang menyelami ilmu pengetahuan moderen di perguruan tinggi, adalah generasi yang berperan penting dalam membangun bangsa-negara raya Indonesia. Mereka berkinerja hebat di tengah keadaan “sesak” sebagai bangsa taklukan—bahkan sampai sanggup mencampakkan kuk penjajahan bangsa asing.
Mahasiswa Indonesia masa kini, kaum muda Nusantara mutakhir yang tengah menyelami ilmu pengetahuan di perguruan tinggi, tentu saja menjadi generasi pewaris dan penerus kiprah mahasiswa awal. Sayangnya, pembandingan kinerja dan keadaan kedua generasi mahasiswa tersebut mencuatkan beberapa kontras yang patut dicermati mahasiswa kini agar bisa sukses mempertahankan bangunan keindonesiaan. Lima peladang Komunitas Ubi (Kombi) membedah kontras-kontras itu dalam lima tulisan bagus.
Mahasiswa awal berkuliah dalam keadaan serba terbatas akibat penjajahan tapi mereka lihai mengoptimalkan segala sesuatu untuk mengubah nasib rakyat Nusantara. Mahasiswa kini, ujar Ericko Sinuhaji, mesti lihai pula mengelola kemudahan/kecanggihan zaman serta iklim merdeka untuk menciptakan kemaslahatan umum. Keadaan sekarang sudah lebih enak, jadi karya pun harus lebih baik.
Mahasiswa kini banyak yang alergi buku (sehingga membantu mengempaskan Indonesia jadi bangsa paling rendah minat baca di Asia Tenggara!). Sikap ini, keluh Febroni Purba, berbeda sekali dengan sikap umum mahasiswa awal yang rakus buku. Bacaan luas telah memampukan mahasiswa awal menghasilkan rumusan, teori, dan ideologi yang berfaedah bagi bangsa. Bacaan luas pun akan memampukan mahasiswa kini melahirkan pencerahan, kesejahteraan, dan pembaharuan bagi bangsa.
Mahasiswa awal menonjol dengan idealisme besar—khususnya demi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. Idealisme mereka, ungkap Bunga Siagian, bertolak belakang dengan apatisme terhadap nasib bangsa yang menjangkiti banyak mahasiswa kini. Apatisme tentulah tak layak dibiarkan, dan mahasiswa kini harus menumbangkannya lewat idealisme membangun karakter diri, berani jadi pelopor, serta mengabdi kepada kebenaran dan keadilan.
Mahasiswa kini harus mengacukan kuliahnya terutama kepada kekayaan karya, bukan kekayaan pendapatan. Itu, kata S.P. Tumanggor, sudah diteladankan secara elok oleh para mahasiswa awal dengan karya-karya kesarjanaan mereka yang memberkati bangsa dan dan dunia. Lebih dari sekadar gelar dan ijazah, mahasiswa kini juga harus menunjukkan kesarjanaannya lewat karya-karya luhur berkaliber nasional dan internasional.
Mahasiswa awal bisa jadi pejuang cendekia bagi bangsa lantaran gemblengan sistem perkuliahan zaman mereka juga. Mahasiswa kini pun, papar Victor Samuel, harus ditempa jadi pejuang cendekia lewat sistem perkuliahan yang digubah sebaik-baiknya. Beberapa ciri perkuliahan era mahasiswa awal patut dijadikan ilham bagi perkuliahan era mahasiswa kini: penghargaan waktu, pola pengajaran pendorong pemikiran kritis, dan penjajalan/pengujian daya nalar.
Mahasiswa kini jelas mengemban kehormatan agung untuk mendaki jalur kecendekiaan yang sama dengan mahasiswa awal. Kejelian menyerap teladan dari kiprah mahasiswa awal, yakni generasi cendekiawan yang berhasil mendirikan bangsa-negara raya Indonesia, akan menolong mahasiswa kini mempertahankan dan memperindah bangunan keindonesiaan di dunia. Menjulanglah dengan idealisme dan karya, wahai mahasiswa kini, bagi bangsa dan dunia!
Selamat ber-Ubi.
Penjenang Kombi