Aksara Minahasa

Viona Wijaya   17 September 2014   1 Komentar pada Aksara Minahasa

Oleh Viona Wijaya

Aksara Minahasa? Sepertinya tidak banyak orang Indonesia yang pernah mendengar atau mengetahuinya. Menyedihkan memang. Sementara seruan untuk melestarikan aksara-aksara Nusantara gencar dikumandangkan di mana-mana, aksara pusaka suku Minahasa ini malah sudah tidak ada lagi penggunanya.

Aksara Minahasa, atau biasa juga disebut “aksara Malesung,” sebetulnya menyimpan segudang keunikan dan kekayaan. Aksara ini diduga diturunkan dari keluarga aksara Aramik dan masih serumpun dengan aksara Pallawa dan aksara Filipina. Ini membedakannya dengan aksara Nusantara lain, misalnya aksara-aksara Bali, Batak, Jawa, Rejang, dan Sunda, yang diturunkan dari aksara Pallawa.1

Keunikan aksara Malesung juga dapat kita lihat pada bentuknya yang berupa gambar-gambar (hieroglif)2 seperti huruf Mesir Kuna. Salah satu peninggalan yang memuat hieroglif menakjubkan itu adalah prasasti Pinawetengan, yang ditemukan pada tahun 1888 di Desa Pinawetengan, Minahasa, Sulawesi Utara.3 Batu besar yang berbentuk seperti orang bersujud kepada Tuhan ini memuat berbagai hieroglif yang ditatahkan dengan alat besi pada permukaannya.4

Meski menakjubkan, hieroglif itu membuat para peneliti “sakit kepala.” J. Albert Schwarz, orang Eropa pertama yang menelitinya, hanya mampu mengartikan beberapa hieroglif saja. Schwarz memperkirakan prasasti itu dibuat sekitar abad ke-4 sampai ke-7 M.5 Baru peneliti berikutnya, Jessy Wenas, mampu mengurai makna hieroglif yang lebih kompleks, yang berupa gambar manusia-manusia—itu pun dengan menggunakan pembanding berupa aksara di Gua Angano, Filipina, yang usianya diperkirakan mencapai 3000 tahun.

Hasil penelitian para ahli ini menyingkap kemungkinan prasasti Pinawetengan sebagai prasasti tertua di Nusantara.6 Hingga sekarang, prasasti yang sering dipandang tertua adalah prasasti Mulawarman (di Kalimantan Timur) dan Purnawarman (di Jawa Barat) yang dibuat sekitar tahun 400 M, seiring dengan masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Nusantara. Namun, prasasti Pinawetengan merupakan peninggalan era Megalitikum yang mungkin dibuat sebelum era Masehi.7

Meski berasal dari era Megalitikum, isi prasasti Pinawetengan layak membuat kita tercengang. Dengan menelusuri syair kuna yang disampaikan turun-temurun, para ahli mendapati bahwa prasasti itu berisi pernyataan perdamaian, deklarasi penggunaan sistem demokrasi dalam pemerintahan negara republik kuna, pembagian wilayah, kebebasan hak asasi, dan hak memerintah sendiri. 8

Tema-tema itu sangatlah “canggih,” mengingat prasasti Pinawetengan mungkin dibuat sebelum era Masehi! Masyarakat Minahasa di masa itu rupanya sudah mampu berpikir mengenai pengelolaan hubungan negara-masyarakat dan menyusun aturan mengenai tatanan hukum dan politik. Padahal prasasti Mulawarman saja, yang disebut sebagai prasasti tertua, isinya tak terlalu kompleks, yakni mengenai silsilah Raja Mulawarman dan kemurahan hatinya kepada kaum Brahmana.9

Rasanya tidak berlebihan jika kita katakan masyarakat Minahasa di masa itu telah berpikir melebihi zamannya. Adalah tidak mungkin suatu masyarakat menyusun pemikiran kompleks seperti tatanan hukum dan politik tanpa kemampuan berpikir mandiri dan analisis tingkat tinggi. Prasasti Pinawetengan, bersama aksara Minahasanya, membuktikan bahwa leluhur bangsa Indonesia memiliki kedua kemampuan tersebut. Inilah kekayaan di balik aksara Minahasa yang harus menggugah kita untuk memiliki kemampuan serupa di masa kini guna menghadapi persoalan-persoalan yang kompleks.

Karena segenap keunikan dan kekayaannya, aksara Minahasa dan prasasti-prasastinya layak dipandang dunia dan bangsa Indonesia sebagai objek penelitian yang sangat berharga. Sangat disayangkan, gairah untuk menelitinya masih minim. Padahal belum seluruh makna aksara ini terpecahkan10—salah satu kendala besar untuk mengajarkan dan menggunakannya.

Itu mestinya menjadi tantangan bagi para arkeolog dan ahli bahasa untuk memulai kembali penelitian terhadap aksara Minahasa. Jika para peneliti di masa lampau, dengan segala keterbatasan sarana prasarana, mampu dengan gigih meneliti dan mengurai makna hieroglif-hieroglif Minahasa pada prasasti Pinawetengan, tentu peneliti masa kini memiliki peluang besar untuk melakukan hal serupa, bahkan lebih.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk menyelamatkan salah satu warisan leluhur terbesar di Indonesia: si unik Malesung dari ujung utara Sulawesi. Jangan sampai aksara ini akhirnya telantar bersama segala warisan berharga yang dituliskan dengannya.

.

Viona Wijaya adalah seorang calon pegawai negeri sipil yang bermukim di DKI Jakarta.

.

Catatan

1  Lihat tabel di bagian bawah laman “Aksara Malesung” dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia. <http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Malesung>.

2 Hieroglif adalah sistem tulisan formal masyarakat Mesir Kuna yang terdiri dari kombinasi elemen logograf/logogram (satuan unit terkecil sistem aksara yang mewakili satu kata) dan alfabet. Lihat “Hiroglif Mesir” dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia. <http://id.wikipedia.org/wiki/Hieroglif_Mesir>. Lihat juga  “Aksara Morfemis” dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia. <http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_morfemis>.

3 Selain pada prasasti atau watu Pinawetengan, aksara Minahasa juga ditemukan di watu-watu lainnya seperti watu Rerumeran dan watu Tiwa. Lihat “Aksara Malesung” dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia.

4  “Daya Magis Watu Pinawetengan” dalam situs Kompas.     <http://travel.kompas.com/read/2009/04/25/08052248/Daya.Magis.Watu.Pinawetengan>..

5 “Legenda Watu Pinawetengan” dalam situs P4MRI Universitas Negeri Manado. <http://p4mriunima.wordpress.com/cerita-rakyat/legenda-watu-pinawetengan/>. .

6 Penelitian Jessy Wenas membuka kemungkinan bahwa aksara Minahasa dibuat sezaman dengan temuan di Goa Angano, yakni sebelum masehi. Lihat “Batu Pinawetengan Menurut Cerita Rakyat” dalam situs Kain Motif Pinawetengan. <http://www.kainpinawetengan.blogspot.com/>.

7 Von Heine Geldern, etnolog, sejarawan, dan arkeolog yang memfokuskan penelitiannya pada wilayah Asia Tenggara, membagi penyebaran kebudayaan Megalitikum di Indonesia menjadi dua gelombang: Megalit Tua (2500 SM-1500 SM) dan Megalit Muda (1000 SM-100 SM). Lihat “Peninggalan Zaman Megalitikum” dalam situs Semua Berita. <http://semuaberita.com/peninggalan-zaman-megalitikum/>.

8 Untuk memahami isi prasasti Pinawetengan, para ahli juga menggunakan sumber sekunder seperti syair kuno mengenai isi watu tersebut. Lihat “Aksara Malesung” dalam situs Minahasa International Network. <http://minahasanet.blogspot.com/2010_05_01_archive.html>.

9 “Prasasti Mulawarman” dalam situs Wikipedia Indonesia. <http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Mulawarman>.

10 Mengingat aksara Minahasa tergolong logogram, mungkin sekali masih banyak hieroglifnya yang belum teruraikan maknanya. Kesimpulan ini ditarik di tengah minimnya data yang tersedia atau dapat diakses. Semoga hal ini menjadi pecut bagi orang Indonesia untuk lebih serius mendata kekayaan budayanya dan membuat data-data itu tersedia bagi khalayak.

One thought on “Aksara Minahasa

  1. angelosupito

    Halooo teman-teman Komunitas Ubi.
    Thanks ya sudah sharing tentang aksara nusantara. Jadi makin kagum dengan kekayaan budaya dan warisan Indonesia yang Tuhan anugerahkan. Keren!
    Terutama tentang aksara Minahasa dan aksara Dayak Iban, juga aksara Sunda. Karena ada hubungan keterdekatan dengan saya 🙂 thanks for sharing these.
    Tapi mau saran nih, alangkah lebih menarik dan seru kalau ada contoh-contoh tulisan aksaranya, biar sekalian belajar dan pasti akan sangat memperkaya kita semua.
    Itu saja saran dari saya, semoga suksesss selalu dan makin bersinar terang! ^_^

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *