Salam sejahtera di bulan enam 2011, Sidang Pembaca!
Sebagai orang Kristen, kita dihadirkan Allah di dunia dalam tautan bangsa. Tak ada orang Kristen yang tidak menjadi warga bangsa tertentu. Ini pastinya bukan tanpa maksud. Allah meniatkan kehadiran kita untuk menyalurkan berkat bagi bangsa.
Membuka kiprahnya di tengah Gereja dan bangsa, Komunitas UBI memandang penting untuk menandaskan sejak awal bahwa orang Kristen harus peduli kepada bangsanya. Lima orang peladang, yakni penulis, menyelami ide tersebut dan menuliskan mutiara-mutiara hikmah yang diperoleh.
Viona Wijaya menyoroti sikap banyak gereja di Indonesia yang memusatkan perhatian pada urusan rohani belaka. Terlalu sedikit, katanya menyitir Yesaya 49:6, kalau gereja cuma cinta bangsa dalam satu dua bulan khusus saja. “Keselamatan,” tulisnya, “juga berbicara tentang kesejahteraan bangsa.”
Ide itu dikuatkan oleh buah renungan Yulius Tandyanto dari Yeremia 22:15-16. Ia menyatakan, “Mengenal Allah tidak hanya dibatasi lewat pengalaman rohaniah tetapi juga bersentuhan dengan hal-hal jasmaniah yang sekuler, yang maujud.” Firman Allah tentang Yosia, raja Yehuda yang saleh, membuktikan hal ini.
Monalisa Malelak melompat ke Matius 22:15-22, kepada riwayat mashur tentang Kristus dan uang bergambar kaisar Romawi. Dengan jeli ia membandingkan uang itu dengan uang Indonesia lalu menyimpulkan, “Berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah dan berikanlah kepada Indonesia apa yang wajib kamu berikan kepada Indonesia.”
Sejumlah tokoh besar bangsa Indonesia dari kalangan Kristen telah menggenapi kesimpulan itu. Efraim Sitinjak menampilkan sekilas sosok mereka sebagai para pewujud ide Matius 5:13-14 tentang garam dan terang dunia. Ia pun menantang kita: “Mereka sudah melakukan bagian mereka, bagaimana dengan kita?”
Akhirnya, S.P. Tumanggor menutup rangkaian ide rancak di atas dengan wawasan yang mendasar sekali tentang hakikat bangsa di mata Allah. Lingkaran Tuhan dari Roma 11:36, “segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia,” menunjukkan bahwa bangsa tidaklah ada secara kebetulan atau hasil proses alami yang acak. Sebaliknya, tangan Allah nyata dalam seluruh sejarahnya.
Jika demikian, jika tangan Allah nyata dalam sejarah bangsa kita (pula), tentulah kita tak punya alasan untuk tidak peduli kepada bangsa kita. Kiranya untaian artikel bulan ini menggejolakkan semangat Anda untuk berkarya baik demi Indonesia, Sidang Pembaca. Semuanya dengan acuan: “Bagi Dialah [Allah] kemuliaan sampai selama-lamanya.”
Selamat ber-UBI.