Salam di bulan tujuh 2011, Sidang Pembaca!
Gereja adalah umat Allah yang mencakup setiap orang percaya di segala abad dan tempat. Dengan pengertian yang demikian, jelas bahwa Gereja melampaui sekat-sekat organisasi atau aliran gereja yang sudah begitu banyak jumlahnya. Jelas pula bahwa sebagai orang percaya, kita harus bisa dan biasa memandang Gereja sebagai “Tubuh Kristus” yang utuh melampaui pecahan-pecahannya.
Dan sebagai warga Gereja, kita harus peduli kepada Gereja yang utuh itu.
Komunitas UBI menilai tinggi kepedulian itu, mula-mula bagi kebaikan Gereja sendiri, lalu bagi kebaikan bangsa dan dunia tempat Gereja dihadirkan. Empat peladang, yakni penulis, menyelisik isu tersebut lalu menuangkan ide-idenya dalam empat artikel.
“Jika Kristus sebegitu peduli kepada Gereja, masakan kita tidak?” tanya S.P. Tumanggor. Lalu, dengan menyitir lirik sebuah kidung gereja tua, ia memaparkan hal-hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi dalam mewujudkan kepedulian itu. Berdasarkan Wahyu 1-3, ia menunjukkan pula bahwa Gereja selalu butuh penguatan dan koreksi dalam segala kiprahnya. Kedua hal itu pun lahir dari kepedulian.
Bayu Supiom mengamati “candu” agamawi yang mengikat sebagian warga Gereja. Akibat “candu” ini, banyak anggota gereja “terbuai dengan segala seremonial gerejawi namun lupa fungsi gereja bagi lingkungan sekitar.” Sepak terjang Yesus di Yohanes 2:14-15 mengilhami Bayu untuk berargumen tentang “cambuk” kritik yang terkadang dibutuhkan Gereja guna mengobati kecanduan sebagian warganya.
Viona Wijaya kemudian memperjelas seperti apa kritik yang baik dan berfaedah bagi Gereja. Kupasannya bertumpu pada pepatah bijak di Amsal 27:5, “Lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi.” Ia menggeladah Perjanjian Baru dan Lama untuk mengunjukkan contoh-contoh teguran atau kritik yang membangun umat Allah. Seperti kedua rekannya, Viona berupaya mengikis sikap tak kritis pada banyak warga jemaat.
Akhirnya, Efraim Sitinjak mengajak kita merenungkan Gereja sebagai “Kawah Candradimuka” tempat kita ditempa dan diperlengkapi untuk melakukan perbuatan baik. Baginya, selaras dengan Matius 16:18, “Kawah Candradimuka” ini tak termusnahkan karena didirikan dan berintikan Kristus sendiri. Fakta itu pun membuat kita makin mencintai dan peduli kepada Gereja.
Kalau ditarik benang merahnya, seluruh rentengan artikel bulan ini mengungkap kerinduan agar Gereja bisa berkiprah sesuai dengan fitrahnya. Kami berharap Anda, Sidang Pembaca, disemangati dan didorong menuju kepedulian yang lebih lagi kepada Gereja. Semoga kita turut memperkuat kiprah Gereja di tengah bangsa dan dunia sehingga orang memandang baik kehadiran dan perbuatan Gereja lalu memuliakan Bapa kita yang di surga.
Selamat ber-UBI.
Kuncen Kombi