Berpihak kepada Indonesia di Dunia Kerja

Oleh Viona Wijaya

Gaji tinggi, fasilitas baik, karir lancar—itulah yang dikejar kebanyakan kita saat bekerja. Pekerjaan yang tak mampu menyediakan hal-hal tersebut biasanya jarang dilirik (meski pekerjaan itu penting bagi kemajuan negeri) dan dicap “tak bonafit.” Orang yang memilihnya sering kali dicemooh, dianggap bodoh, atau terlalu idealis.

Hari ini visi dalam bekerja tak dianggap penting. Pekerjaan dipandang semata-mata sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karenanya, tolok ukur mencari “ladang” yang pas untuk dikerjakan tak jauh-jauh dari apa yang saya kemukakan di awal tulisan.

Di kalangan mahasiswa berprestasi, misalnya, gampang dipergoki hasrat besar untuk bekerja di perusahaan asing. Alasannya mudah kita mengerti. Siapa tak tergiur dengan gaji jutaan hingga belasan juta rupiah yang siap dikucurkan ke kantong kita? Tak lupa pula prestise yang akan kita terima. Orang-orang pasti mencap kita pandai dan hebat.

Selain itu, di perusahaan asing terdapat peluang bertugas di cabang perusahaan di luar negeri. Mereka yang merasa jenuh tinggal di Indonesia jelas bisa melihat ini sebagai kesempatan emas. Apalagi tak sedikit orang tua yang mendorong anak-anaknya bekerja di luar negeri—bahkan, kalau bisa, menetap di sana. Jika kondisi tanah air memburuk, seisi keluarga akan relatif lebih mudah menyelamatkan diri ke luar negeri. Duh!

Berapa banyakkah manusia Indonesia yang memiliki keberpihakan kepada Indonesia di dunia kerja? Saya melihat manusia Indonesia kini sepertinya lebih berpihak kepada uang, jabatan, keselamatan, dan kenyamanan pribadi. Memikirkan kebaikan dan kemajuan bangsa dipandang sebagai romantisme dunia pelajar-mahasiswa saja. (Lebih menyedihkan lagi, pelajar-mahasiswa kini pun banyak yang ogah menafakurkan hal-hal ini.) “Dunia kerja itu keras. Kita tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal semacam itu,” dalih beberapa orang.

Jika setiap orang berpikir demikian, saya rasa perubahan Indonesia sampai kapan pun tetap menjadi mimpi di siang bolong. Keberpihakan kepada Indonesia seharusnya ditunjukkan juga di dunia kerja oleh semua warganegara Indonesia.

Wujud paling sederhananya adalah berpikir bagaimana kita bisa memajukan bangsa dengan pekerjaan dan kapasitas yang kita miliki. Karena itu, keberpihakan seseorang kepada Indonesia memang tak bisa sekadar dilihat dari tempat di mana ia bekerja (perusahaan lokal/nasional/asing, dalam/luar negeri) tapi dari sikap hati dan tindakan yang ia lakukan bagi bangsa ketika ia bekerja.

Sebagai contoh, baru-baru ini koran Jakarta Globe menampilkan liputan mengenai Derianto Kusuma, pemuda Indonesia yang memiliki pekerjaan mapan di perusahaan Microsoft dan LinkedIn di Amerika Serikat (AS) namun akhirnya memutuskan pulang ke tanah air.1

Derianto berkisah bahwa selama bekerja, ia belajar sebanyak mungkin dari perusahaan-perusahaan raksasa dunia itu. Ini dipandangnya sebagai upaya membekali diri untuk membangun Indonesia nanti. Derianto dan kawannya, Ferry, memang bertekad membangun negeri di bidang yang mereka geluti: ilmu komputer dan bisnis.

Inilah keberpihakan kepada Indonesia! Kaki boleh menjejak tanah bangsa lain, tapi angan dan hati tak pernah melupakan tanah tumpah darah. Derianto dan Ferry memiliki hidup yang nyaman dan terjamin di AS tapi memilih pulang ke Indonesia. Mereka berpihak kepada Indonesia, bukan kepada uang dan kenyamanan hidup!

Dari kisah di atas, kita belajar bahwa keberpihakan kepada Indonesia dapat ditunjukkan melalui pekerjaan apa pun yang kita geluti. Jika Anda pengusaha, jadilah pengusaha yang tak hanya mengejar untung, tapi juga memikirkan kesejahteraan karyawan. Menyejahterakan karyawan adalah sumbangsih nyata bagi pembangunan manusia Indonesia. Jika Anda pegawai negeri atau swasta, jadilah pegawai-pegawai yang jujur dan profesional.

Apa lagi? Anda mungkin guru dan Anda bisa membangkitkan murid-murid kritis yang cinta tanah air. Anda mungkin ilmuwan dan Anda bisa mendorong perkembangan teknologi di tanah air. Dan masih banyak profesi lain di mana Anda bisa berkarya memandu bangsa!

Bayangkan jika setiap kita menunjukkan keberpihakan semacam itu kepada Indonesia. Tentulah permasalahan bangsa di berbagai bidang sedikit demi sedikit bisa teratasi. Kita tak cukup menunggu perubahan terjadi, kitalah yang harus menjadi pembuat-pembuat perubahan. Mari, dalam pekerjaan apa pun yang kita geluti, berpihaklah pada Indonesia!

.

Viona Wijaya adalah seorang guru yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 “Why will you return to Indonesia After Studying/Working Overseas?” dalam situs Jakarta Globe. <http://www.thejakartaglobe.com/talkback/why-will-you-return-to-indonesia-after-studyingworking-overseas/540781 >.

2 thoughts on “Berpihak kepada Indonesia di Dunia Kerja

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *