Lahir bagi Bangsa-Bangsa

Oleh Viona Wijaya

Pria tua itu melangkahkan kakinya menyusuri jalanan Kota Yerusalem menuju Bait Allah. Warga mengenal namanya, Simeon, seorang saleh yang menantikan penghiburan bagi bangsa Israel.1 Hari itu Roh Kudus menggerakkannya untuk pergi ke Bait Allah. Hatinya menerka-nerka apa yang hendak dinyatakan Allah kepadanya.

Setibanya di Bait Allah, Simeon mengamati sekelilingnya dengan seksama. Tak ada sesuatu yang berbeda di sana. Imam-imam menjalankan tugas seperti biasa. Orang-orang keluar masuk seperti biasa.

Ya, semua serba biasa—sampai dilihatnya sepasang suami istri masuk ke Bait Allah, menggendong seorang anak dengan penuh kasih. Saat itu Simeon merasa hatinya melompat karena sukacita. Ia berjalan cepat-cepat menghampiri mereka, meminta izin lalu menatang anak itu. Matanya menatap sang anak dalam-dalam, dan ucapan syukur kepada Allah berbual-bual dalam dadanya.

“Sekarang, Tuhan,” katanya, “biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera sesuai dengan Firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaaan bagi umat-Mu, Israel.”2

Simeon boleh jadi terkejut oleh kata-katanya sendiri. Selama ini ia tekun menantikan penghiburan bagi bangsa Israel. Namun saat matanya melihat Sang Mesias, Simeon tersadar bahwa Ia bukan hanya lahir untuk bangsa Israel. Ia lahir untuk menyelamatkan bangsa-bangsa lain juga!

Perkataan Simeon mengungkapkan kebenaran agung bahwa Natal adalah untuk bangsa-bangsa. Penting untuk dicermati bahwa Simeon sengaja menggunakan kata “bangsa-bangsa” (Yunani: ethnos),3 meskipun ada kata-kata lain yang bisa digunakannya, misalnya “umat manusia” atau “semua orang.” Fakta ini jelas-jelas menunjukkan bahwa bangsa-bangsa penting di mata Allah atau, dengan kata lain, Allah memandang identitas kebangsaan kita penting.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu definisi “bangsa” adalah “kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan.” Definisi lain menekankan aspek persamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarah sebagai ciri suatu bangsa.4 Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa suatu bangsa terikat pada ciri fisik (warna kulit, bentuk wajah, rambut, mata, dsb.)—yang menunjukkan persamaan keturunan—dan ciri budaya (bahasa, adat, tarian, dll.).

Jika Allah memandang kebangsaan kita penting, itu berarti Ia memandang ciri fisik dan ciri budaya kita penting, karena kedua hal inilah yang membentuk kebangsaan kita. Allah menebus setiap bangsa tanpa meminta mereka mengganti ciri fisik ataupun ciri budaya mereka. Yang Allah minta hanyalah “pembaharuan akal budi” agar mereka dapat mengerti kehendak-Nya.3

Allah tidak menebus bangsa-bangsa untuk membuat mereka menjadi satu bangsa—menjadi seragam. Sebaliknya, Ia menghendaki setiap keragaman yang ada di antara umat manusia dapat dipulihkan kepada maksud penciptaannya: dipakai untuk kemuliaan Tuhan.

Dengan demikian, pandangan yang mengidentikkan cara menyembah Allah atau cara merayakan kelahiran Mesias ala bangsa tertentu (biasanya bangsa yang membawakan Injil) sebagai cara yang terbaik jelas-jelas keliru. Pandangan itu telah mematikan berbagai ekspresi penyembahan bangsa-bangsa yang berakar pada budaya mereka. Dalihnya macam-macam: dianggap penyembahan berhala, primitif, dsb.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa ada saja adat dan budaya yang telah digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Namun, penebusan Kristus telah membukakan jalan bagi kita untuk mengenal kehendak-Nya. Hal ini memungkinkan kita memaknai ulang dan menggunakan rupa-rupa adat dan budaya untuk kemuliaan Allah!

Bangsa Barat telah melakukan hal itu di masa silam. Samuel Tumanggor menggambarkannya demikian: “Tak sudi menatang akidah berjubah asing, mereka membentuk dan menafsir ulang kekristenan ala Yahudi dan Helenistik (Yunani) seturut budaya dan gagasan khas mereka sendiri.”5 Jika bangsa Barat boleh melakukannya, kenapa kita tidak?

Bayangkan betapa rancaknya penyembahan kepada Allah atau perayaan kelahiran Mesias ketika bangsa-bangsa menggunakan bahasa, alat musik, dan tari-tariannya masing-masing. Bayangkan para malaikat berdecak menyaksikan manusia dengan berbagai warna kulit dan berbagai pakaian khas bangsanya bersorak sorai memuji Allah.

Mari jadikan bayangan itu kenyataan! Inilah salah satu wujud ucapan syukur yang bisa kita berikan untuk Dia yang lahir bagi bangsa-bangsa.

.

Viona Wijaya adalah seorang guru yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Mesias, yakni penyelamat dari Allah, adalah “penghiburan” yang dimaksud. Orang Israel zaman itu menantikan Mesias untuk membebaskan mereka dari penindasan. Dengan demikian, Mesias akan menjadi “penghiburan” bagi mereka.

2 Lukas 2:29-32. Lihat juga Lukas 2:25-35 secara keseluruhan untuk mendapatkan riwayat lengkap perjumpaan Simeon dengan Mesias.

3 Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries menerangkan arti ethnos sebagai berikut: “ras, suku; khususnya yang asing (non-Yahudi) (biasanya secara simpulan menunjuk kepada orang kafir) [Inggris: “a race, a tribe; specifically a foreign (non-Jewish) one (usually by implication pagan)”]. Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries. E-Sword 7.8.5 © 2007, Rick Meyers.

4 Lihat Roma 12:2.

5 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III (2005). Stardict KBBI 3.0.0 © 2007, Hu Zheng.

6 Samuel Tumanggor. Contoh Kepercayaan Diri Jermanik. Catatan di Facebook, 5 November 2011.

3 thoughts on “Lahir bagi Bangsa-Bangsa

  1. morentalisa

    Kalau biasanya ‘memberi makna kehadiran Yesus dalam kehidupan pribadi’ menjadi wacana dan tema sebagian besar gereja-gereja, maka saya memberi apresiasi pada diskursus budaya yang diangkat sebagai tema natal kali ini. Memberi warna pada budaya, kelahiran Yesus memang kaya makna yaaa. Gimana ya, perayaan Natal khas Indonesia? Pakai gondang kali ya 🙂 Tetap menulis [sayangku] Viona Wijaya!

    Reply
    1. kuncenkombi

      Salam Sejahtera Erna Manurung.
      Silakan bagikan artikel-artikel Komunitas Ubi dengan klik “Sebarkan ini” di bawah setiap tulisan atau kunjungi dan silakan berteman dengan akun Komunitas Ubi di Facebook.
      Terima kasih.

      Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *