Oleh Silvia Reba & S.P. Tumanggor
Di tingkat internasional, atlet-atlet kulit hitam punya pencapaian besar di sejumlah cabang olahraga beken. Bisa kita sebut, misalnya, Meseret Defar (Etiopia) dan Shelly-Ann Fraser-Pryce (Jamaika) di lintasan atletik, Lennox Lewis (Inggris) di ring tinju, Michael Jordan (AS) di gelanggang bola basket, Pele (Brazil) di lapangan sepakbola, dll.
Di tingkat nasional, hal serupa kentara pula: kita di Indonesia tidak pernah kekurangan atlet kulit hitam yang punya pencapaian besar di berbagai cabang olahraga. Mereka ini membadai ke segala arena dari kawasan timur Indonesia, khususnya Papua. Tak heran K.A. Ralahalu, gubernur Maluku (daerah penghasil atlet kulit hitam juga), berujar, “Maluku dan Papua sama-sama gudang atlet. Atlet kita banyak berprestasi di Indonesia dan di internasional.”1
Segala kenyataan itu bertutur kepada kita tentang anugerah ketangguhan fisik yang Tuhan limpahkan secara khas kepada orang kulit hitam. Di luar negeri para ilmuwan bahkan sampai meneliti penyebab kejayaan orang kulit hitam di jagat olahraga, istimewanya yang melibatkan lari. Mereka berteori bahwa orang kulit hitam memiliki “pusat gravitasi” lebih tinggi daripada orang warna kulit lain lantaran memiliki kaki lebih panjang yang akan lebih cepat menyentuh tanah ketika berlari.2
Jon Entine, jurnalis AS yang berkulit putih, malah menulis buku “menggegerkan” berjudul Taboo: Why Black Athletes Dominate Sports and Why We’re Afraid to Talk About It (“Tabu: Mengapa Atlet-atlet Kulit Hitam Mendominasi Olahraga dan Mengapa Kita Takut Membicarakannya”).3 Di Indonesia, Marthinus Monim, mantan atlet yang kini melatih tim dayung Papua, memandang anak-anak Papua berpotensi menjadi atlet profesional di segala cabang olahraga, termasuk dayung. “Sekalipun dari Pegunungan,” katanya, “kami sudah buktikan. Salah satunya Pere Perlina Karoba asal Wamena dan di sana tidak ada danau, tapi setelah latihan [mendayung] dia meraih prestasi luar biasa.”3
Memang luar biasa!
Pere Karoba barulah satu nama dalam daftar panjang atlet “mutiara hitam” Papua yang berpencapaian hebat di rupa-rupa cabang olahraga. Nama-nama lain bisa kita sebutkan, misalnya, Levi Rumbewas di cabang binaraga, Lisa Rumbewas (putri Levi) di cabang angkat besi, Ester Anokio di cabang renang, Zakariaz Nuboba di cabang senam, Yohana Momot di cabang bola basket.
Di cabang tinju, gemilanglah nama-nama Benny Maniani, Menase Bonsapia, Charles Yerisetouw, Theo Karubaba. Di cabang atletik, gemerlapanlah nama-nama Frans Mahuse, Timotius Ndiken, Franklin Burumi, Serafi Unani. Di cabang sepakbola, cemerlanglah nama-nama Rully Nere, Aples Tecuari, Boaz Solossa, Titus Bonai.
Sungguh harum nama Papua dan nama Indonesia oleh gerak-geliat otot-otot lincah mereka! Seperti dikatakan Hendrik Udam, tokoh pemuda Jayapura, “Selama ini [pemuda Papua] sudah berprestasi mengangkat nama Papua dan bangsa Indonesia melalui olahraga.” Udam juga berseru, “Berikan pemuda Papua pembinaan secara berkesinambungan, saya optimis akan muncul banyak atlet profesional dari provinsi paling timur Indonesia ini.”4
Seruan itu merupakan pengingat agar Indonesia senantiasa menyadari dan mengelola baik-baik potensi gudang atlet “mutiara hitam” Papua. Untuk itu sarana dan pembinaan olahraga mutu terbaik harus diadakan di sana. Tentu saja semua daerah Indonesia layak mendapat mutu terbaik serupa, sebab atlet-atlet hebat kita tampil dari warna kulit non-hitam juga. Tapi kontras antara potensi khas dan kondisi Papua hari ini membubuh tekanan khusus pada pentingnya pembangunan keolahragaan di ujung timur sana. Dengan fasilitas terbatas saja atlet-atlet tangguh bisa bermunculan dari bumi cendrawasih, apalagi dengan fasilitas mutu terbaik!
Dan mental bibit-bibit atlet Papua harus digembleng agar membaja, berdisiplin, berkelas dunia, cakap menyikapi kemashuran (ataupun surutnya kemashuran seiring waktu), dan konsisten menyasar keharuman nama bangsa. Masalah klasik atlet seperti jaminan hidup pasca masa prima harus serius diurus pemerintah. Pelatih-pelatih handal harus disediakan, paling mudah adalah dengan merekrut para mantan atlet Papua yang berpencapaian besar.
Dengan semua itu, potensi gudang atlet “mutiara hitam” Indonesia akan benar-benar tergali. Atlet-atlet Papua akan berkilauan di kancah-kancah olahraga dunia bersama semua atlet kulit hitam bangsa lain dalam perayaan ketangguhan fisik khas yang Tuhan karuniakan kepada mereka.
.
Silvia adalah seorang alumnus jurusan hukum yang tinggal di Jayapura, Papua.
.
Catatan
1 “Maluku dan Papua Gudang Atlet” dalam situs beritamaluku.com, 14.08.2013. <http://www.beritamaluku.com/2013/08/maluku-dan-papua-gudang-atlet.html>.
2 Karen Rowan. “Scientists Theorize Why Black Athletes Run Fastest” dalam situs livescience. <http://www.livescience.com/10716-scientists-theorize-black-athletes-run-fastest.html>.
3 Victor Mambor. “Atlet Dayung Keluhkan Fasilitas Latihan” dalam situs tabloidjubi.com. <http://tabloidjubi.com/z/index.php/2012-10-15-06-23-41/lego/9091-atlet-dayung-keluhkan-fasilitas-latihan>.
4 “Pemuda Papua Potensial Jadi Atlet Profesional” dalam situs antaranews.com. <http://www./print/254816/pemuda-papua-potensial-jadi-atlet-profesional>.