Oleh Helminton Sitanggang
Peran besar orang Peringgi/Barat dalam penentuan kebijakan dunia tak dapat diragukan lagi. Banyak kebijakan strategis dalam badan-badan dan negara-negara dunia dibuat atas pengaruh mereka. Bahkan banyak sekali standar mutu dan prosedur gubahan orang Peringgi yang dipungut oleh bangsa-bangsa lain, termasuk Indonesia. Kita pun berpikir, “Enak betul jadi orang Barat! Dunia ini mereka yang atur.”
Dibandingkan dengan banyak negara Peringgi, Indonesia sebetulnya jauh lebih unggul, baik dalam hal sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA). Jumlah penduduk Indonesia terbesar keempat di dunia. Kekayaan alam Indonesia melimpah ruah sehingga kita bisa menjadi, misalnya, penghasil gas alam cair terbesar di dunia. Namun, dengan semua itu, orang Indonesia tidak bisa memiliki peran besar di tingkat dunia, bahkan di tingkat regional. Kurang enak betul jadi orang Indonesia!
Besarnya peran orang Barat di dunia tak lepas dari sejarah penjajahan negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS). Sebagai mantan penjajah, mereka penuh percaya diri untuk memimpin/mengatur bangsa-bangsa lain di berbagai bidang kehidupan lewat badan-badan internasional yang mereka prakarsai: UNO (alias PBB), IMF, UNDP, sampai FIFA dan WCC.1 Agenda yang menurut mereka penting, misalnya demokrasi atau homoseksualitas, bisa dengan enaknya mereka tunggangkan pada badan-badan itu.
Sebaliknya, orang Indonesia cenderung menjadi pengikut atau pelaksana belaka dari agenda orang Peringgi lewat badan-badan dunia tersebut. Ini tidak enak. Kita seharusnya mengembangkan mental kepemimpinan juga. Modalnya sebenarnya sudah ada. Bukankah sejarah merekam kepemimpinan gemilang orang Indonesia dalam memprakarsai Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non-Blok, dan ASEAN?
Karena mantan penjajah dan kaya raya, negara-negara Barat mampu memberikan bantuan/pinjaman kepada negara-negara lain, termasuk Indonesia. Tentu bantuan/pinjaman mereka bukan tanpa syarat. Melaluinya mereka bisa dengan enak mengarahkan kebijakan negara lain demi keuntungan mereka. Sebagai contoh, bantuan/pinjaman mereka kepada Indonesia di tahun 1997-1998 mensyaratkan penaikan tingkat suku bunga hingga 70%, peliberalan perdagangan, dan pemprivatan BUMN.2 Semuanya menguntungkan mereka.
Sungguh tidak enak bahwa negara sekaya Indonesia harus diatur negara lain lewat bantuan/pinjaman. Korupsi dan ketidakcakapan SDM mengolah SDA membuat kita selalu kekurangan modal. Akibatnya, kita tidak kunjung maju dan menjadi bangsa besar, tetapi harus bergantung kepada negara lain seperti yang digambarkan Alkitab: “Ia [orang asing] akan memberi pinjaman kepadamu, tetapi engkau tidak akan memberi pinjaman kepadanya.”3
Selanjutnya, orang Peringgi juga serius dalam berkarya sehingga karya mereka menetapkan standar mutu atau prosedur bagi bangsa-bangsa lain. Lewat standar mutu seperti yang ditetapkan Academy Award dan Grammy Award4 atau standar prosedur seperti yang ditetapkan ASTM dan ISO,5 kinerja orang Barat menjadi rujukan bangsa-bangsa lain. Ide dan nilai di balik standar itu secara tidak langsung mempengaruhi bangsa yang menerapkannya. Enak betul bisa berpengaruh lewat kinerja!
Ironisnya, bangsa Indonesia yang kaya SDA dan SDM hanya menjadi pengguna dari berbagai standar gubahan orang lain. Padahal dengan melimpahnya bahan baku dan talenta manusia, kita seharusnya bisa menciptakan bermacam karya orisinal yang layak diacu sebagai standar mutu atau prosedur di dunia.
Jika kita juga hendak menikmati segala keenakan orang Barat itu, tak dapat tidak kita harus mengubah etos pikir dan etos kerja dalam mengolah potensi SDA dan SDM. Kita harus melatih diri kita berpikir positif dan optimis, bekerja berdisiplin dan penuh integritas, rajin dan pantang menyerah dalam menghasilkan karya-karya orisinal nan bermutu tinggi. Dengan begitu, kita akan mampu berperan besar di tingkat regional ataupun internasional. Tujuannya (sebaiknya) bukan supaya kita bisa seenaknya mengatur bangsa-bangsa lain, melainkan supaya kita bisa menjadi manfaat bagi bangsa-bangsa lain.
Andai orang Indonesia sigap mengembangkan kepercayaan diri dan kinerjanya, tak mustahil kelak orang Indonesia bisa mengatur dunia. Bangsa-bangsa lain pun berkata, “Enak betul jadi orang Indonesia. Semua mereka yang atur!”
.
Helminton Sitanggang adalah seorang pegawai BUMN di bidang pertambangan yang bermukim di DKI Jakarta.
.
Catatan
1 WCC adalah World Council of Churches, yakni Dewan Gereja-gereja Dunia.
2 Jaka Susila. “Intervensi Negara dalam Era Globalisasi,” makalah peserta dalam Training Tingkat Lanjut Rule of Law dan Hak Asasi Manusia bagi Dosen Hukum dan HAM di Jakarta, 3-6 Juni 2015. Makalah dapat diakses di situs Pusham UII. <http://pusham.uii.ac.id/files.php?type=art&lang=id&id=353>.
3 Ulangan 28:44a.
4 Academy Award dan Grammy Award adalah penghargaan tahunan di AS yang masing-masing diberikan untuk karya filem dan karya musik.
5 ASTM (American Society for Testing and Materials) International adalah organisasi dunia yang menetapkan standar bahan, produk, sistem, dan jasa. ISO (International Organization for Standardization) adalah organisasi dunia yang menetapkan standar industri dan perdagangan.