Sastra Penembus Batas

Oleh Paul Sagajinpoula dan Monalisa Malelak

Di negara-negara “berkembang,” termasuk Indonesia, banyak orang memandang karya sastra tidak/kurang penting. Padahal karya sastra bisa dilihat sebagai salah satu penanda kemajuan bangsa lantaran mampu berbicara menembus berbagai batas: ruang dan waktu, persepsi zaman, status sosial, dll. Contoh nyatanya adalah karya-karya dua sastrawati Amerika Serikat (AS) Kristen: Phillis Wheatley (+1753-1784) dan Flannery O’Connor (1925-1964).

Phillis Wheatley adalah seorang budak asal Afrika Barat. Ia menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang menerbitkan buku, yakni kumpulan puisinya.1 Pada era ketika orang berkulit hitam—apalagi budak—dipandang sangat rendah oleh orang kulit putih, Wheatley menunjukkan bahwa orang kulit “berwarna” pun memiliki kecerdasan dan rasa seni yang tinggi.2 Di sini kita menyaksikan bagaimana karya sastra mampu menembus batas warna kulit dan status sosial.

Flannery O’Connor, di lain pihak, adalah seorang kulit putih Katolik yang tinggal di di AS Selatan—wilayah AS yang kuat keprotestanannya. Ia menulis dua buah novel, 32 cerpen, dan beberapa tulisan lain yang menjadikannya sosok penting dalam dunia sastra AS. Di tengah pandangan umum bahwa keyakinan agama adalah perintang kekreatifan, O’Connor menunjukkan bagaimana keyakinan agama menolongnya menciptakan karya-karya sastra indah yang bukan merupakan propaganda agama.3 Di sini kita melihat bahwa karya sastra dapat menembus batas persepsi masyarakat.

Nuansa menembus batas status sosial kentara dalam puisi-puisi Wheatley. Sebagai contoh, puisi On Being Brought from Africa to America (“Diangkut dari Afrika ke Amerika,” 1773) memuat anjuran agar orang kulit putih Kristen tidak memandang rendah orang kulit hitam.4 Puisi To S.M., a Young African Painter, on Seeing His Works (“Kepada S.M., Seorang Pelukis Muda Afrika, Sewaktu Melihat Karya-karyanya”, 1773) mendorong Scipio Moorhead, seniman kulit hitam, untuk giat berkarya hebat meski berstatus sebagai budak.5 Puisi To His Excellency General Washington (“Kepada Yang Mulia Jenderal Washington”, 1773), merupakan penyemangat untuk George Washington, jenderal kulit putih yang kelak menjadi presiden pertama AS, dalam berperang melawan tentara Inggris.6

Sementara itu, karya-karya O’Connor nyata-nyata menembus batas persepsi bahwa agama menghambat kekreatifan. Sebagai contoh, novel Wise Blood (“Darah Bijaksana,” 1952), yang merupakan satir tentang budaya sekuler-komersial dan humanisme AS tetapi dengan “tujuan pamungkas Relijius,” menduduki urutan ke-62 dalam 100 novel terbesar sepanjang masa versi The Guardian.7 Cerpen A Good Man Is Hard to Find (“Pria Baik Sukar Ditemukan,” 1955), dipuji karena “menggunakan kematian bengis secara spektakuler untuk menyoroti tema [eskatologi Kristen].”8 Novel The Violent Bear It Away (“Orang Bengis Merenggutnya,” 1960), yang mengangkat bentrokan antara pandangan sekuler dan agamawi, disanjung sebagai karya fiksi kontemporer yang mutunya sulit disaingi.9

Sastra penembus batas yang dihasilkan oleh Wheatley dan O’Connor tak terlepas dari pengaruh iman Kristen. Penembusan batas status sosial ala Wheatley sejalan dengan ajaran Alkitab tentang keseharkatan semua manusia di hadapan Allah (misalnya di Kol. 3:11). Penembusan batas persepsi (bahwa agama merintangi kekreatifan) ala O’Connor sejalan dengan ajaran kekreatifan Alkitab yang mengemuka dalam kisah penciptaan (Kej. 1) atau riwayat pembangunan Kemah Suci (Kel. 36) dan Bait Allah (2 Taw. 3).

Apa yang dilakukan oleh Wheatley dan O’Connor semestinya menjadi sentilan bagi umat Kristen (Gereja) di Indonesia masa kini yang kelihatannya kurang bergairah memunculkan para sastrawan/wati Kristen. Gairah itu harus dipacu mula-mula dengan memahami bahwa karya sastra dapat membantu masyarakat menembus dan mendobrak “batas” tidak pantas yang dipatok oleh zaman atau paradigma. Bertolak dari pemahaman ini, upaya-upaya dapat dilancarkan. Warga Gereja bisa dibiasakan menulis lewat lomba menulis (sastra ataupun tulisan jenis lain seperti tulisan opini) di lingkungan Gereja, misalnya dalam rangka perayaan Paskah. Warga yang berbakat menulis bisa diberi wawasan, didorong, dan didukung untuk menuliskan ide-ide penembus batas yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dengan begitu, tentulah kita dapat melihat tampilnya Phillis Wheatley dan Flannery O’Connor ala Indonesia dengan karya-karya yang membawa bangsa menembus batas status “negara berkembang” kepada status “negara maju.”

Catatan

1 “Phillis Wheatley Biography” dalam situs Literature Project. <http://www.literatureproject.com/phillis-wheatley/phillis-wheatley-biography.htm>. Buku kumpulan puisi itu bertajuk Poems on Various Subjects, Religious and Moral.

2 Sondra A. O’Neale. “Phillis Wheatley” dalam situs The Poetry Foundation. <http://www.poetryfoundation.org/bio/phillis-wheatley>.

3 Lihat Tami England Flaum. “Flannery O’Connor’s Religion and Literature: Dogma and Its Implications for Art” dalam situs Wake Forest University. <groups.wfu.edu/ncrsa/papers/flaum.html>.

4 “On Being Brought From Africa to America Introduction” dalam situs Shmoop. <http://www.shmoop.com/on-being-brought/>.

5 “To S. M., a Young African Painter, on Seeing His Works” dalam situs Poets. <https://www.poets.org/poetsorg/poem/s-m-young-african-painter-seeing-his-works>.

6 “To His Excellency General Washington” dalam situs Encyclopedia.<http://www.encyclopedia.com/article-1G2-2692100025/his-excellency-general-washington.html>.

Tinjauan Mary Park untuk Wise Blood dalam situs Amazon. <http://www.amazon.com/Wise-Blood-Novel-Flannery-OConnor/dp/0374505845>; Robert McCrum. “The 100 greatest novels of all time: the list” dalam situs The Guardian. <https://www.theguardian.com/books/2003/oct/12/features.fictionv>.

8 Stephen Sparrow. ”Grace Versus the Glamour of Evil in A Good Man Is Hard To Find” dalam situs Catholic Education. <http://www.catholiceducation.org/en/culture/art/grace-versus-the-glamour-of-evil-in-a-good-man-is-hard-to-find.html>.

9 Tinjauan Alan Pryce-Jones untuk The Violent Bear It Away dalam situs Amazon.<https://www.amazon.ca/Violent-Bear-Away-Novel/dp/0374530874>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *