Yamaha dan Berpikir untuk Semakin di Depan

Oleh Victor Sihombing

Yamaha. Merek itu sudah akrab di telinga kita, bukan? Kita sering melihatnya pada sepeda-sepeda motor yang melintas di jalanan. Jargon komersialnya, “Yamaha, semakin di depan,” bahkan menjadi suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Walau merek dagang ini berasal dari Jepang, jargon berbahasa Indonesia itulah yang terpampang pada pakaian para pebalap Yamaha di ajang balap motor dunia, MotoGP.1 Seluruh jagat melihatnya.

Jargon tersebut sangat menarik dan sangat tepat menggambarkan semangat Torakusu Yamaha, pendiri Korporasi Yamaha, yang lahir di Nagasaki, Jepang, pada tahun 1851. Walau berasal dari keluarga samurai, ia dibesarkan dengan pendidikan ala Barat dan belajar soal keteknikan.2 Itu menjadi modal berharga baginya dalam merintis perusahaan yang kini sangat dihormati di seluruh dunia. Dari kisah Yamaha dan perusahaannya, kita di Indonesia bisa berkaca pada kinerja perintisannya untuk membawa bangsa kita semakin berada di depan.

Banyak orang Indonesia mungkin lebih mengenal merek dagang Yamaha lewat sepeda motor. Namun, sepeda motor bukanlah barang pertama yang dibuat Torakusu Yamaha. Ia merintis usahanya dengan membuat alat musik organ. Semua berawal di tahun 1887, ketika ia diminta oleh sebuah sekolah dasar di Hamamatsu untuk memperbaiki organ mahal yang diimpor dari Amerika Serikat. Ia tidak sekadar memperbaiki tapi juga berpikir untuk membuat organ seperti itu di Jepang dengan harga yang lebih murah.3

Luar biasa! Melihat bangsanya tertinggal dalam suatu hal, Yamaha berpikir untuk merintis pengejaran ketertinggalan. Kita, orang Indonesia, perlu meniru cara berpikirnya—khususnya ketika ketergantungan negara kita akan barang impor terus meningkat akibat menurunnya kinerja industri dalam negeri.4 Itu berarti Indonesia membutuhkan perintis-perintis yang sigap menguasai teknologi dan berani membuat produk-produk lokal. Pikiran merintis pengejaran ketertinggalan adalah penting karena akan membawa bangsa semakin di depan.

Tapi jalan perintisan tidaklah mudah. Yamaha butuh waktu dua bulan dan percobaan berulang-ulang untuk membuat organ pertamanya. Hasilnya pun masih mengecewakan. Organ buatannya memerlukan penyetelan nada. Untuk itu Yamaha bahkan sampai harus belajar ilmu musik. Ia berjuang gigih untuk menyempurnakan organ buatannya sampai layak dipasarkan.5 Tak heran gambar garputala, alat penyetel nada, selalu menjadi unsur utama logo Yamaha dari dulu hingga kini.6

Nyata bahwa Yamaha mengerahkan keyakinan dan kesabaran besar dalam merintis usahanya. Inilah ciri orang yang berpikiran maju dan mau semakin di depan. Perintis-perintis Indonesia pun harus memiliki ciri serupa agar tidak ada perintisan usaha yang terhenti begitu saja di tengah jalan. Tepatlah peribahasa “sehari selembar benang, setahun selembar kain”. Keyakinan dan kesabaran akan membuat kita menghasilkan sesuatu yang baik.

Torakusu Yamaha meninggal pada tahun 1916,7 tapi kinerja perintisannya terwariskan kepada para penerusnya. Di tahun 1955, Korporasi Yamaha merintis produksi sepeda motor8—produk yang kemudian membekenkan merek Yamaha di Indonesia. Saat ini perusahaan raksasa itu pun sudah menjadi produsen dari berbagai macam alat musik (tidak hanya organ saja), alat elektronik, bahkan alat olahraga.9

Ketika merek dagang Yamaha (dan merek-merek asal Jepang lainnya) jadi mendunia, terangkatlah martabat bangsa Jepang. Mereka pun dihormati sebagai bangsa maju. Kita juga pasti merindukan penghormatan yang sama bagi bangsa Indonesia. Sebab itu lahirnya merek-merek dagang Indonesia yang terpercaya dan menjamin mutu sangatlah penting. Melaluinya, Indonesia akan memiliki daya saing untuk berada semakin di depan.

Jadi, mari kita berpikir untuk semakin di depan. Mari kita kuasai pengetahuan dan teknologi sambil menggembleng diri untuk beretos kerja terbaik. Dengan pemikiran itu kita akan punya kesempatan besar untuk berhasil dalam perintisan—bukan hanya perintisan usaha, tapi juga karir atau karya apa pun.

Kenyataan di masa depan bisa dimulai dari kerja perintisan di masa kini. Karenanya, mari merintis! Berkat perintisan kita, siapa tahu kelak di ajang setenar MotoGP bukan hanya jargon berbahasa Indonesia terpampang pada pakaian para pebalap, tapi juga sepeda motor karya anak Indonesia dan bermerek khas Indonesia melesat berpacu. Dan seluruh jagat pun melihatnya.

.

Victor Sihombing adalah seorang karyawan perusahaan konstruksi fasilitas industri yang bermukim di Depok, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Lihat “3 nama Indonesia di MotoGP” dalam situs Dibaca Online. <http://www.dibacaonline.com/2016/04/3-rahasia-kecil-indonesia-di-moto-gp.html>.

2 “Torakusu Yamaha” dalam situs NNDB. <http://www.nndb.com/people/584/000175059/>.

3 “The founder of the Yamaha Corporation. Torakusu Yamaha. The king of musical instruments who laid the foundations of ‘Hamamatsu: City of Music’” dalam situs Hamamatsu Tourism Guide. <http://www.hamamatsu-daisuki.net/lan/en/greatmen/greatmen01.html>.

4 Angga Bratadharma. “Ketergantungan Barang Impor Buat Indonesia Sulit Capai Kemandirian Ekonomi” dalam situs Metro TV News. <http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/10/20/600494/ketergantungan-barang-impor-buat-indonesia-sulit-capai->.

5 “The founder of the Yamaha Corporation. Torakusu Yamaha. The king of musical instruments who laid the foundations of ‘Hamamatsu: City of Music,’” Hamamatsu Tourism Guide.

6 “History of Yamaha Logotype” dalam situs Yamaha.  <https://www.yamaha.com/en/about/history/logo/>.

7 “Torakusu Yamaha,” NNDB.

8 Lihat “Brand and History: Corporate Chronology” dalam situs Yamaha. <https://www.yamaha.com/en/about/history/>.

9 “Products & Services” dalam situs Yamaha. <https://www.yamaha.com/en/products_services/>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *