oleh Arnoldus Adoe
Agar bendera triwarna Belanda tidak lagi berkibar di tanah air kita, pemuda Sidik berani berkorban ditebas pedang tentara Belanda. Keberaniannya menjadi awal perobekan warna biru pada bendera Belanda dalam Insiden Bendera di Hotel Yamato, Surabaya, di bulan September 1945. Alhasil bendera Belanda itu berubah menjadi bendera dwiwarna Merah Putih!1
Peristiwa bersejarah tersebut adalah satu dari sekian banyak contoh tentang keberanian berkorban para pahlawan bangsa dengan risiko darah tertumpah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Itu sungguh sesuai dengan warna merah pada bendera bangsa kita yang melambangkan keberanian. Dan merah para pahlawan bangsa menyampaikan hikmah yang tetap penting bagi kita di masa kini.
Merah para pahlawan adalah merah berani berkorban di usia muda untuk kepentingan bangsa. Mohammad Toha adalah contohnya. Dalam peristiwa Bandung Lautan Api 1946, Toha yang masih berusia 19 tahun berani mati untuk meledakkan gudang mesiu yang merupakan fasilitas penting bagi tentara Sekutu.2 Dan Toha hanyalah satu dari sekian banyak kesuma bangsa yang mati muda demi kemerdekaan Indonesia.
Berani berkorban sejak muda seperti Toha tetap sangat dibutuhkan di masa kini. Pemuda Indonesia harus mengerahkan gejolak darah mudanya demi pembangunan bangsa dan negara, alih-alih untuk tawuran atau mencoba hal-hal yang merusak. Sebagai contoh, keberanian mengorbankan sebagian kesenangan masa muda demi menjadi olahragawan atau ilmuwan kelas dunia dapat mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Merah para pahlawan juga adalah merah berani berkorban demi misi penting. Agustinus Adisucipto mencontohkannya. Di masa Agresi Belanda I (1947), “Bapak Penerbang Indonesia” itu terbang ke India untuk mengambil bantuan obat-obatan bagi Indonesia. Saat hendak mendarat di Maguwo, Yogyakarta, pesawat sipil yang dikemudikannya ditembaki dua pesawat Belanda sehingga terempas ke tanah, terbakar, dan menewaskan Adisucipto serta beberapa penumpang.3
Berani berkorban demi misi seperti Adisucipto akan sangat bermanfaat hari ini di berbagai bidang: kesehatan, pendidikan, penanggulangan kemiskinan, dll. Masyarakat di kampung terpelosok, misalnya, akan sangat terbantu dan bersyukur sekali ketika para dokter dan guru rela datang dari kehidupan yang lebih nyaman untuk menyehatkan dan mencerdaskan mereka.
Dan merah para pahlawan adalah merah berani berkorban sebagai pemimpin komunitas atau penggerak orang banyak. I Gusti Ngurah Rai menjadi contohnya ketika menggerakkan pasukan Ciung Wanara di tahun 1946 untuk melawan Belanda di Desa Marga, Bali. Meski kalah dari segi jumlah dan persenjataan, ia memimpin pasukannya dan gugur bersama mereka dalam perang puputan—perang sampai titik darah penghabisan.5
Keberanian berkorban sebagai pemimpin seperti Ngurah Rai wajib dimiliki para pemimpin bangsa di masa kini pula. Sebagai contoh, para pejabat pusat dan daerah haruslah meneladankan kepada bawahannya keberanian hidup sesuai dengan pendapatan yang resmi atau halal. Mereka juga perlu meneladankan keberanian bertanggung jawab ketika anak buah melakukan kesalahan di bawah komando mereka.
Sampai kapan pun Indonesia akan terus membutuhkan merah berani berkorban dari putra-putrinya. Dengan keberanian itulah tanah air dapat dibangun secara merata dan harkat martabat bangsa dapat ditinggikan. Tanpa merah berani berkorban, kita akan sulit mengelola kemerdekaan yang telah diraih para pendahulu kita dengan susah payah.
Setelah pemuda Sidik tewas ditebas pedang Belanda, para pemuda Surabaya masuk ke Hotel Yamato. Sebagian berkelahi dengan pihak Belanda di muka hotel dan sebagian lagi naik ke atas hotel, tempat bendera Belanda berkibar. Pemuda Hariyono dan pemuda Kusno Wibowo menurunkannya, merobek warna birunya, lalu mengereknya kembali sebagai bendera Merah Putih dengan disambut pekik “merdeka” berulang-ulang dari rakyat.6
Itulah hasil keberanian. Itulah dampak pengorbanan. Itulah merah berani berkorban.
Arnoldus Adoe adalah seorang pegawai negeri sipil yang bermukim di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Catatan
1 Waktu itu Sidik mendampingi Sudirman, residen Surabaya, yang meminta kepada Ploegman, pemimpin Belanda, agar pihak Belanda menurunkan benderanya. Ketika Ploegman menolak dengan kasar dan mengusir Sudirman sambil mengacungkan revolver, Sidik pun menyerang dan menewaskan Ploegman hingga akhirnya ia sendiri tewas oleh pedang tentara Belanda. Lihat Penulis Ketjil. “Sosok 3 orang misterius perobek bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya” dalam situs Planet Merdeka. <https://planet.merdeka.com/sejarah/sosok-3-orang-misterius-perobek-bendera-belanda-di-hotel-yamato-surabaya.html/>.
2 Pandasurya Wijaya. “Kisah Pemuda 19 tahun sang penyulut Bandung Lautan Api” dalam situs Merdeka. <https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-pemuda-19-tahun-sang-penyulut-bandung-lautan-api.html/>.
3 Atiqoh Hasan. “Mas Agustinus Adisutjipto” dalam situs Merdeka. <https://profil.merdeka.com/indonesia/m/mas-agutinus-adisutjipto/>.
4 “Adi Sucipto pilot pertama Indonesia” dalam situs Inilah Dunia Kita. <http://www.inilahduniakita.net/2012/10/adi-sucipto-pilot-pertama-indonesia.html/>.
5 Akhari Hananto. “Saksi Bisu Perang Puputan Pasukan I Gusti Ngurah Rai Melawan Penjajah” dalam situs Good News from Indonesia. <https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/06/26/saksi-bisu-perang-puputan-pasukan-i-gusti-ngurah-rai-melawan-penjajah>.
6 Penulis Ketjil, “Sosok 3 orang misterius perobek bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya”.