Putih Hati Tulus

Oleh Victor Sihombing

Bila gang tempat rumah saya berada mulai dibanjiri warna merah dan putih, itu tandanya bulan Agustus telah tiba. Tidak hanya gang rumah saya, tentunya, bendera Merah Putih dalam berbagai ukuran dan bahan membanjir pula di mana-mana. Tanpa perlu dibayar, warga mengibarkan Sang Merah Putih dengan tulus, bahkan dengan penuh kebanggaan, untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia.

Warna putih rasanya tepat bersanding dengan warna merah pada bendera negara kita. Putih, lambang ketulusan dan kesucian, mengimbangi merah, lambang keberanian. Ketulusan memang dimiliki para pendiri bangsa saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kisah-kisah putihnya hati tulus mereka harus terus menggugah kita dalam berjuang membangun Indonesia di masa sekarang.

Putih hati tulus itu terungkap dalam kejujuran. Johannes Leimena, misalnya, dinilai Sukarno sebagai orang paling jujur yang pernah ditemuinya—sampai-sampai diberinya panggilan “mijn dominee” (“pendeta saya”). Karena kejujurannya, tokoh Sumpah Pemuda ini dipercaya oleh semua kalangan sehingga selalu menjadi menteri walaupun kabinet berganti-ganti. “Lurus dan tidak berliku-liku. Wajar seadanya,” demikian pengakuan Ruslan Abdulgani tentang Leimena.1

Setali tiga uang dengan Leimena adalah Agus Salim. Kejujuran terhadap prinsip membuat tokoh pergerakan nasional ini sulit mencari nafkah. Padahal, dengan kepintaran dan kecakapannya, ia bisa hidup enak jika bekerja pada Belanda. Karena tidak mau mengompromikan integritas, kerap kali ia kehilangan pekerjaan sehingga hidup nyaris miskin. Sampai tutup usia, Agus Salim tinggal di rumah kontrakan.2

Kita di masa kini harus mempertahankan putih hati tulus ala Johannes Leimena dan Agus Salim pula. Kejujuran dan kesetiaan kepada integritas akan menjaga kita untuk tidak merugikan bangsa, tetapi malah mengusahakan kemakmurannya. Setiap kecakapan, pengaruh, dan kedudukan pun kita gunakan dengan tulus untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk mencari keuntungan sendiri.

Putih hati tulus itu juga terungkap dalam keikhlasan. Andi Djemma, raja Luwu, mencontohkannya saat ia harus meninggalkan istana dalam perjuangan menentang Belanda. Demi Indonesia, raja yang mendirikan Gerakan Sukarno Muda dan memimpin Perlawanan Semesta Rakyat Luwu itu ikhlas hidup berpindah-pindah, menjalankan pemerintahan dari tempat pengungsian, bahkan dibuang Belanda ke Ternate.3

Keikhlasan serupa ditunjukkan Cipto Mangunkusumo ketika dibuang dari Bandung ke Banda Neira karena kegiatan politiknya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Belanda menawarkan kesempatan mengobati penyakit asmanya ke Jawa asalkan ia melepas hak politiknya. Cipto menolak dan menegaskan bahwa ia lebih baik mati di Banda. Sampai akhir hayat, ia ikhlas menanggung kesusahan pembuangan.4

Hari ini kita juga perlu mengembangkan putih hati tulus ala Andi Djemma dan Cipto Mangunkusumo. Keikhlasan akan memandu kita untuk bekerja dengan penuh pengabdian dan pengorbanan demi menghasilkan karya terbaik. Tenaga dan waktu kita curahkan setulus hati bagi pembangunan bangsa. Kita pantang menyerah saat hambatan, gangguan, dan kesulitan muncul di depan mata.

Dan sejarah bersaksi bahwa putih hati tulus dimiliki rakyat semesta pula di masa perjuangan kemerdekaan. Di tahun 1946, sekelompok TNI menemukan guci penuh emas dan permata yang disembunyikan Jepang di Bogor. Alih-alih mengambilnya untuk diri sendiri, mereka menyerahkannya kepada A.E. Kawilarang, pemimpin mereka, yang kemudian menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.5

Di tahun yang sama, warga Bandung ikhlas membakar rumah sendiri (agar tidak digunakan Sekutu) sehingga mengubah Bandung menjadi lautan api.6 Di tahun berikutnya, dengan alasan serupa, warga Tanah Karo ikhlas membakar kota dan desa sehingga Tanah Karo menjadi lautan api.7 Baik tokoh maupun rakyat bersatu padu dalam ketulusan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pantaslah kita merayakan kemerdekaan Indonesia sembari mengenang semua kisah hebat itu. Di hati kita ketulusan memutih murni demi berkibarnya Sang Merah Putih bagi kejayaan Indonesia Raya sepanjang masa. Dan kita banjiri segala “gang” dan “jalanan” hari depan bangsa dengan aksi dan karya terbaik—semua dari kerja keras kita dalam kejujuran dan keikhlasan.

 

Victor Sihombing adalah seorang karyawan perusahaan konstruksi fasilitas industri yang bermukim di Depok, Jawa Barat.

Catatan

1 Bayu Probo. “Tokoh Sumpah Pemuda: Johannes Leimena” dalam situs Satu Harapan. <http://www.satuharapan.com/read-detail/read/tokoh-sumpah-pemuda-johannes-leimena>. Ruslan Abdulgani adalah politisi Indonesia yang pernah menjadi menteri penerangan di tahun 1950-an.

2 Agung Budiarto. “Haji Agus Salim punya segalanya untuk bisa kaya, namun ia hidup bersahaja” dalam situs Koran Fakta. <http://koranfakta.net/dinamika/tokoh/5079-haji-agus-salim-punya-segalanya-untuk-bisa-kaya-namun-ia-hidup-bersahaja/>.

3 “Andi Djemma, Raja yang Cinta Republik Indonesia” dalam situs Badan Intelijen Negara. <http://www.bin.go.id/kegiatan/detil/384/18/24/03/2016/andi-djemma-raja-yang-cinta-republik-indonesia>.

4 “Biografi pahlawan Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo” dalam situs Pahlawan Indonesia. <https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-nasional-dr-cipto-mangunkusumo/>. Dari Banda, Belanda membuang Cipto ke Makassar, ke Sukabumi, lalu ke Jakarta, tempat ia tutup usia.

5 Ramadhian Fadillah. “Mayor Kawilarang temukan harta karun Jepang di Bogor” dalam situs Merdeka. <https://www.merdeka.com/peristiwa/mayor-kawilarang-temukan-harta-karun-jepang-di-bogor.html>. Harta karun itu ditaksir bernilai enam miliar rupiah pada waktu itu—bandingkan dengan gaji tentara saat itu yang sebesar 50 rupiah.

6 Ramadhian Fadillah. “Mengenang Bandung Lautan Api & heroiknya perjuangan rakyat Bandung” dalam situs Merdeka. <https://www.merdeka.com/peristiwa/mengenang-bandung-lautan-api-heroiknya-perjuangan-rakyat-bandung.html>.

7 “Merunut Sejarah Tanah Karo Lautan Api” dalam situs Go Batak. <http://www.gobatak.com/merunut-sejarah-tanah-karo-lautan-api/>.

One thought on “Putih Hati Tulus

  1. Joh Ann

    Bang VIctor , terimakasih atas artikel ini, mengingatkan kita untuk berani hidup tulus walau dunia sering menilai itu akan rugi.. smoga Tuhan sang pencipta menguatkan generasi generasi muda yang ingin dan bertekad hidup Tulus . amin

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *