Faelan: Mengabaikan Kehormatan Dunia dan Memberi Eropa Kehormatan

Oleh Victor Sihombing

 

Setiap tujuh tahun pada bulan September, puluhan ribu turis berduyun-duyun datang ke Fosses, sebuah desa di Belgia. Mereka menyaksikan parade akbar ratusan, atau bahkan ribuan, pejalan kaki berseragam tentara masa lalu. Bunyi genderang dan tembakan menambah kemeriahan suasana. Parade semarak itu diadakan untuk mengenang Faelan (Ing.: Foillan), rahib Kristen abad ke-7 yang sangat dihormati di Belgia.1

Faelan sendiri bukan orang Belgia. Ia berasal dari Eire, pulau di sebelah barat laut daratan Eropa yang kini dikenal dengan nama Irlandia. Mengabaikan kehormatan dunia, Faelan meninggalkan Eire dan mengembara hingga ke wilayah yang menjadi bagian Negeri Belgia di masa kini. Kisahnya—dan kisah para rahib Eire lainnya—adalah kisah tentang komitmen kepada iman Kristen yang memberi kehormatan kepada Eropa.

Faelan lahir sekitar tahun 600 di Pulau Inchiquin, di bagian barat Eire, dan dibesarkan dengan iman Kristen dalam keluarga bangsawan. Orang Eire sendiri mulai memeluk iman Kristen secara massal sejak abad ke-5 sebagai buah pelayanan para penginjil dari Inggris, yang kala itu termasuk dalam Kekaisaran Romawi. Di Eire kekristenan bertumbuh kuat dan berselaras dengan budaya setempat sehingga menghasilkan apa yang disebut “kekristenan Kelt”.2

Kekristenan Kelt dicirikan oleh asketisme yang berkaitan erat dengan budaya Kelt. (Orang Eire termasuk orang Kelt.) Para rahib Eire tinggal di biara dalam kesederhanaan dan suka bertapa dalam pondok batu atau kayu yang letaknya tak jauh dari biara. Itulah cara mereka mendekatkan diri kepada Tuhan. Bersama Fursa dan Ultan, abang dan adiknya, Faelan memilih menjadi rahib. Mereka mencari kehormatan surgawi dengan mengabaikan kehormatan dunia dari status kebangsawanan mereka.3

Segera mereka masuk dalam gerakan pengembaraan (Latin: peregrinatio) para rahib Eire ke luar negeri untuk memperdalam kerohanian sambil menyiarkan Injil. Mula-mula mereka pergi ke Inggris dan mendirikan biara di sana. Fursa berlanjut ke daratan Eropa dan tiba di wilayah Prancis. Faelan kemudian mengikuti jejaknya dan tiba di Peronne, kota tempat Fursa dimakamkan. Dari Peronne, Faelan mengembara lagi ke utara dan tiba di Nivelles, Belgia.4

Kehadiran para rahib Eire yang “eksentrik” namun saleh dan bersahaja memang selalu menarik perhatian warga Eropa. Mereka menjadi penawar dahaga rohani pada masa kekristenan “merana” di Eropa akibat kemelut dan kecamuk pasca runtuhnya Kekaisaran Romawi. Demikianlah Faelan diterima di Nivelles dan dapat melayani banyak orang. Ia pun diijinkan mendirikan biara di Fosses, tidak jauh dari Nivelles.5

Datang ke daratan Eropa, Faelan membawa buku-buku, sebagaimana lazim dilakukan rahib-rahib Eire. Pada masa itu pustaka-pustaka penting dan berharga dimusnahkan oleh bangsa-bangsa barbar yang meruntuhkan Romawi. Eire, yang jauh dari jangkauan bangsa barbar, tampil sebagai pusat kepustakaan Eropa, karena para rahib Eire rajin menyalin dan menyimpan pustaka-pustaka penting yang sampai ke tangan mereka.6

Dengan sepak terjangnya, Faelan dan para rahib-pengembara lain asal Eire telah menyelamatkan peradaban Eropa. Kekristenan dan keilmuan yang mereka bawa berperan sangat penting dalam pembentukan Eropa yang beradab dan berilmu—dua hal yang telah membuat orang Eropa terhormat di dunia. Anehnya, orang Eropa kini malah menepiskan kekristenan. Tak heran bila suatu hari nanti kehormatan hilang dari Eropa.

Umat Kristen patut meneladani Faelan dalam menyalakan (kembali) komitmen kepada Kristus. Komitmen ini dapat mencetus pelayanan dan karya yang memberi kehormatan kepada masyarakat luas. Umat Kristen juga perlu berani mengembangkan kekristenan dalam konteks lokal namun dengan wawasan global, seperti kekristenan Kelt. Ini dapat membuat kekristenan berdampak besar dan baik di dalam dan luar negeri.

Faelan wafat pada tahun 655 di hutan Senege. Waktu itu ia (dan rekan-rekannya) dijebak dan dibunuh oleh sekawanan perampok dalam perjalanan pulang setelah melayani di Nivelles. Jasadnya disembunyikan para perampok tetapi kemudian ditemukan lalu disemayamkan di Fosses.7

Dalam gambaran-gambaran, Faelan kerap ditampilkan dengan mahkota di kakinya. Ini tepat sekali melambangkan komitmen iman sang rahib untuk mengabaikan kehormatan dunia,8 pergi jauh dari tanah airnya, dan memberi kehormatan kepada Eropa.

 

Victor Sihombing adalah seorang karyawan perusahaan konstruksi fasilitas industri yang bermukim di Depok, Jawa Barat.

 

Catatan

1 “La Marche septennale Saint Feuillen” dalam situs Fosses-La-Ville. <http://fosses.chez.com/Marche1.htm>.

2 “Saint Feuillien” dalam situs Paroisses. <http://paroisses-huppaye.be/la-paroisse-2/les-eglises/hedenge/saint-feuillien/>; Frank Tracy. “The Celtic Church & Glendalough” dalam majalah Oscailt terbitan 29.07.2012. <http://www.oscailtmagazine.com/Unitarian_Magazine/THE_CELTIC_CHURCH.html>.

3 “Saint Feuillien”, Paroisses; Frank Tracy. “The Celtic Church & Glendalough”, Oscailt.

4 “St. Foillan” dalam situs New Advent. <http://www.newadvent.org/cathen/06123c.htm>; William M. Johnston dan Christopher Kleinhenz. Encyclopedia of Monasticism, Volume 1&2. York: Routledge, 2015, hal. 462.

5 Frank Tracy, “The Celtic Church & Glendalough”; “How Christianity Rose to Dominate Europe” dalam situs Wordology. <http://www.worldology.com/Christianity/rise_christianity.htm>; “St. Foillan”, New Advent.

6 Ben House. “It Takes a Monk to Save a Civilization” dalam situs Chalcedon Foundation. <https://chalcedon.edu/resources/articles/it-takes-a-monk-to-save-a-civilization>.

7 “St. Foillan”, New Advent.

8 “St. Foillan”, New Advent.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *