Salam di bulan sepuluh 2011, Sidang Pembaca!
Makin tua usia suatu ikrar, makin besar tantangan bagi para pengikrarnya (atau, para pemelihara ikrar itu) untuk terus mengacukan diri kepadanya. Itu benar bagi ikrar agung pernikahan, dan itu benar juga bagi ikrar agung kebangsaan kita: Sumpah Pemuda.
Hari ini, 83 tahun sejak Sumpah Pemuda tercetus, kita bisa melihat di mana-mana di Indonesia gejala parah kemerosotan cinta tanah air, bangsa, bahasa—ketiga unsur pokok Sumpah Pemuda. Ini jelas membahayakan keberadaan NKRI, dan ini mendorong tujuh peladang, yakni penulis, mempersembahkan ide lewat tulisan untuk memperkuat upaya mengacukan warga Indonesia kepada ikrar agung tersebut.
S.P. Tumanggor menegaskan pentingnya kemauan, bukan jargon atau semboyan belaka, dalam mempertahankan nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia. Dengan jeli hal itu diargumenkannya berdasarkan baris “kita bela bersama” dari lagu Satu Nusa, Satu Bangsa karya Liberty Manik. Jika kita memang serius dengan Sumpah Pemuda, kita tidak akan cuma pandai melantunkan lagu Manik tetapi juga melaksanakannya.
Semangat Sumpah Pemuda, papar Efraim Sitinjak, adalah semangat kerakyatan—semangat kaum muda untuk memperjuangkan kepentingan rakyat seantero Nusantara. Selama pemuda memelihara dan menjunjung semangat ini, pemuda akan terus mempertahankan NKRI dan menjadi jawaban bagi permasalahan rakyat Indonesia dalam babak sejarah apa pun.
Selanjutnya, tiga peladang menjabarkan cara mempertahankan nusa, bangsa, dan bahasa dalam beberapa contoh kasus khas dan konteks kekinian. Ricky Prijaya menerangkan bagaimana menggarap serius pariwisata Indonesia akan mewujudkan tindak bela tanah air. Victor Samuel mengungkapkan bagaimana memeratakan energi (listrik) di seantero Indonesia akan mengejawantahkan tindak bela bangsa. Nuary Ayuningtyas menunjukkan bagaimana mengkritisi lagu-lagu berbahasa Indonesia akan menolong kita belajar bahasa Indonesia yang baik dalam rangka menjunjungnya sebagai bahasa persatuan.
Akhirnya, Philip Ayus mengajak kita bertafakur tentang makna memiliki Indonesia. Sambil menyitir baris “Indonesia tanah air beta” dari lagu Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki, ia menandaskan bahwa “beta” tidak menunjuk kepada kepemilikan pribadi atau kepada “versi beta”—versi uji coba. Indonesia adalah milik kita bersama, sesuai dengan roh Sumpah Pemuda, dan kita harus mempertahankannya bersama-sama.
Seluruh rangkaian ide di atas menebalkan pemahaman kita tentang makna penting Sumpah Pemuda bagi kelangsungan hidup NKRI. Tiap negara punya tujuan, tiap bangsa punya cita-cita. Dan tujuan serta cita-cita Indonesia hanya akan mewujud jika anak negerinya tidak lalai mengacukan diri kepada ikrar yang membentuknya sejak awal: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa.
Selamat ber-UBI.
Kuncen Kombi
upaya untuk mempertahankannya?