Martir

Salam di bulan tiga 2017, Sidang Pembaca!

Istilah “martir” berasal dari kata Yunani martus, yang berarti “saksi”. Dalam kekristenan, martir adalah orang yang mati dibunuh sebagai saksi tentang iman Kristen—mati karena tidak mau melepas keyakinan Kristennya. Jelas bahwa makna itu bercakupan luas. Namun, di kalangan Kristen sering kali martir dimaknai menyempit kepada orang yang mati dibunuh karena menyiarkan agama Kristen atau karena menolak pindah keyakinan saja.

Penyempitan makna itu tidak patut, sebab Alkitab memberi petunjuk bahwa orang Kristen bisa menderita, bahkan dimatikan, sebagai saksi iman Kristen bukan hanya dalam dua hal tadi. Jadi, bulan ini Komunitas Ubi (Kombi) membuat lima tulisan tentang sosok-sosok Kristen yang telah dibunuh bukan karena menyiarkan agama Kristen atau menolak pindah keyakinan. Sebagai landasan bahasan, para peladang (penulis) menggunakan Surat 1 Petrus.

Karena menentang Adolf Hitler dan pemerintahan Nazi yang zalim di Jerman, Paul Schneider menjadi martir di ujung jarum suntikan strofantin. Helminton Sitanggang menceritakan bagaimana Schneider sadar akan kehendak Allah baginya lalu menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung, persis seperti yang dikemukakan dalam 1 Petrus 2:19.

Karena memperjuangkan hak rakyat yang tertindas di Republik Demokratik Kongo, Vincent Karunzu menjadi martir di ujung peluru. Victor Sihombing menuturkan bagaimana Karunzu memahami panggilan untuk menderita-karena-berbuat-baik dan mengikuti jejak sengsara Kristus, persis seperti yang diungkapkan dalam 1 Petrus 2:20-21.

Karena menyanggah Idi Amin dan pemerintahan terornya di Uganda, Janani Luwum menjadi martir oleh berondongan peluru. Stefani Krista menceritakan bagaimana Luwum menderita bukan karena berbuat jahat dan ia tidak takut, malah berbahagia, mengalami kesusahan demi kebenaran, persis seperti yang dibeberkan dalam 1 Petrus 3:13-14.

Karena bersikap kritis terhadap kejahatan terorganisir di Meksiko, John Ssenyondo, Jose Alfredo Lopez Guillen, dll. menjadi martir di ujung laras senjata. Victor Samuel menuturkan bahwa mereka berbuat baik sehingga menderita seperti junjungan mereka, Kristus, sebagaimana diutarakan dalam 1 Petrus 3:17-18.

Karena membela rakyat dari kezaliman di masa perang sipil El Salvador, Oscar Romero menjadi martir oleh sebutir peluru. S.P. Tumanggor menceritakan bagaimana Romero telah menerima kehendak Allah atas penderitaannya lalu berserah diri sambil terus berbuat baik, persis seperti yang digambarkan dalam 1 Petrus 4:19.

Jika wawasan Surat 1 Petrus tentang penderitaan (yang mencakup kemartiran) diresapi oleh umat Kristen, jika suri teladan para martir di atas diapresiasi, maka umat Kristen akan dibekali pemahaman alkitabiah tentang hal-hal apa saja yang layak diperjuangkan di dunia—walaupun melibatkan derita (atau bahkan kematian). Ini tentunya akan jadi bahan bakar umat Kristen untuk menyumbangkan kebaikan di berbagai bidang di tengah masyarakat, bangsa, dan dunia.

Selamat ber-Ubi.