Naya Wipraya dan Jaya Sedana: Duta Bangsa Terhomat

Waktu itu tahun 2003. Seorang pencari barang rongsokan di London, Inggris, menemukan sesuatu yang mengejutkan di lumpur Sungai Thames: koin-koin kuno dari tembaga dengan lubang berbentuk segi enam di tengahnya. Pada koin-koin itu terdapat tulisan beraksara Arab yang berbunyi “Pangeran Ratu ing Bantan” (“Tuan Raja di Banten”).1 Inilah kenang-kenangan luar biasa tentang sebuah kesultanan di Nusantara yang pernah meluaskan kontak hingga ke benua jauh.

Catatan sejarah memang bersaksi tentang dua tokoh penting yang mengunjungi Kerajaan Inggris sebagai duta Kesultanan Banten. Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana, kedua duta tersebut, disambut oleh Charles II, raja Inggris, pada tahun 1682.2 Kunjungan mereka menunjukkan kepada kita di masa kini bahwa orang Nusantara bisa sebegitu jaya dan terhormat di antara bangsa-bangsa.

Naya Wipraya dan Jaya Sedana datang ke London memimpin suatu rombongan yang terdiri dari 31 orang. Mereka hendak membicarakan masalah pembelian senjata sehubungan dengan sengketa perebutan takhta di Kesultanan Banten saat itu. Dua ratus karung lada, perhiasan permata dan intan, serta emas berukir burung merak dibawa mereka sebagai hadiah dari sultan Banten untuk raja Inggris.3

Nyatalah bahwa mereka menginjakkan kaki di Inggris sebagai wakil-wakil dari suatu bangsa dan kesultanan yang kaya dan terhormat. Di masa keemasannya, Banten telah mengundang kekaguman dari bangsa-bangsa lainnya. Orang-orang Tiongkok dan Eropa tinggal dan bekerja di sana. Ibukota Banten  berpenduduk multietnis dan merupakan salah satu kota metropolitan terbesar di dunia.4

Banten menjadi terhormat karena berhasil memanfaatkan potensi maritimnya. Naya Wipraya dan Jaya Sedana memamerkan keberhasilan itu saat membawa lada ke Eropa sebagai hadiah. Lada, rempah-rempah yang sangat diminati dunia, ditanam di wilayah-wilayah kekuasaan Banten dan diperdagangkan lewat laut. Kapal-kapal dagang asing disambut dan dikenai cukai di pelabuhan Banten. Armada laut yang kuat pun dibangun Banten untuk mengamankan perdagangan.5

Fakta itu seharusnya mengilhami kita, orang Indonesia, untuk bangkit dengan memanfaatkan potensi kemaritiman. Sumber daya alam dari lautan Indonesia bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat-obatan. Keindahan laut bisa dikelola menjadi obyek wisata bahari. Semua potensi yang melimpah ini bisa mendatangkan kehormatan bagi bangsa, asalkan kita sigap mengolah dan mempromosikannya ke mancanegara. Dengan demikian, kita menjadi duta-duta maritim bangsa.

Banten juga menjadi terhormat karena melek teknologi. Kedatangan Naya Wipraya dan Jaya Sedana ke Inggris untuk membeli senjata menunjukkan bagaimana Banten mengejar teknologi tercanggih pada masa itu. Tak heranlah bahwa ibukota Banten dibangun dengan benteng di sekelilingnya, mengikuti sistem pertahanan terkuat ala Eropa. Di situ teknisi-teknisi Banten sudah mampu menyediakan air siap minum tanpa dimasak.6 Untuk menunjang pertanian dan perkebunan, Banten menerapkan teknologi hidrolik di daerah rawa pantai.7

Bangsa Indonesia juga perlu bangkit dengan melek teknologi. Kita harus giat melahirkan inovasi dan mendapatkan paten internasional. Inovasi-inovasi kita haruslah memberdayakan bangsa di berbagai bidang dan dipasarkan ke berbagai negara. Dengan demikian, kita menjadi duta-duta teknologi bangsa.

Naya Wipraya dan Jaya Sedana telah tampil sebagai duta-duta dari bangsa yang terhormat. Kerajaan Inggris pun menghormati mereka dengan memberi gelar kesatria sir.8  Sosok duta-duta Banten itu bahkan diabadikan dalam lukisan yang kini dipajang di Museum Mankind, London.9

Kiprah mereka sepatutnya menggugah kesadaran kita akan kebangsaan kita dan keadaannya yang belum juga jaya hari ini. Segala potensi tetap ada, dan besar, untuk bangkit dalam kemuliaan dan kehormatan. Namun, itu baru bisa terjadi jika kita melek dan serius memanfaatkannya. Jika tidak, segala potensi itu hanya akan terkubur dalam lumpur sejarah—seperti koin-koin berharga dari Banten di Sungai Thames.

Victor Sihombing adalah seorang karyawan perusahaan konstruksi fasilitas industri yang bermukim di Depok, Jawa Barat.

Catatan

1 Maev Kennedy. “17th Century Javanese Coins Found in Thames Mud” dalam situs The Guardian. <https://www.theguardian.com/uk/2003/dec/01/artsnews.london>; “The Journey of Bantam Ambassador to England in 1682” dalam situs Chinese Coinage Web Site. <http://www.charm.ru/library/BantensAmbassadors.htm>.

2 “Pada 1682 Banten Pernah Mengirimkan Duta Besarnya ke Inggris” dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. <http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2015/08/25/pada-1682-banten-pernah-mengirimkan-duta-besarnya-ke-inggris/>.

3 “Pada 1682 Banten Pernah Mengirimkan Duta Besarnya ke Inggris”, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan; Risa Herdahita Putri. “Sejarah Islam di Inggris yang Terlupakan” dalam situs Historia. <http://historia.id/agama/sejarah-islam-di-inggris-yang-terlupakan/2#detail-article>.

4  “Sejarah Kemajuan Perdagangan Kesultanan Banten, 1527–1813” dalam situs Sejarah Nusantara. <http://www.sejarahnusantara.com/kerajaan-islam/sejarah-kemajuan-perdagangan-kesultanan-banten-1527-1813-10040.htm>. Ibukota Kesultanan Banten dan kawasan sekitarnya biasa disebut “Banten Lama” dalam sumber-sumber masa kini. Banten Lama terletak di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Provinsi Banten.

5 “Sejarah Kemajuan Perdagangan Kesultanan Banten, 1527–1813”, Sejarah Nusantara.

6 Bayu Dwi Radius. “Banten Lama, ‘Amsterdam’ di Barat Pulau Jawa” dalam Kompas terbitan 23.09.2016.

7 Hendriyo Widi. “Jejak Teknologi Hidrolik Sultan Ageng Tirtayasa” dalam situs Kompas. <http://sains.kompas.com/read/2013/05/24/18014298/Jejak.Teknologi.Hidrolik.Sultan.Ageng.Tirtayasa>.

8 “The Journey of Bantam Ambassador to England in 1682”, Chinese Coinage Web Site.

9 “Pada 1682 Banten Pernah Mengirimkan Duta Besarnya ke Inggris”, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *