Raden Saleh Syarif Bustaman: Berbakat dan Berkarya Unik

Lukisan-lukisan karyanya menjadi koleksi museum di Eropa ataupun koleksi orang pribadi seperti Ratu Elizabeth II dari Inggris. Lukisan “Berburu Rusa” yang dibuatnya pada tahun 1846 di Dresden, Jerman, terjual seharga 5,5 miliar rupiah pada tahun 2009.1 Atas segala karyanya, Raden Saleh Syarif Bustaman, pelukis ternama asal Nusantara, dianugerahi bermacam penghargaan dari dalam dan luar negeri.2

Pencapaian Raden Saleh, yang lahir pada tahun 1807 di Terboyo, Semarang,3 menunjukkan bahwa orang Nusantara punya kemampuan yang tak kalah hebat dari orang lain—khususnya dari orang Eropa yang saat itu (dan sampai sekarang masih) berjaya di dunia. Dengan bakat dan karya unik, Raden Saleh membangkitkan martabat bangsanya yang sedang terjajah. Kita, orang Nusantara masa kini, bisa melakukan hal yang sama dalam konteks zaman kita.

Bakat menggambar Raden Saleh mulai terlihat sejak ia masih duduk di bangku sekolah rakyat. Terkesan oleh bakatnya, A.A.J. Payen, pelukis keturunan Belgia, mengusulkan agar Raden Saleh bersekolah di Belanda. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Der Capellen, mendukung usulan itu setelah melihat karya Raden Saleh. Pada tahun 1829, ia pun berangkat ke Belanda dan menjadi pelukis Nusantara pertama yang merambah dan memukau Eropa.4

Selama di Eropa, Raden Saleh tekun belajar dan berlatih demi mengembangkan bakatnya. Lima tahun pertama di Belanda dihabiskannya untuk belajar teknik melukis potret dan pemandangan. Ketika masyarakat Belanda melihat pameran karyanya di Den Haag dan Amsterdam, mereka terpukau karena ada pelukis non-Eropa yang bisa menguasai teknik melukis Eropa. Kemudian ia mempelajari teknik melukis satwa yang dipadukan dengan sifat agresif manusia.5

Sambil terus meningkatkan keterampilannya, Raden Saleh menjelajahi banyak tempat: Italia, Austria, Jerman, Perancis, Aljazair. Ia sempat menjadi tamu kehormatan Kerajaan Jerman dan pelukis istana Kerajaan Belanda.6 Tentu saja itu merupakan pencapaian yang tinggi untuk ukuran zamannya.

Bakatnya pun dicurahkannya untuk menghasilkan karya-karya unik. Ketika kebanyakan pelukis lain melukis satwa-satwa jinak dengan kesan statis, ia melukis satwa-satwa buas dengan kesan dinamis.7  Menyerap apa yang baik dari gaya Barat, ia merintis jalan bagi para seniman Nusantara untuk mengungkapkan keindividuan dan kekreatifan tanpa terkungkung oleh pakem-pakem tradisional.8 Cita rasa Nusantara menonjol dalam objek-objek lukisannya dan dalam pribadinya, yang di “mancanegara tampil unik dengan berpakaian adat ningrat Jawa lengkap dengan blangkon”.9

Seperti Raden Saleh, orang Nusantara masa kini pun pasti punya bakat besar di beragam sektor kehidupan. Kita harus punya kemauan kuat dalam mengembangkan dan mengasah bakat-bakat itu untuk menghasilkan karya-karya unik. Dan sama seperti pemerintah-pemerintah Eropa di zaman Raden Saleh, pemerintah kita pun harus tahu mengapresiasi dan mewadahi bakat-bakat kita. Inilah jaminan bagi kelahiran karya-karya unik yang akan mengharumkan nama bangsa kita.

Raden Saleh tutup usia pada tanggal 23 April 1880 di Bogor. Rumah dan halaman rumahnya yang luas di Cikini, Jakarta, sekarang berubah menjadi Rumah Sakit Cikini dan Taman Ismail Marzuki. Namun, peninggalannya yang terbesar, yaitu lukisan-lukisannya, tetap dikagumi dan diapresiasi dunia. Di Indonesia, beberapa lukisannya dijadikan ilustrasi benda-benda berharga negara, seperti perangko seri Raden Saleh yang terbit pada tahun 1967.10

Pada tahun 2013, pemerintah Indonesia memulai usaha restorasi lukisan-lukisan Raden Saleh untuk pertama kalinya. Tenaga ahli dari Jerman didatangkan untuk memugar lukisan-lukisan unik seperti “Penangkapan Pangeran Diponegoro” dan “Harimau Minum”. Restorasi itu mengungkap banyak “rahasia” detil dan dimensi lukisan, yang bersaksi tentang bakat hebat Raden Saleh dan yang membuat pemugarnya terkesan.11

Hari ini, pemugaran serupa perlu diterapkan pada hati dan pikiran kita agar tersadar terhadap kemampuan dan kebangsaan kita—dalam segala detil dan dimensinya. Kesadaran itu akan menuntun kita, putra-putri Indonesia yang berbakat, untuk berkarya unik demi membangkitkan martabat dan kejayaan bangsa di dunia.

Helminton Sitanggang adalah seorang pegawai BUMN di bidang pertambangan yang bermukim di DKI Jakarta.

Catatan

1 “Raden Saleh, ‘Pangeran Hitam’ yang Menaklukkan Eropa” dalam situs DW. <http://www.dw.com/id/raden-saleh-pangeran-hitam-yang-menaklukkan-eropa/a-18373958>. Lukisan senilai 5,5 miliar rupiah tergolong sangat mahal pada masa itu.

2 Didit Endriawan, “Lukisan Raden Saleh yang Bertema Binatang” dalam Jurnal Seni Rupa & Desain. STISI Telkom Vol 3 No 1, September-Desember 2012, hal. 8.

3 Didit Endriawan, hal. 8.

4 Hadi Suprapto, Dody Handoko. “Lukisan Raden Saleh Bisa Menipu Manusia” dalam situs Viva. <http://metro.news.viva.co.id/news/read/611599-lukisan-raden-saleh-bisa-menipu-manusia>.

5 Didit Endriawan, hal. 6-7.

6 Didit Endriawan, hal. 7.

7 Didit Endriawan, hal. 9.

8 “Raden Saleh: the romantic aristocrat” dalam situs Nusantara. <http://www.nusantara.com/heritage/raden.html>.

9 Didit Endriawan, hal. 9.

10 “Biografi Raden Saleh Sjarif Boestaman Pelukis Indonesia” dalam situs Biografipedia. <http://www.biografipedia.com/2016/01/biografi-raden-saleh-sjarif-boestaman-pelukis-indonesia.html?m=1>.

11  Olivia Lewi Pramesti. “Pemerintah Restorasi 17 Lukisan Raden Saleh” dalam situs Tempo. <hattps://m.tempo.co/read/news/2013/07/03/114493281/pemerintah-restorasi-17-lukisan-raden-saleh>; Feri Latief. “‘Menelanjangi’ Lukisan Karya Raden Saleh” dalam situs National Geographic Indonesia. <http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/09/menelanjangi-lukisan-karya-raden-saleh>.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *