Teguran: Wujud Kasih Pada Gereja

Oleh Viona Wijaya

“Pedulikah Anda kepada gereja?” Saya rasa kita semua akan mengangguk tanpa ragu.

“Apa yang Anda lakukan untuk menunjukkan kepedulian tersebut?” Kebanyakan kita akan menjawab cepat, “Dengan terlibat aktif dalam berbagai aktivitas pelayanan di gereja. Kalau tidak bisa terlibat aktif, paling sedikit ya mendukung dengan setia hadir di berbagai kegiatan gereja.”

Jawaban tersebut lazim didengar dari masa ke masa. Didorong pandangan bahwa gereja adalah media utama Allah untuk pertumbuhan umat-Nya, kita rela menginvestasikan seluruh waktu dan tenaga bagi gereja. (Pandangan itu sebetulnya agak keliru, tapi kita tidak akan membahasnya dalam tulisan ini.)

Para pemimpin gereja kita sanjung, pengajaran gereja kita terima bak hukum, bahkan tradisi gereja pun kita bela mati-matian. Dan semuanya ini sering kali kita lakukan tanpa mencoba menyelisik secara lebih dalam. Tak jarang pula gereja yang satu bersitegang dengan yang lain karena hal-hal tersebut.

Di sisi lain, ketika kita makin terlibat dengan gereja sembari terus mengarahkan diri untuk mengenal Tuhan, kita mulai menemukan hal-hal yang bisa membuat dahi mengernyit. Kita temukan pengajaran maupun tradisi yang tak sesuai dengan Firman Tuhan, bahkan pemimpin yang bak malaikat di mimbar namun tidak demikian dalam kesehariannya.

Dorongan untuk bertanya atau menegur sering kita padamkan karena pikiran kita lekas memperingatkan: “Masakan saya, seorang yang baru mengikut Kristus, mau mengkritisi tradisi yang sudah berabad-abad?” atau “Masakan pengajaran hamba Tuhan bisa keliru?”

Kita pun memilih tutup mulut. Padahal semakin kita gali kebenaran Firman-Nya, semakin besar kegelisahan di dalam hati. Nas Alkitab ini kita jadikan pembenaran untuk tetap bungkam: “Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1 Korintus 13:7).

Namun, kurang baik kalau ayat tersebut tidak disandingkan dengan ayat lain dalam menyikapi perkara ini. Amsal 27:5 menyatakan, “Lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi.” Teguran diperbandingkan dengan kasih? Benar! Anda mengasihi gereja? Teguran, atau kritik, merupakan salah satu wujud kasih yang dapat Anda tunjukkan kepada gereja.

Gereja dengan segala sistem, pengajaran, dan tradisinya bukanlah institusi sempurna yang diturunkan dalam bentuk jadi dari surga. Paulus dengan tegas menyatakan bahwa pengetahuan kita tidak lengkap (1 Korintus 13:9a). Alkitab juga tidak menutupi fakta adanya para pemimpin yang menyimpang, pengajaran-pengajaran yang harus disempurnakan, ataupun tradisi-tradisi keliru yang perlu diluruskan.

Paulus, misalnya, tak ragu menegur Petrus ketika sikapnya terhadap orang-orang tak bersunat tak sesuai dengan kebenaran Injil (Galatia 2:11-14). Ia juga kerap menegur jemaat ketika didapatinya pengajaran yang keliru (1 Korintus 3:4-5) ataupun praktek kebiasaan yang menyimpang (Lihat 1 Korintus 11:17-23).

Teladan sang rasul menunjukkan bahwa menegur merupakan salah satu wujud mengasihi gereja. Sekalipun demikian, kita juga harus mengerti bahwa teguran harus disampaikan dengan berhikmat, tidak secara serampangan.

Alkitab memberikan beberapa rambu untuk kita perhatikan. Menegur harus dilakukan dalam bingkai kasih dan kebenaran Firman. Ia tidak sama dengan menghakimi. Menghakimi lahir dari kesombongan yang merasa diri paling benar. Menegur dalam kasih timbul karena kerinduan melihat gereja Tuhan semakin selaras dengan kehendak-Nya.

Cara menegur pun beragam. Alkitab menunjukkan bahwa di samping menegur secara langsung, terdapat cara-cara lain yang bisa kita gunakan. Paulus menegur lewat tulisan (surat-surat) kepada jemaat, Yesus menggunakan perumpamaan. Orang Israel menyampaikan keluhannya pada pemimpin yang bisa dipercaya untuk disampaikan (dalam bentuk teguran) pada pihak yang dimaksud (lihat Ezra 9:1-2 dan Ezra 10 :10-11).

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21). Setiap jemaat kiranya terus membangun diri di atas kebenaran Firman secara pribadi. Kritislah, ujilah segala sesuatu dengan Firman. Dan jika kita temukan hal-hal yang tak sesuai dengan Firman-Nya, jangan lagi bungkam! Dengan hikmat dan tuntunan Roh Kudus, sampaikanlah teguran dengan cara yang tepat di waktu yang tepat. Itu merupakan salah satu wujud kasih Anda pada gereja.

.

Viona Wijaya adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

3 thoughts on “Teguran: Wujud Kasih Pada Gereja

  1. Agus Lianto

    Pada prakteknya, menegur pimpinan jemaat bukanlah hal yang mudah dilakukan, bahkan seringkali malah kontra produktif. Sulit sekali bagi seorang pemimpin jemaat yang harus berkhotbah setiap minggu, memberi nasihat, konseling, dll, untuk kemudian berbalik menjadi ‘pasien’ yang menerima teguran atau nasihat dari orang lain (apalagi jemaat) :-).

    Saya sudah “hidup cukup lama di gereja” untuk menjumpai bahwa cara yang paling efektif adalah justru dengan melibatkan diri lebih dalam dan menutupi kelemahan yang ada dengan kelebihan yang ada pada diri kita. Dalam keterlibatan dan komitmen yang jelas, ada waktunya kita akan memiliki posisi yang tepat untuk memberi masukan bahkan teguran pada pimpinan.

    Reply
    1. tjong hok liang

      Ada benarnya. Tapi bagaimana bisa mekar/maju gereja dan jemaatnya? jika jemaat tidak belajar berpikir/kritis malah kita ‘melanggar’ hukum kasih pada Allah (dengan segenap akal budi)

      Reply
      1. Agus Lianto

        Ya itulah. Kemajuan gereja sangat tergantung pada jenis kepemimpinan yang ada. Beruntunglah gereja yang memiliki pemimpin yang terbuka, rendah hati dan mau menerima masukan dan teguran dari jemaat. Jemaat memang perlu kritis, namun harus sangat hati-hati untuk menyampaikan koreksi pada pimpinan gereja. Sayang sekali kalau tujuan yang baik tidak tercapai karena cara komunikasi yang kurang tepat, begitu…

        Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *