Oleh Nuary Ayuningtyas
Mahaga petak danum, menjaga tanah air, demikianlah moto hidup seorang Tjilik Riwut. Kisahnya bermula pada tanggal 2 Februari 1918 dari sebuah rumah di Desa Katunen, Kalimantan Tengah, ketika terdengar isak lemah seorang bayi serta gempita sukacita keluarganya. Sukacita yang dirasakan keluarga ini bukanlah sukacita biasa, karena saat sang bayi mungil lahir, saat itu juga doa ayahnya terkabulkan. Bayi itu diberi nama Tjilik Riwut.
Tjilik Riwut tumbuh makin besar, menjadi anak rimba Dayak yang kuat jasmani dan rohani. Bukan saja hutan sekitar Desa Katunen di pelosok Kalimantan yang menjadi tempatnya bermain, namun Pulau Kalimantan sudah ia jelajahi tiga kali dengan kaki telanjang. Ia sungguh mencintai alam dan budaya sukunya. Ia belajar adat istiadat suku Dayak dengan baik dan mencoba menaatinya. Demikianlah caranya menjaga tanah kelahirannya.
Suatu ketika saat Tjilik sedang bertapa di Bukit Batu, ia mendengar suara yang menyuruhnya menyeberangi lautan, pergi ke Pulau jawa. Ia menerimanya sebagai wangsit. Berpeluh-peluh ia melewati hutan belantara tanpa tahu arah, hanya atas dasar kata hati yang kuat. Tanpa disangka sampailah ia ke Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selatan, tempat persinggahan yang akan membawanya ke Pulau Jawa.
Di Banjarmasin, Tjilik bertemu dengan berbagai kalangan yang membentuknya menjadi pria kuat dan berpendidikan. Ia bekerja sebagai penulis, menjadi koresponden “Harian Pemandangan” dan “Harian Pembangunan”. Pada usia 22 tahun ia menjadi pimpinan redaksi majalah bernama “Suara Pakat”. Di kota ini juga pandangan Tjilik akan dunia luar menjadi semakin luas. Ia semakin mengenal bangsanya.
Masa-masa berikutnya adalah masa yang berat dalam suasana perjuangan Indonesia melawan Belanda. Tjilik muda turut dikirim ke Pulau Jawa untuk menimba ilmu kemiliteran. Tahun 1946 ia menjadi anggota KNIP (Komisi Nasional Indonesia Pusat). Pengalaman ini membuatnya menjadi patriot sejati yang mencintai bangsanya setengah mati.
Banyak hal yang ia kerjakan untuk menjaga tanah air. Pada usia 28 tahun (tahun 1946) ia menjadi salah satu tokoh yang mewakili 142 suku Dayak untuk menyatakan sumpah setia kepada pemerintah Republik Indonesia.
Kemudian kembali ke Kalimantan menjadi pemimpin pasukan Rombongan 11 Oetoesan Pemerintah Repoeblik Indonesia (ROPRI) II. Rombongan ini bertugas menghimpun badanbadan perjuangan dan memberi penerangan kepada masyarakat Dayak di Kalimantan tentang arti dan makna kemerdekaan.
Ia juga bertugas membentuk satu kekuatan bersenjata Pasukan MN 1001. Pada saat usia 29 tahun ia memimpin operasi penerjunan Pasukan Payung yang pertama dalam angkatan bersenjata RI. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Pasukan Khas TNI-AU.
Setelah masa perang usai, Tjilik Riwut aktif di pemerintahan. Ia menjadi Gubernur pertama bagi propinsi RI yang ke-17, Kalimantan Tengah. Dari sebuah desa kecil bernama Pahandut, dengan berdiri di atas kaki sendiri ia bangun Kota Palangka Raya—satu-satunya kota besar di Indonesia yang dibuat oleh orang Indonesia, tanpa campur tangan orang Belanda.
Demikian sekelumit pidatonya saat peletakan tiang pertama Kota Palangka Raya:“Sejak tertancapnya tiang pertama, termasuklah Palangka Raya dalam Peta Indonesia, dalam peta dunia internasional. Palangka Raya, kota jasa, kota pewujud bakti, kota penguji kekuatan jiwa. Hanya bagi mereka yang memiliki kekuatan jiwa, keuletan semangat, dapat hidup di kota Palangka Raya. Mereka yang cinta karya, mencapai kesenangan bekerja di kota Palangka Raya. Mereka akan menemukan lapangan karya yang luas sekali, akan menemukan lapangan bakti yang mulia sekali”.
Sedari muda Tjilik Riwut telah memahami arti menjaga Ibu Pertiwi, dan ia melakukannya dengan baik sekali. Saat ini, ketika Indonesia menginjak usia ke-66, kita juga harus tetap pasang nyali untuk MAHAGA PETAK DANUM INDONESIA.
Sumber riwayat:
- “Tjilik Riwut, My Father” dalam situs Nila Riwut. <http://www.nila-riwut.com/en/tjilik-riwut/tjilik-riwut-my-father.>
- Tim Penulis Buku Sejarah Kota Palangkaraya. Sejarah Kota Palangkaraya. Palangkaraya: Pemerintah Kota Palangkaraya, 2003.