Oleh Otniel Rony Pati Meliala
Sejarah ditandai dengan ditemukannya tulisan. Bangsa Babilonia, tiga ribu tahun sebelum Masehi, memulai kehidupan yang adab dengan menciptakan tulisan-tulisan paku. Bangsa ini membaca simbol-simbol paku itu dan menyadari bahwa sejarah baru telah mereka mulai. Hidup tidak lagi barbar dan setiap manusia mengerti satu dengan lainnya.
Bapak bangsa Indonesia, Soekarno, menyadari betul pentingnya membaca. Himbauannya, JAS MERAH (JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH), mengingatkan kita bahwa sejarah bangsa ini harus dilanjutkan. Dengan kesadaran itu, Soekarno kemudian menulis banyak hal tentang keindonesiaan untuk dibaca. Tulisan-tulisannya memberpengaruh besar untuk memerdekakan bangsa Indonesia.
Dan ketika merdeka, betapa luhur nilai-nilai yang dijunjung bangsa kita. Lihat saja pembukaan UUD 1945: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri–kemanusiaan dan peri–keadilan.” Disambung lagi, “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Telisik sejarah ini menyadarkan kita. Dengan akal sehat kita dapat melihat benang merah antara pentingnya membaca dengan semakin majunya peradaban sebuah bangsa. Pertama, membaca akan membuka jendela pengetahuan tentang bangsa, misalnya dalam hal modal bangsa. Kita tahu bahwa bangsa ini memiliki sumber daya alam melimpah, hidup dengan kebinekaan, punya potensi penduduk yang besar, menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa, dsb, melalui literatur-literatur yang dibaca. Pembacaan ini berbuah pada pengenalan akan potensi bangsa.
Kedua, membaca akan memunculkan proses berpikir tentang potensi bangsasehingga kita sanggup memaksimalkan potensi itu. Bangsa Jepang dapat dijadikan contoh. Setelah ambruk pada Perang Dunia II, bangsa ini carut marut. Namun, berkat banyak membaca (baca: belajar), mereka berhasil memaksimalkan potensi mental pekerja keras yang mereka punya. Akibatnya, Jepang pun menjadi negara industri yang makmur.
Ketiga, membaca mendorong penemuan hal-hal baru. Majunya peradaban saat ini tak lepas dari banyaknya hal baru yang ditemukan. Proses menemukan ini dimulai dengan membaca apa yang sudah ada, memaksimalkan apa yang sudah ada, dan akhirnya menemukan sesuatu yang belum ada. Bangsa Barat merupakan contoh baik dalam hal ini. Walaupun masa kegelapan pernah menghinggapi mereka, minat baca yang tinggi menjadikan mereka bangsa beradab dengan penemuan-penemuan nomor wahid.
Sampai di sini mari kita mainkan kembali akal sehat. Tidakkah kita takjub akan kebiasaan gemar membaca? Olehnya belenggu kebodohan bisa retas sedikit demi sedikit dari bangsa kita. Namun, mengingat kebobrokan yang terjadi—kerusuhan antarwarga, korupsi, pengabaian aset berharga negeri—cap bangsa bodoh dan tak beradab tak jarang dilekatkan pada bangsa kita. Haruskah ini terus terjadi?
Tidak!Bangsa kita harus dipandang cerdas dan beradab. Sebab itu, jangan lagi berpangku tangan dan membiarkan saja celaan dari pihak lain! Bukalah buku—banyak buku. Membacalah, berpikirlah, maksimalkanlah potensi, dan temukanlah hal-hal baru. Jangan pernah lupakan: bangsa beradab adalah bangsa yang gemar membaca!
.
Otniel adalah seorang mahasiswa jurusan Hubungan Internasional yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.