Persamaan Derajat bagi Buku-buku Non-Rohani

Oleh Viona Wijaya

Persamaan derajat: sebuah tuntutan yang kerap terdengar hari-hari ini. Pembedaan derajat menghasilkan perlakuan yang berbeda—seringkali berbuah ketidakdilan. Karena itulah banyak orang menginginkan persamaan derajat.

Siapa tak menyukai konsep persamaan derajat? Tapi sadarkah kita bahwa kita seringkali tidak menerapkan konsep itu dalam hal membaca buku? Ya, kita hendak berbicara tentang buku rohani (Kristen) dan buku non-rohani di sini.

Di satu sisi, nama-nama penulis Kristen seperti Max Lucado, Charles Swindoll, atau John Piper tak asing lagi di telinga banyak anak muda Kristen. Kita tahu buah pikiran mereka, bahkan bisa memaparkannya dengan fasih. Isi buku-buku karangan mereka seolah-olah sudah pindah ke kepala kita.

Di sisi lain, banyak anak muda Kristen memberi reaksi berbeda kalau diminta memaparkan tentang bidang studi yang digelutinya (misalnya, politik, hukum, ekonomi, dsb). Kata-kata tak meluncur selancar bila mereka diminta bicara mengenai perkara ‘rohani’. Di sinilah kita sadar: banyak anak muda Kristen lebih khatam seluk beluk kekristenan daripada bidang yang mereka geluti.

Salah satu penyebab rendahnya penguasaan anak muda Kristen atas bidang gelutannya adalah minimnya minat baca terhadap buku-buku non-rohani. Kita mungkin suka membaca buku, tapi hanya terbatas pada buku-buku rohani.

Kita memandang buku-buku yang berkaitan dengan bidang yang kita geluti tidak sederajat dengan buku-buku rohani. Buku rohani kita anggap lebih penting, maka buku lain pun tak menarik bagi kita. Sesungguhnya gaya hidup yang lahir dari pola pikir macam ini membawa bahaya laten bagi bangsa dan gereja.

Pertama, bahaya bagi bangsa. Tentulah setiap kita menemukan berbagai masalah malang melintang di bidang yang kita geluti. Sebagai orang Kristen, kita diharapkan dapat bertindak untuk menyingkirkan kebusukan dan kegelapan yang merajalela.

Namun, bagaimana kita dapat bertindak, menggarap ‘ladang’ yang Tuhan beri, jika kita tak menguasai ilmu yang dibutuhkan dengan jalan membaca? Pada faktanya, kita lihat sedikit sekali orang Kristen yang benar-benar dapat membuat perubahan di bidang yang ia geluti.

Kita juga jarang melihat posisi-posisi strategis di bangsa ini diisi orang Kristen. Tak heran! Salah satu alasannya adalah karena kita dipandang tak memiliki cukup kemampuan untuk mengelola bidang-bidang tersebut.

Ceritanya tentu akan lain jika anak muda Kristen benar-benar menguasai bidangnya, berjuang bersama untuk mencari penyelesaian masalah untuk kemajuan bangsa. Apalagi jika mereka dipercaya menduduki posisi-posisi strategis. Kesempatan untuk membangun dan memberkati bangsa pun terbuka lebih lebar.

Kedua, bahaya bagi gereja. Tanpa menguasai ilmu dengan jalan membaca buku non-rohani, Gereja akan terjebak pada jargon-jargon belaka tanpa mampu mewujudkannya dalam kenyataan. “Garam dan terang dunia,” misalnya, hanya jadi kata-kata hampa, sebab ketika kita benar-benar berada di tempat yang tawar dan gelap, kita ternyata tak mampu melakukan apa-apa.

Sesungguhnya kita sudah bisa melihat gejala ini terjadi di Gereja Tuhan kiwari. Berbahaya? Sangat! Ketika Gereja berhenti menjadi pelaku firman, ia mulai kehilangan kekuatannya.

Kini kita lihat bahwa keengganan membaca buku yang berkaitan dengan bidang yang kita geluti dapat membawa kerugian besar bagi Gereja maupun bangsa di masa mendatang. Masakan kita tak mau berubah?

Gaya hidup anak muda Kristen harus berubah. Mari kita lahap buku-buku yang berkaitan dengan bidang yang kita geluti! Dengan demikian, kita mempersiapkan diri untuk menggarap “ladang” yang akan Tuhan berikan di masa depan nanti.

Setiap saat pikiran picik kembali menarik kita untuk menempatkan buku rohani di atas buku-buku lain, ingatlah segala masalah yang berkecamuk di tengah bangsa, di bidang yang kita geluti. Bangsa ini menanti orang-orang yang memiliki kapasitas untuk meredakan badai persoalan yang terus merongrongnya.

Terapkan persamaan derajat antara buku rohani dan non-rohani. Baca keduanya secara berimbang. Berlakulah adil, jangan meninggikan yang satu di atas yang lain. Persiapkanah diri, anak muda Kristen, dengan melahap keduanya! Kenali Pencipta kita, kuasai bidang kita, karena akan tiba saatnya kita tampil ke muka!

.

Viona Wijaya adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *