Memperluas Kerajaan Allah Seutuhnya

Oleh Viona Wijaya

Tanpa buang banyak waktu, bos sebuah pabrik besar itu mengeluarkan selembar cek. Tangannya menulis cepat, tanpa ragu. Tampak delapan angka berderet, nolnya ada enam—angka yang fantastis! Cek disobek dari bukunya kemudian diserahkan kepada orang yang sejak tadi menantikannya.

Si penerima cek menatap angka yang tertera dalam lembaran di tangannya dengan tak percaya. “Terima kasih banyak, Pak!” katanya. “Dengan uang ini gereja kami bisa dibangun! Kerajaan Allah diperluas!”

Sosok seperti pemilik pabrik dermawan di atas mudah kita temukan di kalangan umat Nasrani Indonesia. Nama mereka tak pernah absen dari daftar donatur kegiatan-kegiatan gereja. Jumlah sumbangan mereka biasa membuat mata melotot dan kepala menggeleng saking kagumnya. Profesi mereka beragam: pengusaha sukses, pejabat, artis, dsb.

Saya yakin orang-orang tersebut memahami bahwa kekayaan merupakan berkat dari Tuhan (Amsal 10:22a). Mereka memandang harta sebagai milik Allah—dan karenanya mesti digunakan untuk memuliakan Allah pula. Mereka tak segan membagi harta kekayaannya jika itu dapat memperluas Kerajaan Allah.

Memperluas Kerajaan Allah sesungguhnya menunjuk kepada usaha mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah, yaitu kebenaran Allah, dalam bidang-bidang kehidupan yang luas. Sayang, pada pelaksanaannya, kegiatan-kegiatan “memperluas Kerajaan Allah” ini sering kali diciutkan menjadi apa-apa yang berkaitan dengan gereja saja. Memperluas Kerajaan Allah dikungkung dalam bingkai kegiatan agamawi saja.

Pembangunan gedung dan penyelenggaraan program gereja dipandang sebagai perluasan Kerajaan Allah. Sementara membantu pendanaan program RT/RW atau organisasi sosial yang tak berkaitan dengan gereja sering kali tak masuk hitungan “memperluas Kerajaan Allah”.

Pemikiran sempit macam ini dikecam Yesus. Ia pernah berkata, “Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Matius 11:42).

Membayar persepuluhan dari selasih, inggu, dan segala jenis sayuran dapat kita pandang sebagai pemenuhan kewajiban kepada Allah, kepada Rumah Allah. Dalam praktik kiwari, hal ini dapat kita artikan sebagai rupa-rupa pemenuhan kewajiban (bisa dalam wujud persembahan) kita pada Gereja. Ini memang harus dilakukan sebagai bagian dari “memperluas Kerajaan Allah.”

Namun, hal yang baik ini dikecam Yesus karena umat Allah gagal melakukan hal lain yang merupakan isi hati Allah, yaitu keadilan dan kasih. Mereka melakukan “yang satu” namun mengabaikan “yang lain”.

Hidup Yesus adalah teladan yang sempurna. Ia melakukan yang satu tanpa mengabaikan yang lain. Pelayanan-Nya tak pernah sekadar dipenuhi kegiatan agamawi belaka. Ia memberi makan yang lapar, menyembuhkan yang sakit, bahkan menjadi “hakim” dalam kasus perempuan yang ketahuan berzinah. Bagi-Nya, semua perkara itu layak mendapat perhatian serta menjadi ajang penerapan keadilan dan kasih!

Jika sang Raja memandang hal-hal tersebut penting, mengapa kita tidak? Kita mesti sadar bahwa mendukung usaha-usaha terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bangsa merupakan bagian dari usaha memperluas Kerajaan Allah. Keduanya termasuk nilai-nilai Kerajaan Allah yang menanti untuk diwujudkan di dunia.

Dengan demikian, membuka lapangan kerja supaya lebih banyak orang bisa mendapat nafkah dan hidup layak adalah perluasan Kerajaan Allah. Begitu pula mendukung penelitian, pelatihan, dan rupa-rupa kegiatan sosial lain yang menyatakan kasih dan keadilan Allah.

Kini sudah jelas bahwa berbagai urusan gerejawi hanyalah bagian kecil dari usaha memperluas Kerajaan Allah. Banyak ladang lain di luar sana, yang juga merupakan wilayah kerajaan-Nya, mesti kita garap dengan apa yang ada pada kita, secara khusus para filantropis (dermawan) Kristen yang memiliki kekayaan berlebih.

Banyaknya ladang ini menuntut kelapangan hati dan kepekaan setiap filantropis Kristen. Hendaknya para filantropis Kristen tangkas menangkap geliat belas kasih di hati Sang Raja, mengerti ladang mana yang “dibukakan” Sang Raja kepadanya, lalu mencurahkan persembahannya ke situ dengan segenap hati.

Jika hal ini dilakukan, niscaya kita akan melihat wajah Gereja dan bangsa memancarkan kasih dan keadilan Sang Raja. Mari memperluas Kerajaan Allah seutuhnya, bukan sebagian saja.

.

Viona Wijaya adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *