Oleh Viona Wijaya
Di bulan Desember, nuansa Natal mulai menyelimuti umat Nasrani Indonesia. Banyak hal biasa dipersiapkan menjelang hari peringatan kelahiran Kristus itu. Di gereja kami, urusan mengenai pohon Natal pasti tertera di agenda panitia. Ukuran, jenis hiasan, sampai warna lampu yang akan digunakan selalu dipikirkan matang-matang.
Sekali waktu, pernah anak muda gereja kami membuat pohon Natal dari botol-botol bekas. Jemaat mengeluh. “Kurang terasa nuansa Natalnya,” ujar mereka. Tahun depannya, pohon Natal besar dengan hiasan cantik kembali berdiri kokoh di sudut aula kebaktian.
Meski bukan pohon sungguhan (biasanya terbuat dari plastik), keberadaan pohon Natal dinikmati banyak orang. Siapa tak suka melihat lampunya yang berkelap-kelip atau hiasannya yang gemerlapan? Kiwari, pusat-pusat perbelanjaan seolah-olah tak mau kalah dari gereja, ikut mendirikan pohon Natal dengan ukuran dan hiasan yang tak tanggung-tanggung.
Berbicara mengenai pohon (Natal), saya teringat kepada pohon lain yang pernah Yesus jadikan perumpamaan. Matius 13:31-32 menuturkannya:
Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya (Matius 13:31-32).
Pohon sesawi* digunakan Yesus untuk menggambarkan panggilan setiap orang percaya. Pohon sesawi bukan pohon yang ditaburi rupa-rupa hiasan seperti pohon Natal. Ia tumbuh di padang liar, bukan di dalam gedung. Deras hujan dan terik matahari harus dihadapinya. Musim hujan maupun musim kering silih berganti menghiasi tahun-tahun hidupnya.
Jika pohon Natal dapat dengan mudah kita bongkar-pasang, tidak demikian halnya dengan pohon sesawi. Akar pohon sesawi menjalar jauh ke dalam tanah, memastikan batang dan rantingnya tertopang kuat. Angin badai tak akan menumbangkan pohon sesawi, apalagi tangan manusia. Perlu usaha keras untuk “membongkar” sebuah pohon sesawi.
Burung-burung gemar bersarang pada cabang-cabang pohon sesawi, berlindung di balik rimbun daunnya. Pohon Natal tak digemari burung-burung. Daun hijaunya hanyalah buatan. Kelap-kelip lampunya akan membuat gerombolan burung terkejut. Kalaupun mereka hinggap di situ, manusia buru-buru mengusir mereka karena takut hiasan pohon yang telah susah-susah diatur menjadi rusak. Ah, mereka juga tak bisa membuat sarang di sana. Toh pohon Natal cuma “hidup” sekian hari dalam setahun.
Selain disukai burung-burung, pohon sesawi juga disukai manusia karena banyak faedahnya. Biji sesawi digunakan sebagai penyedap rasa dan sumber minyak. Ia juga dapat diolah menjadi balsam atau jamu. Minyak sesawi dapat digunakan untuk menumbuhkan rambut. Secara tradisional, sesawi juga digunakan untuk mengobati ayan, luka karena gigitan ular, dan sakit gigi.
Dalam hal disukai manusia, rasanya pohon Natal tidak kalah dari pohon sesawi. Tapi tentu faedahnya kalah banyak. Pohon Natal hanya berfungsi sebagai hiasan dan lambang. Itu pun, sekali lagi, hanya sekian hari dalam setahun.
Allah memanggil kita untuk menjadi seperti pohon sesawi. Namun, berapa banyak umat Nasrani yang sebetulnya lebih mirip pohon Natal daripada pohon sesawi?
Kita mudah “membongkar-pasang” iman kita kepada Allah dan enggan mengakar dalam kebenaran Firman. Dalam kehidupan berbangsa, kita lesu menghadapi badai permasalahan yang tengah melanda. Kita ngeri melihat “padang liar” yang penuh praktek ketidakbenaran dan memilih untuk “bersembunyi” di dalam “gedung”. Kita menjadi orang-orang yang kelihatan saleh namun tak dapat menjadi peteduhan bagi orang-orang yang membutuhkan. Kalaupun kita berguna bagi sesama, sifatnya “musiman” saja.
Dalam suasana Natal ini, mari kita arahkan mata kita kepada Yesus yang telah menjadi contoh “pohon sesawi” yang baik bagi kita. Setiap kali kita melihat pohon Natal, biarlah kita menguji diri masing-masing: Apakah kita termasuk Kristen pohon Natal atau Kristen pohon sesawi?
Baiklah kita tidak menjadi Kristen pohon Natal, yang artifisial, mudah dibongkar-pasang, terkungkung dalam gedung, dan musiman. Jadilah Kristen pohon sesawi, yang mengakar, rindang, menjadi tempat peteduhan burung-burung, dan tumbuh kuat sekalipun di alam liar.
* Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “sesawi” sama artinya dengan “sawi,” sejenis sayuran yang berdaun lebar (Brassica rugosa). Namun, yang dimaksud Yesus dalam perumpaan pohon sesawi bukanlah sayur sawi ini. Dalam bahasa aslinya, kata Yunani yang digunakan untuk “sesawi” adalah sinapi. Beberapa penafsir alkitab berpandangan bahwa pohon sesawi yang dimaksud adalah Brassica nigra (Ing.: black mustard). Umumnya, tanaman ini berukuran sekitar dua sampai delapan kaki (sekitar 60 cm sampai 2,5 m). Jika ditanam di tempat yang tepat, tingginya bisa mencapai lima belas kaki (sekitar 5 meter). Penulis tetap menggunakan istilah sesawi dalam tulisan ini untuk alasan praktis. Namun, penulis berharap pembaca tetap mengingat bahwa pohon sesawi yang dimaksud bukanlah tanaman sawi yang tingginya hanya beberapa senti di atas tanah.
.
Viona Wijaya adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.
.
Sumber rujukan
- “Parable of the Mustard Seed” dalam situs Bible Tools. <http://www.bibletools.org/index.cfm/fuseaction/Topical.show/RTD/cgg/ID/3575/Parable-of-Mustard-Seed-.htm>.
- “Parable of the Mustard Seed” dalam situs Wikipedia. <http://en.wikipedia.org/wiki/Parable_of_the_Mustard_Seed>.
- “Brassica nigra” dalam situs Purdue University Center for New Crops and Plants Products. <http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/brassica_nigra.html >.
- “Black Mustard” dalam situs Illinois Wildflowers. <http://www.illinoiswildflowers.info/weeds/plants/black_mustard.htm >.
Mantap, Ona! Moga kita bukan Kristen bongkar pasang ya, tetapi berakar dalam Kristus dan menjadi berkat bagi orang lain. Ini perjuangan seumur hidup karena manusia mengalami jatuh bangun dalam proses pengudusannya.
Em, Saudari Ona, kalau begitu, apakah makna sesungguhnya orang memasang pohon natal di Natal? Apakah suatu kesalahan? Terima kasih 😀
Ihiy! Bener juga ya… Di Alkitab malahan ga ada pohon natal, adanya biji sesawi. 🙂 Biji yang keciiiiiiiiiil banget.
Memberanikan diri untuk komentar meskipun belom riset sendiri. 😀 Di gereja pernah disinggung kalo biji sesawi itu lebih kecil dari biji wijen. Tapi keren banget ya ternyata bila sudah berakar kuat dan tumbuh kokoh tegak berdiri.
Mantap! Kristen-kristen beriman (minimal) se-sesawi, bukan iman seperti pohon natal bongkar pasang.
Imajinasimu benar Ka Renata, Saya pernah liat di blog orang http://www.cravingod.blogspot.com/2010/08/how-little-it-is.html kecil benar biji itu. Sekecil tahi lalat di pipiku.hha