Oleh Rudi Sihombing
Kalau kita merenungi sejarah panjang bangsa Indonesia, kita akan sadar bahwa peran kaum perempuan sangat kentara mewarnainya. Kalau generasi sekarang bisa menikmati buah dari kemerdekaan, itu juga tak terlepas dari perjuangan politik kaum perempuan.
Kita mengenal Kartini, simbol kebangkitan perempuan pribumi. Kita mengetahui perjuangan srikandi-srikandi tanah rencong, di antaranya Cut Meutia, Cut Nyak Dien. Selain mereka, masih ada nama-nama besar seperti Martha Christina Tiahahu, Nyi Ageng Serang, Maria Walandouw Maramis, Dewi Sartika.
Di masa pergerakan kemerdekaan, sosok-sosok perempuan tetap mengemuka. Sebut saja Ny. Maria Ulfa dan Ny. R.S.S. Soenarjo Mangoenpoespito yang menjadi anggota BPUPKI. Maria Ulfa bersama S.K. Trimutri kemudian menjadi menteri di era Bung Karno. Ketokohan mereka membuat ungkapan “bapak dan ibu pendiri bangsa” lebih tepat digunakan ketimbang “bapak-bapak pendiri bangsa” belaka!
Di masa lebih kini, sejarah telah mencatat Megawati Soekarno Putri sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia. Sosok-sosok perempuan juga berhasil mengisi jabatan kepala daerah, seperti di Provinsi Banten dan Kota Surabaya.
Semua fakta di atas tentu saja menggembirakan, sebab wanita dan pria memang punya hak dan kewajiban yang setara untuk bersumbangsih bagi bangsa dan negara—secara khusus di bidang politik. Namun, di bidang ini kita masih menemui masalah: kehadiran perempuan belum proporsional jika dibandingkan dengan kehadiran laki-laki.
Ada beberapa hal yang mengindikasikannya. Pertama, kita lihat kemunculan perempuan dalam pemilukada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, masih dapat dihitung dengan jari. Kedua, keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik juga rendah. Kalaupun ada, mereka biasanya ditempatkan dalam bidang yang berkaitan dengan perempuan atau yang kurang strategis. Ketiga, masih sedikit perempuan yang mengisi jabatan politik di kelembagaan negara, misalnya sebagai pimpinan komisi DPR atau lainnya. Dalam kabinet pun, sudah sejak lama keberadaan menteri perempuan seperti dijatah dua sampai empat orang.
Padahal kualitas kinerja dan kecerdasan perempuan tidaklah kalah dari laki-laki!
Minimnya kehadiran perempuan atau keengganan mereka masuk dalam dunia politik disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Pertama, faktor eksternal, masih adanya anggapan remeh masyarakat umum terhadap kemampuan perempuan. Perempuan dianggap sebagai kaum lemah yang tugasnya mengurusi rumah tangga. Kedua, faktor internal, banyak perempuan menganggap politik adalah dunia yang keras, butuh nyali besar, sehingga kurang cocok bagi mereka.
Anggapan-anggapan macam itu tentulah menunjukkan suatu kadar ketidakmerdekaan kaum perempuan di dunia politik. Perlakuan diskriminatif terhadap perempuan merupakan suatu bentuk pemasungan atas kemerdekaan perempuan. Padahal hakikat perjuangan kemerdekaan bangsa kita adalah mengembalikan hak rakyat yang terjajah alias tidak merdeka. Jadi, kemerdekaan politik pun mesti dirasakan semua kaum, tanpa pengecualian.
Perkataan Yudi Latif menarik perhatian kita, “… warisan terbaik para pendiri bangsa adalah‘politik harapan’(politics of hope), bukan ‘politik ketakutan’ (politics of fear). Republik ini berdiri di atas tiang harapan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”2Sebab itu, ada harapan bagi seluruh warga Indonesia, laki-laki atau perempuan, untuk berkiprah dalam perjuangan politik nasional.
Supaya harapan itu bisa terwujud, harus ada upaya mendorong perempuan untuk peduli kepada atau terlibat dalam perhelatan politik nasional maupun lokal. Upaya itu dapat dimulai dengan proses perekrutan dan pengaderan oleh partai politik. Kader-kader perempuan bisa diberi kesempatan untuk mengisi jabatan atau posisi strategis. Selain itu, mutlak diperlukan pendidikan politik oleh partai atau elemen masyarakat sendiri sampai ke akar rumput. Adapun pemerintah, melalui menteri negara pemberdayaan perempuan,perlu makin menggiatkan gerakan sadar politik di kalangan perempuan.
Sebagaimana pengalaman bangsa kita di masa lalu, perempuan harus terus mewarnai sejarah Indonesia dengan, secara khusus, bersumbangsih di bidang politik. Undang-undang pemilu dan undang-undang partai politik yang mengatur kuota 30% perempuan untuk calon legislatif dan DPD serta kepengurusan partai sebenarnya tidak perlu dibuat jika perempuan Indonesia sudah merdeka penuh di bidang politik.
Gapailah harapan kemerdekaan (politik) di tengah bangsa yang telah merdeka, hai kaum perempuan Indonesia!
.
Rudi adalah seorang alumnus jurusan ilmu politik yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1BPUPKI adalah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang beranggotakan 63 orang.
2 Yudi Latif: Negara Paripurna:Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia, 2010, hlm 51.
Betapa senangnya membaca esai ini. Perempuan Indonesia dan Kemerdekaan berpolitik yang ditulis oleh seorang pria. Saya tidak menyangsikan bahwa di awal pembentukan republik ini peran kaum perempuan sangat signifikan. Akan tetapi, sepertinya faktor kultur jauh lebih dominan mempengaruhi keberanian para perempuan Indonesia berperan dalam bidang politik (di era pasca kemerdekaan hingga masa kini). Mantan diplomat Indonesia untuk Norwegia (perempuan) bahkan pernah mengatakan dunia politik adalah dunia laki-laki.
Tapi kabar baiknya, kecenderungan suatu kultur pun bisa bergeser. Jika kita terus-menerus mendengungkam kesetaraan kedudukan kaum perempuan dan laki-laki dalam bidang politik (dan bidang lainnya), kemerdekaan berpolitik bagi kaum perempuan adalah sebuah keniscayaan.
Meskipun pernah terjadi di satu masa, kaum perempuan suku Toraja pada masa pra-zending memikili peran yang signifikan dalam kehidupan sosial (sebagai pemimpin agama dan adat) lalu di masa zending peran itu berbalik. Namun saya yakin, zaman akan memberikan dukungannya bagi kaum perempuan untuk berperan di semua bidang. ***
Selain contoh kasus perempuan suku Toraja, Nusantara punya segudang contoh lain ttg peran kaum perempuan “yg signifikan dlm kehidupan sosial.” Contoh2 itu bisa disimak di tulisan menarik yg berjudul “Perbedaan untuk Dirayakan” di http://www.perkantasjatim.org/index.php?g=articles&id=83. Mmg hebat Nusantara kita! 🙂