Durian Runtuh, Jemaat Jatuh

Oleh Sarpianto

Deretan bangku di gereja masih sepi ketika pembawa acara mengucapkan selamat hari minggu kepada jemaat, tanda ibadah telah dimulai. Hal ini berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya. Biasanya pengunjung gereja ramai, tapi kali ini yang datang hanya sedikit. Musim durian telah tiba, dan jemaat lebih asyik menunggui durian.

“Duit lagi jatuh dari langit! Sayang kalau ditinggalkan. Kan minggu depan masih bisa sembahyang.” Begitu kira-kira jawaban kebanyakan jemaat kalau ditanya jemaat lain soal mengapa mereka tidak beribadah. Kejadian ini sudah seperti kebiasaan di gereja kami, sebuah gereja yang sebagian besar jemaatnya orang Dayak, di daerah Ngarak, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Jadi, manakala durian runtuh, jumlah jemaat pun jatuh.

Fenomena sepinya gereja bukan hanya terjadi di musim durian. Pada waktu-waktu tertentu, seperti musim tanam dan panen, bisa dipastikan gereja juga sepi. Sebagian jemaat lebih memilih menekuni pekerjaan ketimbang mencari Allah. Alasan mereka adalah mengejar target waktu tanam yang tidak boleh terlambat karena tidak baik untuk pertumbuhan padi. Sementara itu, di musim panen, mereka takut padi busuk kalau dibiarkan lama-lama di sawah. Jadilah mereka tak beribadah.

Usut punya usut, ternyata di antara mereka ada saja yang mau beribadah. Tapi ibadah gereja yang terlalu lama membuat mereka tidak bisa pergi ke sawah lebih awal. Siang hari, ketika kelompok tani mereka sudah mau turun ke sawah, jemaat baru pulang ibadah Minggu. “Mana bisa ke sawah kalau pulang ibadah siang. Kitaakandiomeli oleh sesama anggota kelompok tani.” Begitulah kira-kira kata mereka.

Sebetulnya gembala di gereja cukup sering menyampaikan khotbah agar jemaat mengutamakan Tuhan di atas segalanya—termasuk uang dan pekerjaan. Tapi siklus sepinya gereja saat musim durian, musim tanam, atau musim panen terus terulang setiap tahun. Apa yang salah di sini?

Allah, Pencipta langit dan bumi, pasti menghendaki durian berbuah, karena langit dan bumi serta isinya adalah ciptaan-Nya. Demikian juga, Allah tentu senang melihat umat-Nya rajin bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tapi kalau hal-hal itu justru membuat mereka lupa kepada-Nya, Ia pasti kecewa. Tindakan demikian jelas tidak memuliakan Dia sebagai yang mengaruniakan segala berkat.

Jemaat harus menyadari bahwa musim durian adalah cara Allah memberkati umat-Nya dalam hal keuangan. Jadi, tidak sepantasnya mereka merasa rugi kalau meninggalkan durian itu barang setengah hari, karena sepanjang minggu mereka sudah menjaganya. Dan mungkin mereka bisa menyuruh orang lain menjaganya, sebagai kesempatan berbagi dengan sesama—karena tidak semua orang punya pohon durian.

Demikian juga di musim tanam dan panen. Jemaat harus bisa mengantisipasi kesibukan dengan, misalnya, mengusulkan agar kelompok tani mereka dapat sedikit lambat turun ke sawah di hari Minggu. Selain itu, mereka bisa membereskan pekerjaan rumah—memasak, membersihkan pekarangan, dll.—di hari Minggu pagi, agar sepulang dari gereja tidak punya banyak beban lagi.

Selain itu, gembala setempat juga harus terus mengingatkan jemaat untuk bersyukur atas berkat yang diterima dengan cara tidak meninggalkan ibadah. Bila pesan ini sudah sering disampaikan lewat khotbah—dan masih kurang mujarab, pendekatan yang lebih personal bisa mulai dipertimbangkan.

Faktor kedewasaan jemaat memang penting agar mereka bisa mengutamakan Allah dalam seluruh kehidupan mereka. Tapi selagi tingkat kedewasaan yang ideal belum tercapai, perlu ikhtiar dan hikmat khusus dari pengurus jemaat untuk mengantisipasi masalah yang  berulang setiap tahun itu. Sebagai contoh, gembala dan majelis jemaat bisa memajukan jadwal ibadah atau mempersingkat tata ibadah di waktu-waktu jemaat sibuk sehingga jemaat bisa pulang lebih awal.

Mudah-mudahan di tahun-tahun mendatang gereja tidak lagi sepi karena musim durian, musim tanam, atau musim panen. Umat Allah haruslah bijak memanajemen ibadah dan arif menyikapi kesibukan pekerjaan sehingga dapat menjadi kesaksian yang baik bagi sesama. Di atas semuanya, umat Allah pun harus selalu mengelola segala anugerah-Nya untuk kemuliaan nama-Nya.

Durian boleh runtuh, tetapi jumlah jemaat tidak usah ikut jatuh.

.

Sarpianto adalah seorang mahasiswa jurusan FMIPA yang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *