Oleh Ericko Sinuhaji
Selama tahun 2012 ada pemberitaan menarik mengenai kalangan artis di tanah air. Banyak dari mereka, secara khusus yang wanita, dikabarkan menjalin hubungan asmara dengan orang asing (bule). Wajah rupawan, badan tinggi, dan hidung mancung ala Barat ternyata mampu menarik hati para artis kita. Ketika diwawancara, mereka tampak memiliki kebanggaan tersendiri karena berhasil memadu kasih dengan bule.
Ya, sudah menjadi fakta di negeri ini bahwa rupa bangsa lain sering kali dianggap sangat menarik—lebih menarik daripada rupa bangsa sendiri. Fakta tersebut dibuktikan lebih lanjut oleh perawatan kecantikan yang lazim dilakukan golongan berkantong tebal. Mereka ini biasa mengejar pemutihan kulit dan pemancungan hidung—ala Barat tentu saja.
Selain itu, media pun berperan besar dalam pembentukan anggapan ini. Kita maklum bahwa media tayang memberi ruang yang amat lega bagi kehadiran artis indo (keturunan campuran, khususnya campuran dengan bangsa Barat). Sudah jadi rahasia umum bahwa wajah mereka dianggap membuat tayangan terlihat lebih “menarik.”
Tak ketinggalan kontes kecantikan di tanah air. Gelar “yang tercantik” sering diberikan kepada paras indo.1 Artis Ridho Rhoma sampai-sampai “mengeluh” begini soal ajang Miss Indonesia: “Yang saya koreksi adalah di sini kebanyakan wajah pemenangnya lebih ke keturunan bule atau Oriental. Buat saya itu sudah salah. Padahal, namanya ajang Miss Indonesia, seharusnya ya wajahnya yang Indonesia.”2
Fenomena di atas sangat memprihatinkan. Anggapan dan tindakan seperti itu sukses membuat rupa Indonesia—seperti kulit sawo matang atau hitam, hidung tak mancung, bola mata coklat atau hitam—tidak menjadi kebanggaan orang Indonesia sendiri. Minder, rendah diri. Beginilah cara kita memandang rupa kita selama ini. Dan ini adalah cara lama yang harus kita tinggalkan.
Minder jelas tidak berdampak positif bagi kemajuan ibu pertiwi. Terbiasa minder dalam hal rupa dapat berimbas kepada hal-hal lain: dari meremehkan karya sendiri hingga takut bersaing dengan bangsa lain. Terus membanjirnya barang-barang impor ke Indonesia—bahkan barang seperti terompet tahun baru!—tampaknya menunjukkan keraguan terhadap kualitas karya anak bangsa.3 Lemahnya lobi RI dalam kasus sengketa perbatasan atau penyiksaan TKI mungkin sekali berakar dari rasa minder dan tidak percaya diri untuk “berdiri tegak” di antara bangsa-bangsa.
Cara lama tidak-bangga-rupa-Indonesia harus kita ganti dengan cara baru bangga-rupa-Indonesia. Bangga tentu tidak sembarang bangga, karena ada alasan kuat untuk itu. Pertama, kita harus ingat bahwa rupa adalah anugerah dari Sang Pencipta. Bersyukur dan bangga merupakan cara terbaik menerima pemberian-Nya itu. Minder berarti melakukan hal yang sebaliknya.
Kedua, kerupawanan tiap bangsa adalah khas. Kerupawanan khas Indonesia tentu berbeda dengan kerupawanan khas bangsa lain, termasuk bangsa-bangsa Eropa. Tampan dan cantik khas Indonesia tentu berbeda dengan tampan dan cantik khas bangsa lain. Kulit sawo matang, misalnya, memancarkan keindahan eksotis di antara bangsa-bangsa. Justru orang bule sering menginginkan rupa mereka mencoklat dengan berlomba-lomba berjemur di bawah sinar matahari.
Jelaslah sekarang mengapa kita harus bangga terhadap rupa khas Indonesia. Dengan mulai menyadari keindahan rupa yang khas, kita dapat mulai bangga terhadap diri sendiri, bangsa sendiri, potensi sendiri, karya sendiri, produk sendiri. Kebanggaan ini menjadi begitu penting di tengah situasi masa kini. Saat berbagai permasalahan terus-menerus menggerogoti bangsa (korupsi, pelanggaran HAM, kemiskinan, dsb.) dibutuhkan patriot-patriot percaya diri yang sigap menanggulanginya. Patriot sendiri, kita tahu, adalah orang yang bangga terhadap tanah airnya.
Ketika kebanggaan memenuhi hati sanubari setiap warga Indonesia, tercetuslah daya saing yang akan memajukan Nusantara. Olehnya setiap anak bangsa akan berpacu dalam memberdayakan segala potensi yang dimiliki—dalam dan luar diri—demi kemashuran dan keharuman nama bangsa.
Menjalani hari-hari 2013, mari kita biarkan cara baru bangga-rupa-Indonesia mengantar kita ke posisi terhormat di antara bangsa-bangsa. Jalannya mungkin masih panjang, tapi kita percaya bahwa, dengan ditunjang usaha dan doa, kita pasti bisa mencapainya. Mari berbangga akan jati diri kita. Mari berbangga akan rupa Indonesia.
.
Ericko adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1 Lihat para pemenang Puteri Indonesia dan Miss Indonesia di situs Wikipedia: <http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pemenang_Puteri_Indonesia > dan <http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pemenang_Miss_Indonesia >.
2 “Miss Indonesia 2013: Ridho Rhoma Ingin yang Berwajah Asli Indonesia” dalam situs okezone. <http://lifestyle.okezone.com/read/2012/10/22/29/707537/miss-indonesia-2013-ridho-rhoma-ingin-yang-berwajah-asli-indonesia >.
3 “Bisnis Musiman ‘Teeeeeeet…’ Terompet Impor Lebih Nyaring Bunyinya” dalam Kompas terbitan 29.12.2012.
Keren. Setuju sekali dengan isi tulisan ini. Kita harus bangga dengan ciri fisik kita sebagai wong Indonesia.
Sip.
Mungkin bukan hidung tak mancung Bung, tapi kurang mancung 😀 😀
Terima Kasih atas komentarnya.
Mari terus bangga akan jati diri kita sebagai anak Indonesia. 😀