Catatan Kecil dari Sri Lanka untuk Teman Setanah Air

Oleh Sahat Sinurat

Teman setanah air, bagaimana liburanmu akhir tahun lalu? Mudah-mudahan seru dan memberi banyak ilham. Aku mengakhiri 2012 dengan satu perjalanan yang menyenangkan ke negeri orang. Bukan perjalanan libur, melainkan perjalanan dinas dari organisasiku—suatu organisasi mahasiswa Kristen yang bersifat oikumenis dan nasionalis.Aku diutus ke Colombo, Sri Lanka, untuk mengikuti program tahunan mahasiswa Kristen se-Asia-Pasifik yang mengkaji permasalahan HAM dan keadilan. Catatan kecil ini akan menceritakan kepadamu hal-hal menarik yang tertangkap pengamatanku selama di sana.

Program di Colombo itu berlangsung selama seminggu dan diikuti oleh utusan dari dua belas negara Asia-Pasifik. Hanya aku sendiri utusan dari Indonesia. Maka kurasakan tanggung jawab besar terpikulkan di pundak dan kutekadkan untuk tidak kembali ke tanah air dengan tangan kosong. Paling tidak, aku bisa berbagi semangat dan kerinduan kepadamu.

Di Sri Lanka, aku sangat menikmati kesempatan mencicipi berbagai makanan setempat. Makanan Sri Lanka pedas, tapi tidak sepedas makanan negeri kita. Dan meskipun kuliner Sri Lanka beragam, masih jauh lebih beragam kuliner kita dari Sabang sampai Merauke. Maka kita harus bangga, Teman, akan kekayaan panganan kita dan berupaya menjadikannya populer di dunia.

Dalam perjalanan menuju Kota Jaffna, kami mengunjungi candi Budha dan Hindu berarsitektur menawan. Kami menikmati keindahan alam pedesaan Sri Lanka dan menyambangi sebuah penangkaran gajah. Sesaat beberapa bayangan berkelebat di pikiranku: Candi Borobudur, Candi Prambanan, Danau Toba, dan Pulau Bali yang jelas tak kalah memukau atau kalah permai dari semua itu. Ternyata berlibur di negeri orang justru membangkitkan ingatan dan kerinduan akan negeri sendiri!

Satu kali aku menunjukkan foto komodo kepada rekan-rekan asal Korea Selatan dan Taiwan. Mereka takjub karena rupanya mereka belum pernah melihat hewan purbakala itu! Mereka juga belum pernah mendengar kabar tentang candi-candi Indonesia yang mempesona, flora-fauna Nusantara yang beraneka, dan alam tropis kita yang rancak. Sayang, kita kurang celik dan cerdik untuk memashurkan semuanya ke seantero dunia.

Alat-alat angkutan di Sri Lanka tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Aku sempat menaiki tuk-tuk, kendaraan roda tiga yang di negeri kita tersohor dengan nama bajai. Di sana juga terdapat bus yang bentuknya mirip bus DAMRI lama. Semuanya sangat mengingatkanku kepada pengalaman bertransportasi di tanah air kita: bus yang penuh sesak, angkot yang sering berhenti menunggu penumpang, dan sepeda motor yang memenuhi jalanan.

Selama seminggu kami mempelajari permasalahan sosial Sri Lanka. Walau perang saudara telah berakhir di tahun 2009, dampaknya masih terasa sampai sekarang. Kami mengunjungi daerah bekas konflik. Kami bertemu dengan anak yatim, kaum minoritas Muslim, pegiat kemanusiaan, bekas pemberontak, dan komponen masyarakat lainnya. Bertatap muka dengan permasalahan Sri Lanka, aku teringat bahwa tanah air kita tercinta juga punya segudang permasalahan. Betapa aku rindu kita dapat menangani dan membereskan semua itu.

Bepergian ke negeri orang ternyata makin menguatkan semangat dan kerinduanku bagi negeri sendiri. Ya, bagaimanapun uniknya atau bagusnya negeri orang, tetaplah negeri sendiri terasa lebih indah dan tersayang. Aku rindu perasaan seperti ini dapat berdampak besar bagi kejayaan dan keharuman tanah air kita.

Teman setanah air, kuharap cerita perjalanan liburku bisa membubuh suatu ilham di hatimu. Kuharap pula semangat dan kerinduan yang kusampaikan melaluinya bisa menular kepadamu. Kiranya oleh-oleh catatan kecil tentang Sri Lanka ini dapat turut membantu menghasilkan catatan besar tentang Indonesia yang jaya dan makmur. Mari siapkan pena dan kertas. Catatan besar tentang tanah air sudah menunggu untuk kita tuliskan.

.

Sahat adalah seorang mahasiswa pascasarjana jurusan studi pembangunan yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *