Oleh Ricky Prijaya
Ada begitu banyak mitos berseliweran di kalangan umat Kristen. Salah satu yang akut adalah mitos “rohani lebih mulia daripada sekuler.” Bagi mereka yang mempercayai mitos ini, mengoleksi album Hillsong adalah lebih mulia daripada mengoleksi album U2. Melahap buku Purpose Driven Life adalah lebih “menyenangkan hati Tuhan” daripada melahap buku sastra Mahabarata. Menjadi misionaris adalah lebih “bernilai kekal” daripada menjadi penjual nasi campur. Apakah pandangan itu alkitabiah atau tidak, bukan soal lagi.
Mitos itu punya dampak merusak kepada kemantapan dan kinerja orang Kristen yang berkecimpung di bidang non-rohani. Mereka bisa jadi lesu dan tidak percaya diri dalam menjalankan profesinya. Karena mitos itu, eksekutif muda Kristen di bank bisa merasa pekerjaannya kurang bermakna karena tidak berbau rohani. Buruh Kristen yang sehari-hari mengepak barang di pabrik bisa merasa pekerjaannya bukan jenis yang diindahkan Tuhan. Pegawai negeri sipil Kristen di kantor imigrasi bisa merasa kurang memberi kontribusi bagi Kerajaan Allah karena tidak “memenangkan jiwa” rekan sekantornya. Ironis sekaligus menggelikan.
Kalau sudah goyah begitu, kita akan sukar bekerja sebaik-baiknya dan mengembangkan bidang kerja kita di dunia. Talenta yang sudah Tuhan berikan kepada kita tidak tergali secara maksimal dan kita tidak menjadi saluran berkat yang efektif di bidang sekuler yang amat luas cakupannya di dunia.
Sebetulnya apa kata Alkitab mengenai masalah ini? Dalam Kolose 3:23, Paulus berkata kepada orang-orang Kristen yang bekerja sebagai budak(!), “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Dalam 1 Korintus 10:31, Paulus berkata pula, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”
Dari kedua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan rohani atau sekuler memiliki nilai yang sama di mata Allah. Yang sekuler tidak lebih rendah dari yang rohani, ataupun sebaliknya, selama keduanya memiliki tujuan akhir “untuk kemuliaan Allah.” Artinya, motivasi kita dalam melakukan segala sesuatu haruslah semata-mata untuk meninggikan Pencipta kita, bukan meninggikan diri kita.
Banyak contoh yang dapat kita gali dari Alkitab untuk membuktikan bahwa asas di atas memang sesuai dengan ajaran Alkitab dan akal sehat. Ahli-ahli Taurat dan orang Farisi yang begitu relijius tidak dikenan Allah karena aktivitas rohani mereka dilakukan semata-mata untuk kemuliaan pribadi.1 Sebaliknya, pepatah-pepatah non-reliji karya Salomo justru dikenan Allah, bahkan dimasukkan ke dalam kitab suci, karena dibuat dalam kesadaran bahwa seluruh aspek kehidupan adalah untuk memuliakan Allah.2
Tak dapat disangkal bahwa kategori rohani dan sekuler memang ada. Aktivitas-aktivitas tertentu seperti berdoa, membaca kitab suci, meditasi, dan ibadah tentu saja masuk ke dalam kategori rohani. Sementara itu, tidur, berekreasi, menonton TV, dan berolahraga masuk dalam kategori sekuler. Kesalahan fatal terjadi saat kita mulai memandang bahwa yang rohanilah yang lebih mulia di mata Tuhan.
Umat Kristen sepatutnya meluputkan diri dari kesalahan atau mitos itu. Dengan demikian, setiap eksekutif muda Kristen di bank akan sadar bahwa Tuhan ikut gembira saat mereka memperlakukan setiap nasabah dengan baik. Setiap buruh Kristen di pabrik akan yakin bahwa Tuhan bangga dengan pengepakan rapi yang mereka kerjakan. Setiap pegawai negeri sipil Kristen di kantor imigrasi akan paham bahwa Tuhan senang jika masyarakat dapat dilayani dengan baik. Roda kehidupan di dunia pun berjalan lancar bagi kemuliaan Allah dan kebaikan manusia.
Tepatlah kata C.S Lewis, “… jelas bahwa kekristenan tidak meniadakan apa pun kegiatan manusia yang biasa [baca: sekuler]. … ‘Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.’ Semua kegiatan kita yang alami [baca: sekuler] belaka akan dikenan, jika semua itu dipersembahkan kepada Allah, bahkan yang paling rendah sekalipun.”3
.
Ricky adalah seorang karyawan swasta yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1 Lihat perkataan keras Yesus kepada mereka di Matius 23:13-33.
2 Pepatah-pepatah non-reliji karya Salomo melimpah dalam Kitab Amsal, salah satu contohnya: “Batu adalah berat dan pasir pun ada beratnya, tetapi lebih berat dari kedua-duanya adalah sakit hati terhadap orang bodoh” (27:3). Di sini maksud “non-reliji” adalah tidak berbau rohani atau agamawi.
3 C.S. Lewis. Weight of Glory. Eerdmans: Grand Rapids: 1969, sebagaimana dikutip dalam “Our Vocation Encompasses All of Life” dalam situs C.S. Lewis Institute. <http://www.cslewisinstitute.org/Our_Vocation_Encompasses_All_of_Life>.