Oleh Maria Tan
Menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dokter di tempat terpencil—kedengarannya bukan hal menarik yang dicita-citakan oleh kebanyakan dokter di Indonesia. Tak dapat dimungkiri, menjadi dokter rumah sakit di kota atau di luar negeri pastilah lebih menggiurkan. Wajar jika masih langka dokter yang mau mengabdi sebagai PNS, apalagi di daerah terpencil.
Hal itu tercermin pula di tempat kerja saya, sebuah RSUD tingkat kabupaten di suatu daerah terpencil di Kalimantan Barat. Dari 39 dokter umum yang bertugas di sini, 27 orang (69,23 %) di antaranya adalah PTT (Pegawai Tidak Tetap—saya masuk kelompok ini) dan hanya 12 orang (30,77%) yang berstatus PNS.
Bekerja sebagai abdi negara di sektor kesehatan—dan di daerah terpencil—memang memiliki sejumlah tantangan tersendiri. Status PNS yang mengikat akan menyulitkan kita pindah tempat tinggal sewaktu-waktu untuk keperluan, misalnya, mengambil pendidikan spesialis atau berkeluarga (inilah alasan utama yang masih mencegah saya menjadi PNS). Kuranglengkapnya peralatan kesehatan di daerah terpencil,gaji di bawah standar umum (gaji dokter PNS tiga kali lebih rendah daripada dokter PTT), tempat kerja jauh dari kemudahan dan hiburan, biaya transportasi mahal untuk ke kota—semua ini juga bukan hal yang mudah kita rangkul.
Tentu saja mengabdi kepada negara di sektor kesehatan tidak harus dengan menjadi PNS dokter. Banyak dokter non-PNS terjun dalam pengabdian sebagai dosen, dokter RS swasta, dan peneliti—semuanya memberi sumbangan besar kepada bangsa-negara. Namun, pastinya juga harus selalu ada anak bangsa yang mengisi pos PNS dokter.
Meski masih berstatus sebagai dokter PTT, saya bisa memikirkan dan sudah menyaksikan bagaimana menjadi PNS dokter merupakan panggilan mulia. Seorang dokter senior kenalan saya menjadi PNS di bagian struktural Dinas Kesehatan karena ingin dapat membuat program kesehatan yang lebih baik serta mengevaluasi penerapannya. Hal ini membuatnya harus mengunjungi desa-desa terpencil dengan waktu tempuh dua-tiga jam. Namun, berkat pengabdiannya, berbagai program kesehatan di seluruh kabupaten menjadi terarah dan terkontrol.
Kepala dinas kami berasal dari Palembang dan telah dua puluh tahun bekerja di sini dengan meninggalkan “zona nyaman” kota kelahirannya. Pengabdiannya memberi dampak besar:membaiknya pembangunan kesehatan di daerah kami yang terpencil dan berdirinya rumah sakit di daerah perbatasan (dengan Malaysia). Rumah sakit perbatasan ini sangat menolong masyarakat setempat, yangtidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk pergi ke rumah sakit Malaysia atau RSUD kabupaten yang memakan waktulima-enam jam perjalanan.
Nyatalah bahwa menjadi PNS dokter, khususnya di daerah terpencil, merupakan panggilan mulia. Namun, untuk menunjang pengabdian mereka, pemerintah tentu harus menunjukkan perhatian serius, misalnya dengan melengkapi fasilitas kesehatan di daerah terpencil dengan laboratorium, peralatan pemindai CT dan USG, dan perlengkapan operasi.
Selain itu, pemerintah perlu membantu PNS dokteryang hendak mengembangkan diri dalam keilmuannya, misalnya dengan membiayai studi lanjutannya. Selama ini sebagian besar dokter masih harus mengembangkan diri dengan biaya sendiri atau bantuan dari pihak swasta. Baru sebagian kecil dokter saja yang pengembangan dirinya dibiayai pemerintah—itu pun dengan perjanjian/ikatan dinas yang lama dan pendanaan yang masih minimsehingga mereka tetap harus mengeluarkan dana besar juga.
Menjadi abdi negara di sektor kesehatan, dan di daerah terpencil, adalah panggilan mulia, khususnya karena masyarakat daerah terpencil memang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik. Mudah-mudahan pemerintah dan para doktermakin serius menyimak panggilan itu dan berupaya keras untuk menanggapinya sebaik-baiknya. Mudah-mudahan kami, para dokter (PNS ataupun non-PNS), terus menunjukkan keseriusan dalam bakti bagi kesehatan bangsa.
Dan makin kemari, saya sendiri merasa makin tergerak untuk mengubah status PTT saya menjadi PNS.
.
Maria adalah seorang dokter yang tinggal di Mempawah, Kalimantan Barat.
.