Permintaan Natal yang Dewasa

Oleh Daniel Siahaan

Tak ada lagi hidup yang terkoyak-koyak/Dan perang tak akan pernah dimulai/Dan waktu akan memulihkan semua hati/Semua orang akan punya teman/Dan kebenaran akan selalu menang/Dan kasih tak akan pernah berakhir/Inilah daftar permintaan Natalku sebagai orang dewasa1

Lirik apik itu dipetik dari lagu yang sempat tenar pada tahun 1990-an, Grown-Up Christmas List. Ditulis dan digubah oleh Linda Thompson dan David Foster, lagu tersebut pertama kali dinyanyikan oleh Natalie Cole pada tahun 1990. Pada tahun 1992 Amy Grant merekamnya ulang dan menjadikannya terkenal. Alhasil, penyanyi-penyanyi beken lain pun—seperti Michael Buble dan Kelly Clarkson—mengikuti jejaknya.2

Dalam Grown-Up Christmas List dikisahkan tokoh “aku” yang mengenang Natal di masa kecilnya. Dulu, dengan cara pikir yang masih kekanak-kanakan, “aku” membuat daftar permintaan Natal kepada Sinterklas. Kini, setelah besar, “aku” masih membuat daftar permintaan Natal kepada Sinterklas, tetapi dengan cara pikir yang telah dewasa. “Aku,” seperti tampak dari petikan lirik di atas, meminta hal-hal yang berkaitan dengan damai di bumi.

Permintaan itu mulia. Hanya saja, permintaan itu tentu lebih tepat dilayangkan kepada Tuhan yang berkuasa atas langit dan bumi—bukan kepada tokoh khayalan seperti Sinterklas.

Ya, Tuhan sewajarnya menjadi tokoh utama Natal. Menurut pandangan kristiani, Natal adalah saat ajaib ketika Firman Tuhan menjadi manusia: Yesus Kristus, yakni Isa Almasih. Ia datang untuk menghadirkan “damai di bumi” (lihat Luk. 2:14) dengan mengadakan penebusan dosa—hal yang merampas damai di bumi (Kol. 1:13-14). Dengan demikian, damai di bumi adalah topik penting bagi semua orang yang merayakan Natal.

Sayangnya, sebagian orang Kristen tidak ambil pusing tentang damai di bumi. Di hari Natal, pikiran mereka bukan dipenuhi dengan permintaan Natal yang dewasa, yakni ada damai di bumi (sesuai dengan tujuan kedatangan Yesus), tapi dengan permintaan Natal yang cenderung kekanak-kanakan dan berpusat kepada diri sendiri—baju baru, buku baru, gawai (Ing.: gadget) baru, dsb.

Setiap kita pasti sadar bahwa damai sempurna belum ada di bumi. Buktinya mudah dilihat: masih terus ada hidup yang terkoyak, perang, permusuhan, ketidakadilan, dan kebencian. Itu adalah realitas yang harus kita terima sekarang karena, menurut Kitab Suci, damai sempurna baru ada ketika Yesus datang untuk keduakalinya. Kita sudah sering mendengar ayat tentang itu di masa raya Natal.

“Seorang anak telah lahir untuk kita,” tulis Nabi Yesaya, “… lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya” (Yes. 9:5-6).

“Anak” itu, dalam pandangan kristiani, adalah Kristus. Dan ketika Ia datang kembali sebagai “Raja Damai,” Ia akan menghadirkan damai sejahtera di bumi lewat tindak-tindak keadilan dan kebenaran. Damai sejahtera ini “tidak akan berkesudahan”!

Dalam Grown-Up Christmas List, tokoh “aku” agaknya bimbang dengan permintaan damainya sendiri. Ia menyebutnya “ilusi” dan “kepolosan kebeliaan.”3 Mudah dimaklumi, sebab di masa sekarang damai sempurna (atau “tak berkesudahan”) memang mustahil terwujud. Namun, bagi pengikut Kristus, damai sempurna bukanlah ilusi atau kepolosan kebeliaan. Itu memang akan mewujud, tetapi kelak, bukan sekarang.

Dan sambil menanti saat itu tiba, pengikut Kristus harus tetap memperjuangkan damai di bumi, di masa kini, bersama semua orang lain yang cinta damai. Ini merupakan kesaksian bahwa damai sempurna memang akan ada kelak. Ya, damai di bumi—bukan hanya damai di dalam hati sendiri—harus selalu menjadi permintaan dan perjuangan umat Kristen, khususnya di masa raya Natal!

“Daftar permintaan Natalku sebagai orang dewasa,” kata tokoh “aku” dalam lagu Grown-Up Christmas List, ”bukan untuk diriku sendiri melainkan untuk dunia yang membutuhkan.”4 Demikianlah kiranya permintaan Natal kita juga sedewasa itu—tidak kekanak-kanakan dan egois.

Dan kita akan melayangkannya kepada Tuhan, Sang Raja Damai, bukan kepada Sinterklas.

.

Daniel adalah seorang mahasiswa jurusan teknik mesin yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Teks aslinya berbunyi: “No more lives torn apart/That wars would never start/And time would heal all hearts/Every man would have a friend/That right would always win/And love would never end/This is my grown up christmas list.” Teks seluruhnya bisa dilihat, misalnya, di situs Metrolyrics.  <http://www.metrolyrics.com/grownup-christmas-list-lyrics-natalie-cole.html>.

2 Lihat “Grown-Up Christmas List” dalam situs Wikipedia. <http://en.wikipedia.org/wiki/Grown-Up_Christmas_List>.

3 Teks aslinya berbunyi: “What is this illusion called/The innocence of youth.”

4 Teks aslinya berbunyi: “My grown-up Christmas list/Not for myself but for a world in need.”

4 thoughts on “Permintaan Natal yang Dewasa

    1. Daniel Siahaan

      Sama-sama kaak. Kalau butuh renungan yang bagus memang di Komunitas Ubi tempatnya, hehe. Baca-baca tulisan kami yang lain juga yaa.

      Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *