Pesan Leluhur dari Lore Lindu: Megausaha dan Megakarya

Oleh Daniel Siahaan

Sulawesi Tengah menyimpan segudang pesona megakarya leluhur manusia Nusantara. Di Taman Nasional Lore Lindu, 60 km di selatan Kota Palu, benda-benda seni rupa unik dan berskala raksasa ala Zaman Batu Besar (Megalitikum) tersebar di tiga lembah: Napu, Bada, dan Besoa. Para leluhur merupa dan menegakkan mereka bak gergasi-gergasi yang setia menunggui kawasan bersejarah itu siang dan malam, menembus arus waktu. Karena merekalah Lore Lindu mashur sebagai situs megalitik terluas di Nusantara.

Segala megakarya para leluhur di Lore Lindu itu berbicara tentang megausaha mereka dalam “menaklukkan” batu-batu besar dan keras menjadi barang-barang pemenuh kebutuhan hidup mereka: arca, kuburan, alat bermain, lumpang, dsb. Kinerja mereka seakan-akan membisikkan pesan penting kepada kita, generasi Nusantara masa kini, “Megausaha dan megakarya—itulah cara hidup orang Nusantara.”

Megausaha para leluhur tampak pada kehalusan pahatan arca-arca Lore Lindu. Pahatan mereka dinilai terbaik di antara pahatan-pahatan sezaman di Nusantara1 dan terbilang unik karena sulit dicari bandingannya di daratan Asia ataupun di kawasan lain dunia.2 Satu-satunya tempat lain di dunia yang memiliki pahatan serupa adalah Kepulauan Marquesas, Polinesia3—kawasan yang penduduk aslinya masih serumpun dengan orang Nusantara!

Di Lore Lindu para leluhur memahat batu keras menjadi palindo (“penghibur”), arca setinggi empat meter yang memiliki bentuk kepala dan badan manusia. Palindo yang berdiri miring ini bisa dijadikan tandingan moai, patung raksasa beken dari Pulau Paskah itu. Mereka memahat batu keras menjadi kalamba dan tutu’na, belanga raksasa dan penutupnya yang diduga sebagai tempat mengubur mayat. Mereka juga memahat batu keras menjadi dakon, lumpang, altar, menhir, dll. Seluruh karya itu berukuran raya, berumur antara seribu sampai lima ribu tahun, dan total jumlahnya lebih dari 400 buah.4

Batu-batu besar dan keras takluk oleh megausaha para leluhur menjadi megakarya kenamaan!

Dan segala karya raya tadi melampirkan pula fakta bahwa bebatuan itu bukan produk alami kawasan Lore Lindu.5 Artinya, para leluhur mendatangkan bebatuan besar dan bermutu itu dari tempat lain—seperti Raja Salomo di Israel purba mendatangkan kayu-kayu besar dan bermutu dari Libanon! Hebatnya lagi, 400 lebih karya raya itu terserak di tiga “galeri” yang amat luas (lembah-lembah Napu, Bada, dan Besoa). Artinya, para leluhur memanfaatkan “panggung” yang lapang sekali untuk menyebarluaskan dan memamerkan megakarya mereka.

Fakta-fakta tersebut bisa jadi menunjukkan megausaha para leluhur dalam memilih bahan baku terbaik, mengatur kedatangannya dari tempat lain, serta mewawas penyebaran dan pemajangan segala hasil karya mereka. Semua ini tentulah melibatkan perancangan yang matang, koordinasi dan kepemimpinan yang baik, serta kerja sama yang apik—hal-hal berharga yang harus dilanjutkan oleh generasi Nusantara terkini.

Ya, kita harus meneladani megausaha para leluhur Zaman Batu Besar dengan menaklukkan “batu-batu besar dan keras” di zaman kita, yakni segala tantangan dan rintangan lahir-batin bagi pembangunan bangsa. Kita perlu mencontoh kinerja mereka sehingga karya-karya kita tahan lama dan merupakan megakarya pula pada zaman kita: bangunan megah, karya seni luhur, gawai elektronik canggih, perkakas dan alat hebat di berbagai bidang kehidupan, dll.

Ketika menggubah megakarya, kita pilih dan rekrut “bahan-bahan” terbaik: hasil alam, teknologi, tenaga ahli. Kita manfaatkan luasnya Nusantara—bahkan dunia—untuk menyebarkan dan memamerkan segala megakarya kita. Menunjang kinerja itu, kita buat rancangan yang matang, kita latih dan tempa koordinasi dan kepemimpinan bermutu, kita bergandengan tangan dalam kerja sama yang padu.

Demikianlah situs megalitik Lore Lindu mengajari kita banyak hal besar yang dapat diterapkan di kekininian. Jika hal-hal besar ini diharapkan terus mengilhami generasi Nusantara turun-temurun, tentulah pemerintah dan bangsa Indonesia harus sigap dan serius melestarikan situs purbakala itu.

Dan sungguh indah jika ribuan tahun mendatang, ketika generasi Nusantara terkemudian merenungkan karya-karya kita, mereka menangkap pula bisikan pesan: “Megausaha dan megakarya—itulah cara hidup orang Nusantara.”

.

Daniel adalah seorang mahasiswa jurusan teknik mesin yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 “Ezyguide Lore Lindu” dalam situs Jalan Sana Sini. <http://www.jalansanasini.com/ezyguide-lore-lindu.html>.

2 Jennifer Hile. “Explorer’s Notebook: The Riddle of Indonesia’s Ancient Statues” dalam situs National Geographic News, hal. 2. <http://news.nationalgeographic.com/news/2001/12/1212_TVindomegaliths_2.html>.

3 “Yuk, Berwisata Sejarah ke Lembah Megalitikum Besoa” dalam situs Kompas. <http://sains.kompas.com/read/2012/07/14/17483860/Yuk.Berwisata.Sejarah.ke.Lembah.Megalitikum.Besoa>.

4 Truman Simanjuntak. “Advancement of Research on the Austronesian in Sulawesi” dalam Archaeology, Indonesian Perspective: R.P. Soejono Festschrift/Penyunting: Truman Simanjuntak dkk. Jakarta: LIPI Press, 2006, hal. 236; Jennifer Hile. “Explorer’s Notebook,” hal. 1. <http://news.nationalgeographic.com/news/2001/12/1212_TVindomegaliths.html>.; “Bada Valley Megalith Natural Sights Lore Lindu National Park, Central Sulawesi” dalam situs Sulawesi Experience. <http://www.sulawesi-experience.com/news/bada-valley.html>.

5 “Bada Valley Megalith Natural Sights Lore Lindu National Park, Central Sulawesi,” Sulawesi Experience.

2 thoughts on “Pesan Leluhur dari Lore Lindu: Megausaha dan Megakarya

  1. Delima Juniati

    Bagus sekali tulisan ini, jika ada contoh gambar akan lebih jelas terlihat betapa indahnya karya seniman leluhur Nusantara. Banyak yg harus dilestarikan peninggalan2 sejarah Nusantara. Karena sdh banyak peninggalan sejarah Nusantara yg hilang krn tdk d lestarikan. Seperti beberapa bln lalu temanku d Jerman bertanya apakah msh ada yg bs membaca huruf batak kuno? Ternyata tdk ada seorangpun dr kami yg bs membaca huruf batak kuno. Semangat terus Daniel! Sukses utk tulisan2 yg lain. Tuhan Yesus memberkatimu.

    Reply
  2. Daniel Siahaan

    Wah, makasih ya komentarnya, Mi. Memang banyak karya luhur Nusantara yang tidak dilestarikan dgn baik karena kita tidak pernah belajar manfaat baik darinya. Semoga dengan tulisan ini makin banyak orang yg cinta karya Indonesia dan mau berkarya buat Indonesia. Untuk Tuhan dan untuk Bangsa!

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *