Pintar Memikirkan Data

Oleh Daniel Siahaan

Zaman digital telah sangat meleluasakan kita, orang Indonesia, untuk menulis dan menyebarluaskan tulisan kepada khalayak melalui blog, situs web, atau jejaring sosial. Hal ini baik. Tapi sayangnya, tulisan-tulisan itu secara umum masih kurang berbobot. Banyak orang Indonesia yang menulis di dunia maya, menurut pengamatan saya, pintar bercerita tentang suatu data—objek, fakta, peristiwa, dsb.—namun kurang pintar memikirkan dan memaparkan “pelajaran” dari data itu.

Alhasil tulisan kita banyak tapi muatannya sering kali ringan/remeh atau, kalaupun berbobot, hanya mengulangi ide orang lain saja (biasanya orang asing).

Menyikapi hal itu, Komunitas Ubi (Kombi), yang kini berumur empat tahun, selalu berusaha meluncurkan tulisan-tulisan berbobot bulan lepas bulan. Para peladang (penulis) Kombi, termasuk saya, selalu ditantang untuk pintar mendulang hal/pelajaran yang unik, menarik, berfaedah dari data lalu menuangkannya secara apik ke dalam tulisan.

Proses memikirkan data tidaklah sepele. Sebagai “pendatang” baru di Kombi, saya mendapati bahwa para peladang Kombi dituntut mampu berpikir cerdas—dan keras—untuk menangkap konsep abstrak dari data kongkrit. Tak jarang kami mesti memutar otak untuk membuat rumusan-rumusan analisis atau usulan berdasarkan data. Saya bisa menunjukkan dua contohnya.

Pada bulan November 2014, Kombi menerbitkan rumpun tulisan di bawah tema besar “Belajar dari ‘Robohnya Surau Kami’”—cerpen terkenal karya A.A. Navis. Dalam tulisan bertajuk “‘Lain?’”, saya menyelami gagasan di balik pertanyaan satu kata itu, yang dalam cerpen diajukan Tuhan beberapa kali kepada tokoh Saleh. Saya menangkap konsep tentang ketidakpuasan Sang Pencipta terhadap ibadah yang tidak berdampak nyata kepada sesama manusia. Konsep ini kemudian saya tunjukkan keserupaannya dengan konsep alkitabiah mengenai ibadah dalam Mikha 6:7-8.

Seperti upaya pikiran saya itu, sungguh baik jika orang Indonesia, khususnya para penulis, senang melatih kepintaran dalam menangkap konsep (abstrak) di balik apa yang tertulis (konkrit) pada bahan bacaan. Kalau dari cerita pendek saja kita bisa menangkap konsep-konsep yang menarik dan berfaedah, bukankah seharusnya lebih lagi dari cerita/bahasan yang panjang? Inilah kepintaran yang dikuasai bangsa-bangsa maju sehingga mereka bisa menuliskan apa pun secara berbobot.

Pada bulan April 2015, Kombi menerbitkan rumpun tulisan di bawah tema besar “Bumerang Budaya Kekeluargaan.” Dalam tulisan bertajuk “Kekeluargaan (Tanpa) Menggerogoti Keprofesionalan,” peladang Victor Samuel merenungi pengaruh negatif budaya kekeluargaan terhadap keprofesionalan kerja di Indonesia. Berdasarkan pengamatan/pengalaman, ia merumuskan empat hasil “gerogotan” budaya kekeluargaan terhadap keprofesionalan: mutu kerja melempem, budaya kerja jadi terlampau membolehkan, inovasi padam, dan hubungan antarpribadi merentan.

Seperti kinerja Victor, sungguh bagus jika orang Indonesia, khususnya para penulis, senang mengasah kepintaran dalam menganalisis data (bahan bacaan atau fenomena kehidupan) lalu membuat rumusan ide dan teori darinya. Rumusan seperti itu dapat memudahkan orang lain memahami hal yang kita kaji dalam tulisan. Faktanya, karena orang dari bangsa-bangsa maju pintar membuat rumusan-rumusan, maka teori-teori dan diktat-diktat merekalah yang banyak digunakan sebagai pedoman ilmu di seluruh dunia.

Di sini kita lihat bahwa kepintaran memikirkan data akan menjadikan tulisan berbobot, bahkan berkelas dunia. Tulisan berbobot, yang dikemas secara pintar pula, pasti dapat mencerdaskan pembaca, asalkan pembaca juga menerapkan kepintaran memikirkan data terhadapnya. Jadi, menulis sebenarnya sangat baik bagi manusia—baik bagi si penulis maupun si pembaca.

Maka sungguh baik kalau kita memacu diri untuk membuat tulisan-tulisan berbobot dengan muatan konsep-konsep ataupun rumusan-rumusan ide yang rancak. Selain berguna bagi bangsa sendiri, muatan tulisan-tulisan itu boleh jadi berterima di taraf internasional. Kita perlu membuat tulisan-tulisan berkelas dunia!

Kesukaan menulis dengan pintar-pintar memikirkan data kiranya tidak hanya diperjuangkan oleh Kombi saja, tapi juga oleh banyak pihak lain di Indonesia. Seperti sepak-terjang Kombi selama empat tahun ini, mari kita bersama-sama memperbaiki mutu tulisan orang Indonesia, istimewanya di dunia maya. Mari kita semarakkan dunia dengan tulisan-tulisan berbobot dari Nusantara.

.

Daniel adalah seorang mahasiswa jurusan teknik mesin yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *