PA dan Mahasiswa “Kurang Gizi”

Oleh Viona Wijaya

Pendalaman Alkitab (PA) bukan lagi hal asing bagi mahasiswa Kristen saat ini. Melaluinya mahasiswa Kristen diajak menggali dan memahami isi Alkitab untuk kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika diibaratkan sebagai menu makanan, Alkitab merupakan sajian bergizi lengkap yang dapat membuat mahasiswa Kristen bertumbuh sehat dan kuat sehingga nantinya menjadi sarjana Kristen yang mampu “menghadirkan Kerajaan Allah”1 di berbagai bidang kehidupan.

Sayangnya, banyak mahasiswa Kristen di kelompok-kelompok PA justru “pilih-pilih makanan” sehingga kurang gizi alkitabiah. Di sini “pilih-pilih makanan” menunjuk kepada tindakan memilih-milih bagian Alkitab sesuai dengan selera atau pakem kelompok PA sehingga Alkitab malah jadi tidak tergali secara utuh. Satu contohnya yang mudah diamati adalah penekanan/“pilihan” terhadap hal-hal rohani saja dari Alkitab. Ini membuat mahasiswa Kristen suka merohanikan apa pun dari Alkitab—bahkan ketika teks yang digali berbicara gamblang mengenai persoalan lain (yang tidak rohani-rohani amat)

Teks-teks Perjanjian Lama sering kali menjadi “korban” dari praktik tersebut. Kisah hidup dan mazmur Daud, misalnya, sering digemari aspek-aspek rohaninya oleh mahasiswa Kristen yang ber-PA: beriman, mengasihi, dan bergaul karib dengan Allah. Ini tidak salah. Tetapi kerap luput dari PA mahasiswa bahwa kisah hidup dan mazmur Daud juga menggambarkan hal lain seperti kecintaan akan bangsa yang mewujud dalam tindakan bela negara.2

Mahasiswa Kristen yang ber-PA pun bisa asyik mengupas arti-arti rohani dari Kemah Suci dan beragam perkakasnya. Ini tidak salah. Tetapi kerap luput dari PA mahasiswa bahwa Kemah Suci dan beragam perkakasnya juga menunjukkan perhatian Allah kepada arsitektur, desain, dan keindahan—bahwa Allah disenangkan oleh karya-karya seni budaya nan rancak.

Demikian juga mahasiswa Kristen yang ber-PA suka memetik teladan mempertahankan integritas dari kisah Daniel yang tetap berdoa, berlawanan dengan titah raja, sehingga harus masuk gua singa. Ini tidak salah. Tetapi kerap luput dari tangkapan PA mahasiswa bahwa kisah Daniel meneladankan pula bagaimana insan minoritas di suatu bangsa turut berperan aktif dalam pemerintahan karena kecerdasannya.

Pola PA yang demikian akhirnya mendangkal-sempitkan makna teks Alkitab dan membuat mahasiswa Kristen jadi kurang gizi alkitabiah. Wawasan Alkitab tentang banyak hal non-rohaniah seperti bela negara, karya seni budaya, dan peran aktif di pemerintahan tak terkenali. Padahal wawasan tentang hal-hal itu amat penting bagi mahasiswa Kristen, yang kelak menjadi sarjana penggarap bidang-bidang non-rohaniah.

Tak heran mahasiswa/sarjana Kristen, meski saleh dan tulus, akhirnya (sadar ataupun tidak) bekerja/berkarya dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti sekularisme atau humanisme, yang tidak selalu cocok dengan prinsip kristiani. Layaknya orang kurang gizi, mereka miskin wawasan tentang hal-hal non-rohaniah sehingga tak punya kekuatan untuk beraksi apalagi berdampak di bidang-bidang kehidupan yang luas. Walhasil, “menghadirkan Kerajaan Allah” jadi tinggal jargon belaka. Betapa menyedihkan akibat dari kekurangan gizi alkitabiah!

Untuk menanggulangi kurang gizi alkitabiah itu, tak ada pilihan selain mengubah pola atau cara ber-PA. Kebiasaan pilih-pilih makanan dalam PA mahasiswa harus dienyahkan. PA harus melatih mahasiswa Kristen untuk mendalami Alkitab secara utuh dan juga mandiri. Penggunaan buku/bahan PA janganlah sampai mengesampingkan penelaahan ide-ide Alkitab yang menyeluruh, yang mencakup hal rohaniah dan non-rohaniah, vertikal dan horizontal. Pemimpin kelompok PA harus bijaksana sehingga tidak mengungkung diri pada pakem lembaga kristiani tempatnya bernaung tetapi mau mendalami Alkitab secara kritis dan jujur.

Kita rindu melihat PA mahasiswa melahirkan dan membangkitkan kaum cendekia yang, dengan diilhami ide-ide Alkitab, turut mengerjakan perubahan baik bagi bangsa. Maka menu lengkap Alkitab sudah sepatutnya disajikan kelompok-kelompok PA sehingga mahasiswa Kristen kaya gizi untuk “menghadirkan Kerajaan Allah” di dunia dan di tanah air tercinta.

.

Viona Wijaya adalah seorang calon pegawai negeri sipil yang bermukim di DKI Jakarta.

.

Catatan

1 Menghadirkan Kerajaan Allah adalah gagasan tentang mewujudkan ideal-ideal Kerajaan Allah seperti kasih, keadilan, kesejahteraan, kebenaran di segala bidang kehidupan melalui hidup dan karya umat-Nya.

2 Contohnya adalah kisah Daud bertarung melawan Goliat untuk “menghindarkan cemooh dari [bangsa] Israel” (lihat 1 Sam. 17:12-58). Daud juga bermazmur bagi Tuhan karena Tuhan menyertainya dalam berperang (bela negara) dan memerintah negara (lihat, misalnya, Mazmur 18 dan 21).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *