Semangat Kristen Doang

Salam sejahtera di bulan sebelas 2015, Sidang Pembaca!

“Adakah Kristus terbagi-bagi?” (1 Kor. 1:13) adalah pertanyaan retoris Rasul Paulus yang mengumandangkan ideal keesaan Gereja, yakni umat Kristen. Ideal itu memiliki landasan kuat dalam doa Yesus Kristus, Kepala Gereja, bagi semua pengikut-Nya: “… supaya mereka menjadi satu” (Yoh. 17:11, 21-22).

Sayangnya, kita selaku pengikut Kristus malah terpecah ke dalam begitu banyak denominasi dan akhirnya merasa terbiasa dengan keterpecahan itu. Sebagian dari kita bahkan menjadi fanatik dalam denominasi. Kita abai akan ideal keesaan Gereja, bahkan menghindar untuk memikirkan dan menyuarakannya di hadapan realitas keterpecahan.

Komunitas Ubi (Kombi) tak ingin menghindar seperti itu. Maka bulan ini lima peladang memikirkan dan menyuarakan ideal keesaan Gereja lewat lima tulisan. Kelimanya memanfaatkan pendekatan “Kristen doang” yang digagas Sam Tumanggor (Di Bumi Seperti di Surga #1, 2015) sebagai dasar pengembangan bahasan.

S.P. Tumanggor mengimbau kita mawas diri terhadap teguran Alkitab bahwa keterpecahan Gereja menunjukkan kita “manusia duniawi yang bukan rohani” (1 Kor. 3:3). Untuk mengatasi ke-“duniawi”-an itu, kita perlu pendekatan hati yang menyadari apa kata Alkitab tentang keterpecahan Gereja dan makna hakiki “Kristen” sebagai pengikut Kristus semata—“Kristen doang.”

Ricky Prijaya mengingatkan kita kepada nasihat Alkitab agar “demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, … [kita] erat bersatu” (1 Kor. 1:10). Berfokus pada Kristus, semangat Kristen doang memilih untuk mengesampingkan perbedaan paham di antara kita (dalam hal-hal yang tidak hakiki) dan memakai kasih sebagai “mata uang” bersama demi mematuhi nasihat itu.

Viona Wijaya membukakan bagi kita ego denominasi yang menyeruak di tengah-tengah kita dan yang menyumbangkan keruwetan kepada masyarakat. Ego itu terbit dari kurangnya semangat Kristen doang yang merupakan penawar untuk fanatisme denominasi dan pendorong kepada hidup persaudaraan rukun ala Mazmur 133:1.

Efraim Sitinjak memberitahu kita bagaimana denominasi telah sangat mempengaruhi identitas Kristen kita. Alhasil, alih-alih menjadi Kristen doang, yakni pengikut Kristus saja, kita menjadi Kristen denominasi. Itu melanjutkan perpecahan dalam tubuh Kristus dan harus ditanggulangi dengan semangat Kristen doang yang mengaku pertama sekali dan terutama sebagai pengikut Kristus.

Daniel Siahaan mengajak kita menerawang dunia yang akan datang, tempat “himpunan besar orang banyak” (Why. 19:6) yang ditebus Kristus tak lagi mengenal perpecahan. Di kekekalan Allah akan “memaksa” kita menjadi Kristen doang. Jadi, kini di bumi sudah sepatutnya kita membiasakan diri memandang pengikut Kristus dari latar denominasi lain sebagai sesama anggota keluarga.

Berdasarkan pertanyaan retoris Paulus, kita dapat menyimpulkan bahwa di benak sang rasul identitas “Kristen” termaknai sebagai pengikut Kristus belaka—Kristen doang. Keesaan kita, yakni keesaan Gereja, akan bermanfaat besar, bukan hanya untuk kita sendiri, tapi juga untuk masyarakat, bangsa, dan dunia.

“Adakah Kristus terbagi-bagi?” Sidang Pembaca, kita sudah makin tahu jawabannya.

Selamat ber-Ubi.

Penjenang Kombi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *