Kelekatu

Oleh Aronia Lola

Rumah masa kecil saya di Kupang, Nusa Tenggara Timur, dibangun dari kayu. Selain ayah, ibu, adik, dan saya, ada juga penghuni lain di rumah kami. Mereka membuat sarang pada jendela dan tiang kayu. Sewaktu kecil saya jadi hobi mencungkili sarang mereka. Ketika sarang itu hancur, dari “reruntuhan”nya berhamburanlah makhluk-makhluk mungil yang mirip semut, berwarna putih, dan berperut gendut. Mereka adalah serangga yang kita kenal dengan nama rayap.

Selang beberapa waktu, saya mendapati sarang berwarna cokelat itu kembali kokoh dibangun para rayap. Dan di awal musim hujan, tanpa saya sangka-sangka, dari sarang itu beterbangan keluar makhluk-makhluk bersayap. Rayap tanpa sayap ternyata sudah berubah wujud menjadi kelekatu atau laron.

Kelekatu mengalami perubahan wujud yang disebut metamorfosis. Dari telur, ia menetas sebagai nimfa, yang kemudian membesar sebagai rayap, lalu menumbuhkan sayap sebagai kelekatu. Ada perbedaan nyata antara wujud dan cara hidupnya sebagai nimfa ataupun rayap dan sebagai kelekatu. Sebagai nimfa atau rayap, ia tidak bersayap dan tinggal dalam sarangnya yang gelap. Sebagai kelekatu, ia bersayap dan terbang keluar sarang mencari sumber terang seperti lampu.1

Metamorfosis kelekatu mengingatkan saya kepada “metamorfosis” yang diungkapkan Alkitab. Menurut Alkitab, manusia dapat mengalami “perubahan wujud” dari keadaan lama kepada keadaan baru melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus—dua peristiwa penting yang diperingati umat Kristen sebagai Jumat Agung dan Paskah.

“Keadaan lama” adalah keadaan manusia yang suka/cenderung berbuat dosa. Bahkan ketika ia mengenal hukum Allah, ia tak berdaya untuk memenuhi tuntutannya. Tabiatnya yang suka/cenderung berbuat dosa merintanginya, padahal hukum Allah wajib dipatuhinya. Maka hukum Allah jadi seperti mengurung dirinya.

Tetapi, syukurlah, Alkitab menyatakan bahwa melalui Kristus “sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia [yakni hukum Taurat/hukum Allah], yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat” (Rom. 7:6).

“Keadaan baru” adalah keadaan manusia yang diubah jadi suka/cenderung berbuat baik. Pengubahan ini terjadi secara supraalami saat ia beriman kepada Yesus Kristus, yang bangkit dari kematian dan mengalahkan kuasa dosa. Akibatnya, ia mampu melayani Allah dengan kekuatan Roh Allah, bukan dengan kekuatan dirinya, untuk memenuhi tuntutan “huruf” hukum Allah. Ia pun rajin melakukan pekerjaan baik sebagai ungkapan syukur atas keselamatannya dari upah dosa, yakni kebinasaan.

Saya melihat dua analogi yang menarik antara metamorfosis kelekatu dan metamorfosis manusia.

Pertama, nimfa ataupun rayap tinggal dalam sarangnya di “tempat rendah.” Setelah menjadi kelekatu, ia mampu terbang ke tempat yang lebih tinggi dari sarangnya. Demikian jugalah manusia dalam keadaan lama berkutat dengan pikiran atau perilaku rendah yang penuh dosa. Namun, dalam keadaan baru, ia mampu menggapai akhlak yang luhur dan mulia. Dulu ia suka berbohong; kini ia bertutur jujur. Dulu ia suka menyakiti orang lain; kini ia suka memberi manfaat kepada sesamanya.

Kedua, nimfa ataupun rayap terbiasa dengan kegelapan sarangnya. Setelah menjadi kelekatu, ia sangat mencintai terang. Demikian jugalah manusia dalam keadaan lama terbiasa dengan perbuatan-perbuatan “gelap.” Namun, dalam keadaan baru, ia mencintai perbuatan-perbuatan “terang.” Ia senang berbuat baik dan memperjuangkan kebaikan lewat segala pekerjaan, bakat, dan kesempatan yang dimilikinya. Ia berguna bagi masyarakat, bangsa, dan dunia.

Sekarang rumah baru keluarga kami tidak lagi dibangun dari kayu—dan rayap tidak lagi turut menghuninya. Namun, saya mensyukuri pengalaman masa kecil tinggal di rumah yang dihiasi sarang rayap. Paling tidak melaluinya saya bisa memahami bahwa mereka adalah calon kelekatu, yang akan menyemarakkan dunia di musim hujan, dan bahwa metamorfosis mereka mencerminkan metamorfosis agung yang bisa kita alami di dalam Kristus. Melalui metamorfosis agung inilah kita dapat melayani Allah dan sesama dalam keadaan baru dengan penuh sukacita.

.

Aronia adalah seorang alumnus jurusan kesehatan masyarakat yang tinggal di Kupang, NTT.

.

Catatan

1 Gatut Susanta. Mencegah dan Membasmi Rayap. Jakarta: Penebar Swadaya, 2007, hal. 18.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *