Oleh Viona Wijaya
Masih terbayang jelas dalam pikiran saya kenangan kenyamanan saat menjelajahi beberapa negeri orang Peringgi/Barat di Benua Eropa beberapa tahun lalu. Kota-kota mereka tertata apik dan indah, lengkap dengan angkutan umum serta fasilitas dan layanan publik yang bermutu tinggi. Tempat-tempat wisata mereka pun rancak dan dikelola dengan baik. Tak bisa tidak semua itu membuat saya berseru dalam hati, “Ah, betapa enak tinggal di negeri ini!”
Bukan berarti kenyamanan negeri-negeri Peringgi memudarkan cinta saya kepada negeri Indonesia atau membuat saya ingin pindah ke sana. Sebaliknya, itu justru menyalakan tanya dalam hati saya: Bukankah orang Barat dan orang Indonesia sama-sama manusia? Kalau mereka bisa menggubah negeri seindah dan senyaman itu, pastilah orang Indonesia pun bisa.
Sayangnya, meski memiliki begitu banyak potensi, bangsa Indonesia masih tertinggal jauh dari bangsa-bangsa Peringgi dalam berbagai kenyamanan hidup, khususnya yang melibatkan kota dan pariwisata. Semerawutnya kota-kota besar kita dan payahnya pengelolaan/pengembangan banyak tempat wisata kita hanya menimbulkan desah tidak enak. Jadi, ada baiknya kita mempelajari dua hal dari kinerja bangsa-bangsa Barat yang penting untuk menata kenyamanan di negeri.
Pertama, orang Peringgi pandai merencanakan segala sesuatu dengan matang lalu konsisten menerapkan rencana itu. Tata kota dan angkutan umum mereka dirancang dan dibangun dengan saksama dan canggih. Akibatnya, mereka tinggal di kota-kota yang tertata rapi. Gedung-gedung mereka, tua ataupun moderen, tidak hanya indah tetapi juga nyaman dihuni.
Angkutan umum mereka jelas membuat iri kita yang hidup di negara “dunia ketiga.” Bagaimana tidak? Di Indonesia, naik angkutan umum bisa menjadi semacam pertaruhan nyawa lantaran supir ugal-ugalan atau kendaraan sudah tua dan ringsek. Di negeri-negeri Barat, semua angkutan umum (bus kota, kereta api) mentereng dan dijalankan secara tertib-teratur. Keamanan dan kenyamanannya terjamin.
Bandara, rumah sakit, stasiun, dan halte mereka juga jauh dari kesan kumuh. Fasilitas-fasilitas publik itu terkadang berupa bangunan tua, tetapi tetap bersih dan resik. Ini pastinya bisa membikin banyak orang Indonesia gigit jari, mengingat banyaknya fasilitas publik kita yang tak terurus, kotor, bahkan berbau tak sedap.
Kedua, orang Peringgi pandai melihat arti atau nilai di balik suatu barang atau tempat sehingga mampu mengembangkankannya menjadi objek wisata yang nyaman dan sarat makna. Kumpulan lukisan, benda bersejarah, dan karya seni dapat mereka tata secara apik dan kreatif dalam museum-museum yang keren. Dilengkapi teknologi canggih, para wisatawan dapat enak menjelajahi arti dan nilai di balik barang-barang yang dipamerkan.
Pantai dan gunung di negeri-negeri Barat pun dijaga kelestariannya. Meski padat pengunjung, jarang sekali didapati sampah berserakan di situ. Sungai dan danau mereka, yang biasa digunakan untuk wisata air (berlayar, berkano, dsb.), bebas dari sampah atau limbah. Dengan objek wisata alam yang indah dan bersih seperti itu pengunjung pastilah dapat lebih menikmati dan memaknai pelesirnya.
Itu juga bisa membuat kita makan hati, mengingat bangsa kita masih terus disuguhi berita kotornya gunung karena wisatawan (dalam negeri) membuang sampah sembarangan atau rusaknya taman bunga karena pengunjung terlalu asik berswafoto. Pula kita geleng-geleng kepala melihat banyak museum kita diurus ala kadarnya atau mendengar barang-barang museum kita begitu mudahnya dicuri.
Kedua pelajaran dari kinerja orang Peringgi itu adalah resep agar kita—dan tamu-tamu dari bangsa lain—bisa berseru tentang Indonesia, “Ah, betapa enak tinggal di negeri nyaman ini!” Sebagai negeri dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk usia produktif yang besar, keindahan alam yang menakjubkan, Indonesia jelas memiliki potensi luar biasa untuk menciptakan kebetahan dan keenakan bermukim di sini.
Jika negeri kita nyaman, tentulah kita akan terpacu untuk mengabdi dan berkarya lebih lagi untuknya. Orang-orang asing yang berkunjung kemari pun akan memperoleh kenangan indah bahkan pelajaran berharga. Jadi, saya kira, sudah waktunya kita serius bergiat mengenyahkan setiap desah tak enak terhadap “pulau melati pujaan bangsa” ini.
.
Viona Wijaya adalah seorang calon pegawai negeri sipil yang bermukim di DKI Jakarta.
.
Mantap