oleh Victor Sihombing
Gambar, sesederhana apa pun, menceritakan banyak hal. Sepotong gambar bisa bercerita soal manusia dan alam pikirnya di masa lalu kepada kita yang hidup di masa kini. Kita bisa dibuat kagum melihat kekayaan alam pikir mereka.
Itulah yang dialami Johannes Keyts di tahun 1678 ketika berlayar dari Pulau Banda menuju Papua Nugini. Saudagar Belanda ini adalah orang pertama yang mencatat telah melihat gambar cadas (garca) berwarna merah pada suatu tebing di daerah yang sekarang bernama Teluk Bitsyaru, Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Meski letak tebing itu tidak diketahui lagi secara pasti, penemuan-penemuan berikutnya mendapati hampir 90 titik lokasi garca di Papua.1
Garca Papua ditemukan di dinding gua, permukaan batu besar, dan tebing tinggi di pinggir pantai. Luar biasanya, di Kampung Sisir, Kaimana, ada garca yang ditemukan di tebing setinggi 20 meter di atas permukaan laut! Tidak diketahui kapan pastinya garca-garca itu dibuat. Para ahli hanya memberikan angka perkiraan 3.000-10.000 tahun silam.
Garca adalah bukti kecerdasan leluhur bangsa Indonesia. Membuat gambar bukanlah urusan sederhana. Lewat gambar, sejatinya mereka membuat nyata alam pikir mereka. Alam pikir itu dibentuk saat mereka melihat, menanggapi, dan menikmati alam raya. Semakin kaya alam pikir, semakin beragam gambar yang mampu dibuat.
Garca Papua menunjukkan kekayaan itu. Beragam gambar ditemukan di berbagai kawasan di Papua Barat. Di Kaimana ada gambar manusia dalam bermacam keadaan atau kegiatan (tanpa kaki, hamil, berburu, di dalam sangkar), hewan melata, pohon, dan peralatan (perahu, tombak, penokok sagu, topeng). Di Teluk Berau dan Misool ada gambar-gambar cap tangan manusia berwarna merah. Di kawasan Danau Sentani ada gambar berpola abstrak dalam wujud garis spiral dan lengkung.2 Betapa kaya dan kreatifnya alam pikir para leluhur!
Sayangnya, beberapa pengunjung yang datang ke sana malah merusak garca dengan membuat gambar cat semprot tepat di atasnya. Menurut para ahli, tidak mudah menghapus gambar ini karena akan menghapus garca yang ditimpanya juga.4 Sungguh keterlaluan! Bukankah kita seharusnya melestarikan warisan gambar kekayaan alam pikir leluhur itu?
Kekayaan alam pikir, yang telah membentuk garca, masih mujarab membentuk gambar-gambar kreatif di masa kini juga. Secara khusus kita bisa melihatnya dalam gambar-gambar teknik. Lewat gambar teknik, menjadi nyatalah alam pikir para insinyur dengan segala kekayaan teori dan perhitungan yang cermat. Darinya beragam peralatan, bangunan, dan fasilitas bisa diciptakan demi kebaikan masyarakat, bangsa, dan dunia.
Ambil contoh pesawat terbang. Untuk membuat alat angkut jarak jauh yang efisien ini diperlukan berlembar-lembar gambar teknik. Jika garca mengungkapkan pengetahuan para leluhur, gambar teknik pesawat terbang mengungkapkan pengetahuan para insinyur dirgantara yang melibatkan ilmu tentang aerodinamika, material, dll. Kita gembira dan bangga karena para insinyur Nusantara mampu membuat gambar teknik serumit itu. Tak lama lagi kita akan memiliki N219, pesawat hasil rancangan mereka, yang cocok untuk transportasi antarpulau.5
Contoh lainnya adalah Museum Tsunami Aceh. Bangunan moderen karya anak bangsa ini lahir dari gambar teknik yang menggunakan konsep rumah panggung Aceh, suatu contoh kearifan alam pikir Nusantara dalam merespon tsunami.6 Sebagaimana ide garca diolah dari alam setempat, demikianlah desain Museum Tsunami Aceh dibuat berdasarkan kearifan setempat. Ini tidak sederhana, karena menuntut kekreatifan tingkat tinggi.
Para insinyur Nusantara, angkatan lepas angkatan, harus meneruskan kinerja baik itu. Kekayaan alam pikir harus mereka tuangkan secara kreatif dan bertanggung jawab pada ribuan gambar teknik. Kearifan setempat perlu mereka kenali dan gali demi memperkaya gambar-gambar tersebut. Harapannya agar lahir banyak produk canggih yang mengangkat derajat bangsa.
Garca Papua telah membangkitkan kekaguman kita akan kekayaan alam pikir para leluhur di masa lalu. Gambar teknik gubahan para insinyur Indonesia pun haruslah membangkitkan kekaguman di masa kini dan masa depan. Sejarah bisa dimulai dari gambar.
.
Victor Sihombing adalah seorang karyawan di bidang konstruksi fasilitas industri yang tinggal di Depok, Jawa Barat.
.
Catatan
1 “Pre-historic drawings” dalam situs Pace. <http://www.papuaerfgoed.org/id/Pre_historic_drawings>.
2 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2008, hal. 198; “Lukisan Gua Prasejarah di Papua” dalam situs Wacana Nusantara. <http://www.wacananusantara.org/lukisan-gua-papua/>.
3 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, hal. 198-199.
4 “Inilah Situs Maimai: Tempat Ribuan Lukisan Cadas Bertebaran di Tebing-tebing Tepi Laut Kaimana” dalam situs Jelajah. <http://jelajah.id/pelestarian/inilah-situs-maimai-tempat-ribuan-lukisan-cadas-bertebaran-di-tebing-tebing-tepi-laut-kaimana.html>.
5 Hery Lazuardi. “Menanti Pesawat N219 Membelah Langit Nusantara” dalam situs Translog Today. <http://translogtoday.com/2016/03/26/menanti-pesawat-n219-membelah-langit-nusantara>.
6 Museum Tsunami Aceh dibangun oleh Ridwan Kamil, arsitek lulusan ITB yang saat ini menjadi walikota Bandung. Lihat ”Sejarah Museum Tsunami Aceh” dalam situs Museum Tsunami. <http://museumtsunami.blogspot.co.id/p/sejarah.html>; “Konsep Museum Tsunami Aceh” dalam situs Museum Tsunami. <http://museumtsunami.blogspot.co.id/p/jadwal-kunjungan.html>.