Peduli

Salam di bulan tujuh 2017, Sidang Pembaca!

Kepedulian sosial, salah satu tema agung dalam Alkitab, belumlah mendapat porsi memadai dalam pengajaran gereja-gereja—yang mengaku sangat menjunjung Alkitab sekalipun. Di sebagian gereja, ajaran tentang kesalehan sosial, yang berkaitan erat dengan kepedulian sosial, tidak dipentingkan atau digusur sama sekali oleh ajaran tentang kesalehan pribadi. (Walau, sebaliknya, sebagian gereja lain banyak bicara tentang kesalehan sosial tanpa terlalu mengurusi kesalehan pribadi.)

Akibatnya, banyak orang Kristen gagal melihat kesalehan sosial sebagai “saudara kembar” kesalehan pribadi. Tak sedikit yang terjebak mengutamakan yang satu dari yang lain. Payahnya lagi, di sementara kalangan Kristen, kepedulian sosial atau aksi sosial diremehkan  serta dipukul rata sebagai “injil sosial” yang cuma memikirkan keselamatan jasmaniah manusia tapi tidak soal keselamatan rohaniah manusia.

Tentu saja itu menyedihkan. Karenanya, bulan ini Komunitas Ubi (Kombi) menyuguhkan lima tulisan tentang lima tokoh Kristen saleh dari berbagai bangsa yang mencurahkan hidup dalam perjuangan sosial. Sebagian mereka berpeluang melakukannya sambil membawa jiwa-jiwa kepada Kristus, sebagian lagi tidak. Tapi semuanya membuat Allah dipermuliakan lewat perbuatan baik, yakni “terang” yang “bercahaya di depan orang” (Mat. 5:16).

William Wilberforce (1759-1833), politisi asal Inggris, peduli kepada budak-budak Afrika lalu memperjuangkan rancangan undang-undang penghapusan perbudakan yang sembilan kali ditolak sebelum akhirnya diterima oleh parlemen negerinya. Perjuangannya, menurut Samsu Sempena, serasi dengan titah Allah untuk “membuka belenggu-belenggu kelaliman” (Yes. 58:6).

Booker T. Washington (1856-1915), pendidik asal AS, peduli kepada kaum kulit hitam yang kerap terdiskriminasi di negerinya lalu memperjuangkan peningkatan taraf hidup mereka. Perjuangannya, menurut Victor Samuel, menunjukkan penghayatan terhadap sabda Allah, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang” (Yer. 29:7).

Pandita Ramabai (1858-1922), pembaharu sosial asal India, peduli kepada kaum wanita, khususnya janda, lalu memperjuangkan hak mereka yang pada waktu itu tak diperhitungkan di negerinya. Perjuangannya, menurut Herdiana Situmorang, sejalan dengan firman Allah, “Belalah hak anak-anak yatim, perjuangkan perkara janda-janda!” (Yes. 1:17).

Toyohiko Kagawa (1888-1960), pembaharu sosial asal Jepang, peduli kepada kaum miskin lalu memberi dirinya untuk tinggal dan melayani di antara mereka yang terpinggirkan di negerinya. Perjuangannya, menurut Febroni Purba, diwarnai oleh perkataan orang bijak dalam Alkitab, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia” (Ams. 14:31).

Lee Tai-young (1914-1998), pegiat hukum asal Korea, peduli kepada kaum wanita lalu memperjuangkan pengubahan hukum yang diskriminatif terhadap mereka di negerinya. Perjuangannya, menurut S.P. Tumanggor, mencerminkan kerinduan pemazmur dalam Alkitab bahwa “keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman” (Mzm. 85:11).

Kesalehan tidak menahan tapi justru mendorong kelima tokoh itu untuk terjun mengejawantahkan kepedulian sosial dan mengupayakan perubahan sosial yang baik. Sejak saat ini dan seterusnya, semoga gereja-gereja mengajarkan kepedulian sosial yang alkitabiah dalam porsi memadai. Semoga dunia menyaksikan dan mendapat banyak manfaat oleh lahirnya lebih banyak lagi pejuang sosial dari antara umat Kristen.

Selamat ber-Ubi.

Komunitas Ubi