Oleh Efraim Sitinjak
Alkisah ada seorang kesatria yang masih hijau di dunia persilatan. Untuk bisa menjalankan tugasnya membela kebenaran, dia menempa dirinya dengan keras di sebuah tempat. Ia menempa fisik, mental, dan akal budinya di Kawah Candradimuka. Setelah mengasah fisik, melatih mental, membina budi, berangkatlah ia membela kebenaran.
Sebagai murid Kristus, kita juga ditentukan untuk menjadi kesatria. Kita diperlengkapi untuk melakukan perbuatan baik (2 Timotius 3:17).
Jika panggilan hidup kesatria di atas adalah membasmi kejahatan, panggilan hidup yang kita terima dari Tuhan adalah melakukan perbuatan baik di berbagai bidang: sekolah, lembaga pelayanan, ladang misi, dunia bisnis, pekerjaan sosial, pemerintahan, dan lain sebagainya. Untuk melakukan pekerjaan baik itu, kita juga harus mempersiapkan diri dengan baik. Kita juga harus melatih diri dengan keras. Tuhan pun sudah menyiapkan Kawah Candradimuka bagi kita: gereja.
Gereja adalah jemaat Tuhan. Sejatinya, ia bukanlah bangunan buatan manusia. Seperti yang tertulis dalam Matius 16:18, Tuhan sendirilah yang mendirikan jemaat-Nya. Sungguh sebuah anugerah bagi kita bahwa Tuhan sendiri yang menjadi inti dari jemaat-Nya, bukan gedung apa pun dan teologia apa pun. Inti ini bukanlah sesuatu yang bisa dihancurkan.
Di Kawah Candradimuka, sang kesatria melatih diri siang dan malam. Dilatihnya fisiknya agar tangguh dan sanggup bersilat. Dilatihnya mentalnya agar tak goyah menghadapi cobaan, rayuan, dan siksaan. Dilatihnya akal budinya agar ia tahu berbuat bijak, menghindari celaka, setia pada kebenaran.
Dalam gereja, umat Tuhan pun diharapkan untuk saling membangun dan melatih diri. Kisah Para Rasul 2:42-47 menggambarkan bagaimana jemaat mula-mula bertekun dalam pengajaran para rasul, bersekutu, memuji Tuhan. Salomo pun berkata dalam Amsal bahwa yang menajamkan manusia adalah manusia juga. Jadi jemaat Tuhan bisa saling menajamkan lewat penggalian Alkitab, pembinaan di kelompok kecil, kegiatan sosial, dan sebagainya—bukan dengan nilai-nilai dunia yang mungkin merusak. Nilai kebenaran kita adalah firman Tuhan. Teladan kita adalah Yesus.
Konon Kawah Candradimuka selalu menghasilkan kesatria yang tangguh. Setiap kesatria tidak mempan diperalat untuk berbalik arah. Supaya bisa menghentikan pembinaan para kesatria, para penjahat sepakat menghancurkan kawah tersebut. Namun, para kesatria bertempur melindungi Kawah Candradimuka dengan segenap kekuatan, sebab mereka mencintainya.
Sama seperti Kawah Candradimuka, jemaat Tuhan—Gereja—sering direncanakan untuk dihancurkan, baik dari dalam maupun dari luar. Meskipun begitu, kita dapat memegang janji Tuhan bahwa maut pun takkan bisa menguasai jemaat-Nya. Dan kita juga harus siap untuk berjuang membela jemaat Tuhan.
Kita mencintai jemaat karena jemaat adalah kediaman Tuhan. Tuhan bersemayam dalam hati setiap kita. Gedung gereja bisa hancur sampai batu terakhir, namun jemaat Tuhan takkan berakhir. Jemaat Tuhan—Gereja—adalah kepunyaan Allah.
Kita mencintai Gereja sebab kepunyaan Allah sungguhlah baik. Kita mencintai Gereja karena di situlah kita bisa ditempa menjadi kesatria Kristus. Kita mencintai Gereja karena di sanalah kita dirsiapkan untuk setiap perbuatan baik yang ditentukan kita.
.
Efraim adalah seorang konsultan kebijakan publik yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.