Menerobos Dinding Enggan Membaca

Salam di bulan sembilan 2011, Sidang Pembaca!

Enggan membaca adalah sikap banyak orang Indonesia ketika diperhadapkan dengan buku. Sikap ini menjulang sebagai dinding tebal yang menghalangi bangsa dari rupa-rupa kebaikan. Ketika membaca buku—“jendela dunia”—dianggap membosankan dan menghabiskan terlalu banyak waktu, maka tercekiklah napas kemajuan bangsa di balik “jendela-jendela” yang tak dibuka itu.

Komunitas UBI memandang penting usaha menerobos dinding tersebut. Dalam rangka itulah lima peladang, yakni penulis, yang gemar menghabiskan waktu dengan bacaan, menggulirkan ide-idenya.

Masalah besar kita, menurut S.P. Tumanggor, adalah kebangkitan generasi cukup-dengar-lihat. Generasi ini berciri-ciri: malas membaca dan merasa cukup mendengar atau melihat ceramah, sajian, tontonan saja. Akibatnya, kekayaan ide yang terpendam dalam sejuta buku tak pernah tergali dan terkaji maksimal bagi kemajuan bangsa.

Sebetulnya tidak ada alasan untuk enggan membaca, lanjut Hendy Yang, sebab zaman ini memenuhi hidup kita dengan bacaan dan melatih kita untuk terus membaca. Ada banyak informasi dan bantuan yang kita peroleh dari tulisan yang sedikit dan sepele saja, misalnya: petunjuk buka pintu di toko swalayan. Betapa lebih banyak lagi yang bisa kita peroleh dari tulisan yang banyak dan berbobot!

Monalisa Malelak mengupas dua alasan besar yang membuat orang Indonesia enggan membaca. Sikap mengikuti suasana hati dan lebih suka keramaian (daripada bersunyi sepi membaca) menuntun kepada pelemahan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ini mendesak kita banyak membaca untuk mengubah status—lebih dari segala status di jejaring sosial—menjadi pribadi yang berkualitas dan memberkati orang lain.

Viona Wijaya mengkritisi secara khusus sikap banyak orang Kristen yang membedakan derajat buku rohani dengan buku non-rohani. Dengan mengutamakan bacaan rohani di atas bacaan non-rohani, orang Kristen sebetulnya merugikan kekristenan sendiri dan juga keindonesiaan. Jadi, demi kebaikan Gereja dan bangsa, persamaan derajat harus diberlakukan atas buku rohani dan non-rohani.

Menutup rangkaian tulisan bulan ini, Otniel Rony Pati Meliala menegaskan bahwa membaca adalah kunci penting untuk mengubah bangsa Indonesia. Sejarah telah membuktikan kaitan erat antara kemajuan peradaban manusia dan kegiatan membaca. Generasi gemar baca harus bangkit untuk melepaskan cap bodoh, bobrok, dan tak beradab yang melekat pada bangsa kita.

Guliran sekalian ide itu menghunjam langsung ke dinding enggan membaca. Tetapi untuk berhasil menerobos dinding tak menguntungkan itu dibutuhkan kesadaran dan upaya bersama yang lebih padu lagi. Sidang pembaca, mari bersatu dalam semangat mengubah sikap dan cara pandang yang merugikan. Singkirkan keengganan dan mulailah membaca untuk kemajuan pribadi, bangsa, dan Gereja!

Selamat ber-UBI.

One thought on “Menerobos Dinding Enggan Membaca

  1. Ully Natalya Manik

    bicara mengenai membaca, saya sangat setuju dengan pendapat kak monalisa malelak. tapi mungkin salah satu penyebab kenapa anak anak muda jaman sekarang lebih menyukai suasana ramai dan lebih suka mendengar baik itu ceramah atau seminar daripada membaca dan menggali ide-ide bacaan yang terkandung didalamnya, karena budaya membaca kurang dipupuk atau diajar oleh para pembimbing (Guru, dosen, orangtua). sehingga seringkali orang menunda-nunda utk membaca, kemudian tidak membaca dan akhirnya merasa terlambat untuk menyukai membaca. *pengalaman pribadi.

    Reply

Tinggalkan Balasan ke Ully Natalya Manik Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *