Duet Cantik Senior-Junior

Salam sejahtera di bulan tujuh 2012, Sidang Pembaca!

Dalam dunia tarik suara, berduet dikenal lebih sulit daripada bersolo. Ketika berduet, dua orang biduan tidak dapat menyanyi “sekehendak hati” seperti ketika mereka bersolo. Keduanya mesti bersatu hati dan meredam ego masing-masing demi penampilan yang cantik.

Jika hubungan senior-junior diumpamakan dengan duet, rasanya kita lebih mudah menemukan duet yang timpang alias tidak cantik. Yang senior sering kali “menyanyi” secara lebih dominan daripada yang junior. Hal ini tentu saja akan berakibat buruk bagi kemajuan pribadi, organisasi, bangsa, ataupun Gereja. Karena itu Komunitas Ubi menurunkan lima peladang untuk menuliskan ide-ide seputar duet senior-junior.

Victor Sihombing menunjukkan bahwa status senior-junior tak mungkin dihindari. Sudah menjadi pola dasar alam semesta bahwa ada yang lahir duluan dan belakangan, ada senior dan junior. Kedua status ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tetapi keduanya bisa saling melengkapi. Ketika kelebihan senior dan kelebihan junior dipadukan dalam kerja sama yang manis, kejayaan pun mudah diraih.

Hormat kepada senior dianjurkan dalam Alkitab—dan juga dalam berbagai budaya dan agama besar. Namun, penyalahgunaan kesenioran tak pernah disetujui Alkitab. Bertolak dari Kitab Ayub, S.P. Tumanggor mengungkapkan lewat dua babak tulisan bahwa kita patut berontak—dalam koridor kepantasan—terhadap penyalahgunaan kesenioran. Nyaris tak pernah diperhatikan pembaca Alkitab bahwa Ayub, dan juga Elihu, adalah teladan baik untuk tindakan itu.

Sarpianto menyayangkan maraknya dominasi senior dalam organisasi. Supaya bisa maju, organisasi selalu butuh penyegaran ide, dan penyegaran ide acap kali datang bersama angkatan baru, yakni para junior. Alih-alih mendominasi, senior seharusnya meleluasakan junior jadi kreatif dan mandiri dengan memberi mereka kesempatan dan kepercayaan. Jika dominasi senior dibiarkan dalam organisasi, besar kemungkinan organisasi itu akan terseok atau terantuk di tengah dinamika zaman.

Komunitas Kristen tak luput pula dari praktik kesenioran yang tak sehat. Viona Wijaya mengamati bahwa hal itu dapat dan telah mematikan kekreatifan dan kekritisan para junior, bahkan merintangi inovasi kalangan Kristen. Syukurlah beberapa komunitas Kristen terus berupaya memberi ruang bertumbuh yang nyaman bagi para junior. Hal positif ini patut ditiru oleh komunitas-komunitas lainnya.

Monalisa Malelak menutup rangkaian tulisan bulan ini dengan menunjukkan bagaimana budaya sering turut berperan dalam menimpangkan hubungan senior-junior. Budaya yang merugikan harus didobrak dan para junior, khususnya, harus mendobraknya dengan karya nyata yang bermutu—yang super!

Mengupayakan duet cantik senior-junior memang bukan perkara mudah. Tapi membiarkan duet yang timpang jelas bukan pilihan bijak. Yang amat penting di sini adalah kesadaran tiap kita bahwa banyak hal baik dapat diwujudkan jika kita menanggalkan ego masing-masing, sebagai senior atau junior, dan bekerja sama dalam keselarasan. Kalau kesadaran ini sudah terbangun, kita akan menyaksikan duet cantik senior-junior memajukan bangsa, Gereja, dan dunia.

Selamat ber-Ubi!

Penjenang Kombi

One thought on “Duet Cantik Senior-Junior

Tinggalkan Balasan ke rusmanfebrio Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *