Indonesia Masih Sakit

Oleh Maria Tan

Menjelang tujuh dasawarsa usia kemerdekaan Indonesia, pertumbuhan pusat-pusat kesehatan di seluruh tanah air semakin pesat. Informasi kesehatan pun semakin mudah diakses oleh hampir semua kalangan masyarakat. Di Kalimantan Barat, daerah asal saya, lebih dari empat rumah sakit telah dibangun dalam kurun waktu dua tahun ini. Klinik-klinik tumbuh subur di setiap kecamatan. Hal ini menunjukkan kemajuan yang menggembirakan.

Namun, saat fasilitas dan informasi kesehatan berkembang baik, apakah kesehatan masyarakat Indonesia sudah membaik? Sedihnya, fakta-fakta menunjukkan bahwa Indonesia masih sakit—belum menikmati kemerdekaan kadar tinggi dalam hal kesehatan.

Penyakit menular seperti tuberkulosis (TB), diare dan demam berdarah masih menjadi masalah di hampir semua pusat kesehatan. Ambil contoh tuberkulosis. Pada tahun 2010, Indonesia merupakan penyumbang kasus TB terbanyak kelima di dunia. Walaupun ada kemajuan dalam pengendalian TB, Indonesia belum bisa dikatakan merdeka dari penyakit ini. Angka kesakitannya masih cukup tinggi, yaitu 285 per 100.000 penduduk, dan angka kematiannya 169 jiwa per hari.1

Di sisi lain, penyakit tidak menular malah semakin menghantui masyarakat. Angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 41,7 persen pada tahun 1995 menjadi 59,5 persen pada tahun 2007. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan tingginya kejadian penyakit tidak menular di Indonesia, antara lain hipertensi (31,7%), penyakit jantung (7,2%), strok (0,83%), diabetes melitus di perkotaan (5,7%), dan lainnya.2 Strok merupakan penyebab kematian utama di Indonesia, yaitu 15,4 % dari total penyebab kematian. Itulah sebabnya Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan jumlah penderita strok terbesar di Asia!3

Semua data di atas membuktikan bahwa kita belum merdeka sepenuhnya dalam hal kesehatan. Perjuangan meraih kemerdekaan yang penuh, menurut saya, ditentukan oleh faktor-faktor kesadaran masyarakat, kinerja baik tenaga kesehatan, serta peran penyedia informasi kesehatan dan pemerintah.

Kesadaran masyarakat untuk mandiri menjaga kesehatannya sangat penting. Sebagai contoh, penyakit demam berdarah yang masih merajalela di Indonesia sebetulnya mudah ditanggulangi dengan kesadaran masyarakat mencegah perkembangbiakan nyamuk. Di kecamatan tempat saya bekerja sebagai dokter, masing-masing keluarga memiliki lebih dari lima bak penampungan air, mengingat persediaan air di daerah ini terbatas. Namun, karena banyak keluarga tidak punya kesadaran untuk menjaga bak-baknya dari jentik nyamuk, daerah ini tidak kunjung merdeka dari demam berdarah. Masyarakat Indonesia juga akan mudah menderita penyakit-penyakit tidak menular jika tidak punya kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat seperti berolahraga, mengatur pola makan, dsb.

Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, ahli gizi, dan lainnya) harus terus meningkatkan kinerja dan selalu memprioritaskan kesehatan masyarakat. Pelayanan menyeluruh (pencegahan, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi) dapat terlaksana jika tenaga-tenaga kesehatan saling bekerja sama sesuai dengan standar kompetensi masing-masing.

Penyedia informasi kesehatan sepatutnya selalu memberikan informasi yang benar sehingga masyarakat tertolong untuk mengetahui dan mencegah penyakit. Namun, masyarakat juga harus cerdas dan cermat dalam mencerna informasi yang beredar. Beberapa waktu lalu, terdapat informasi di televisi dan situs jejaring sosial yang menganjurkan agar bayi di bawah enam bulan tidak diimunisasi. Payahnya, informasi itu dituruti oleh sebagian masyarakat.

Pemerintah memegang andil besar dalam memeratakan pelayanan kesehatan dan menentukan kebijakan bidang kesehatan di seluruh Indonesia. Saat ini, pertumbuhan dan kualitas pusat-pusat kesehatan di seluruh tanah air belum merata, baik dalam hal bangunan, kelengkapan peralatan dan obat, maupun jumlah tenaga medis. Rata-rata masyarakat desa lebih susah mendapatkan pengobatan optimal dibanding masyarakat kota. Kebijakan jaminan kesehatan, pelaksanaan program kesehatan, dan jaminan kebenaran informasi kesehatan harus pula ditingkatkan. Bagi pelanggar kebijakan haruslah ada sanksi yang jelas dan tegas.

Saya dan, pastinya, seluruh rakyat Indonesia rindu menyaksikan derap padu masyarakat, tenaga kesehatan, penyedia informasi kesehatan, dan pemerintah di bidang kesehatan. Derap padu itulah modal untuk memulihkan Indonesia yang masih sakit.

.

Maria adalah seorang dokter yang tinggal di Mempawah, Kalimantan Barat.

.

Catatan

1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011. Jakarta, 2011.

2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dari Penyakit Menular ke Tidak Menular. Jakarta, 2011

3 “Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam” dalam situs Yayasan Stroke Indonesia,03.07.2012.<http://www.yastroki.or.id/read.php?id=317>.

One thought on “Indonesia Masih Sakit

  1. Stevanus

    Tulisan yang bagus, dan dapat menjadi perenungan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia medis.
    Pada dasarnya segala sesuatu yang mempunyai nilai jual selalu mengundang konflik kepentingan. Tak terhindarkan juga dalam dunia medis.
    Sebagai salah satu kebutuhan pokok, kesehatan menjadi komoditi jual yang menggiurkan bagi grup-grup perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya, oknum-oknum rumah sakit swasta kini berpindah orientasi dari pelayanan kesehatan menjadi berorientasi kepada profit.

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *