Oleh S.P. Tumanggor
Di seputar bola dunia, berjuta-juta umat Kristen masih melafalkan syahadat bersejarah yang berbunyi, antara lain: “Yesus Kristus … lahir dari anak dara Maria, menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut, bangkit pula pada hari yang ketiga.”1
Petikan syahadat khidmat tersebut mencakup peristiwa-peristiwa akbar yang terus diperingati umat Kristen: Natal (kelahiran Kristus), Jumat Agung (kematian Kristus), dan Paskah (kebangkitan Kristus). Dari tiga peristiwa, hanya kematian Kristus saja yang boleh dibilang bersifat alami: seorang anak manusia disalibkan lalu mati. Dua yang lain, kelahiran dari anak dara dan kebangkitan dari kematian, amat sangat kentara sifat supraalaminya.
Di antara dua yang supraalami itu, berlandaskan penegasan Alkitab, Paskah adalah lebih besar dari Natal (meski Natal lebih ramai dirayakan umat Kristen). Tanpa kebangkitan Kristus, tidak ada artinya kelahiran-Nya yang dari anak dara, bahkan kematian-Nya di kayu palang. Itulah sebabnya dalam Alkitab tertulis: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor. 15:17), bukan: “Jika Kristus tidak dilahirkan …”
Iman umat Kristen sepenuhnya bertumpu pada peristiwa supraalami kebangkitan Kristus. Tanpa yang supraalami ini rubuhlah seluruh bangunan kosmologi Kristen tentang dosa sebagai masalah utama manusia yang ditangani Allah lewat kematian dan kebangkitan seorang Mesias, seorang Juruselamat.
Melebarkan bahasan sedikit, peristiwa supraalami bukanlah monopoli agama Kristen semata. Agama-agama lain pun menuturkan peristiwa-peristiwa supraalami yang dinyatakan terjadi dalam sejarah dan tertulis dalam kitab suci. Peristiwa supraalami dalam satu agama mungkin tak dipercayai umat agama lain, tetapi faktanya tak berubah: umat agama itu memiliki dan mempercayai kesaksian bahwa peristiwa itu pernah terjadi. Dalam hal Paskah, ada berlimpah peneguhan dari para saksi mata yang berjumpa Kristus secara jasmani setelah Ia bangkit dari kematian.
Manusia moderen, hidup di iklim rasional ala Barat, cenderung ragu dan risih terhadap hal-hal supraalami. Yang kena dampak besar adalah agama, karena dalam agama manusia diperhadapkan kepada peristiwa-peristiwa supraalami. Namun, banyak fakta zaman mutakhir tetap mendukung klaim agama tentang keberadaan yang supraalami. Hal-hal seperti kesembuhan ajaib tanpa bantuan medis, santet, ilmu gaib masyarakat tradisional, dsb. membuktikan—secara positif atau negatif—bahwa hidup manusia tak melulu bersentuhan dengan yang alami.
Terlepas dari semua itu, peristiwa supraalami dalam agama-agama bisa dipandang sebagai pengakuan adanya kuasa lebih tinggi dari manusia yang sudi berperan dalam kehidupan manusia. Paskah jelas mengungkapkan hal itu, sebagaimana ditandaskan Alkitab: “Allah … telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian … yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” (1 Petrus 1:3-5).
Tindakan Allah “melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus” adalah supraalami, sebab ini bukan kelahiran dari rahim perempuan tetapi dari Roh-Nya. Dan dalam tindakan itu ada harapan untuk hidup yang akan datang (“di sorga”) dan hidup saat ini (“sementara kamu menantikan”). Inilah kebangkitan supraalami dari kuasa dosa sehingga manusia bisa melenggang kelak ke surga suci tanpa dibebani noda dosa dan bisa berkarya baik kini di dunia, di tengah masyarakat dan bangsa.
Jadi, salah satu pesan penting Paskah adalah agar umat Kristen bangkit mengandalkan yang supraalami dalam kiprahnya di dunia. Jerih payah alami untuk menanggulangi permasalahan masyarakat tentu saja tetap dilancarkan, disungguh-sungguhkan, tapi sudah pasti yang alami belaka punya banyak keterbatasan di muka tantangan multidimensi. Yang supraalami dibutuhkan!
Di sini nalarnya sederhana saja: Jika Allah, kuasa yang lebih tinggi, memang sudi berperan dalam hidup manusia, mengapa tidak menyambut, mengandalkan, dan meleluasakan-Nya? Maka jelas-jernihlah bahwa kiprah dan jerih kristiani di dunia tak pernah bisa lepas dari kesupraalamian Paskah, dari “Dia [Kristus] dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya” (Fil. 3:10).
.
S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa dan penulis yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1 Syahadat alias persaksian/pengakuan iman ini dikenal dengan nama “Pengakuan Iman Rasuli.” Meski tidak semua organisasi gereja “mewajibkan” jemaatnya menghafal dan mengumandangkan Pengakuan Iman Rasuli, umat Kristen secara umum meyakini isi atau butir-butir dari pengakuan iman tersebut.