Oleh Ericko Sinuhaji
Kepemimpinan Indonesia sekarang berada di titik nadir! Bayangkan, menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), 70% rakyat Indonesia hari ini kecewa terhadap kinerja pemimpin tertinggi kita. Itu terjadi karena pemimpin kita “ragu-ragu dalam memutuskan … ragu-ragu dalam menegakkan konstitusi.”1
Gaya kepemimpinan ragu-ragu tentulah gaya kepemimpinan lemah, dan gaya kepemimpinan lemah menimbulkan banyak masalah. Sulitnya bangsa kita bersaing di pentas global dan merebaknya konflik sektarian di masa kini membuktikan hal itu. Padahal di masa depan kita akan menghadapi tantangan-tantangan besar, misalnya era pasar bebas. Kita butuh pemimpin yang tidak ragu-ragu untuk mantap menghadapi masa depan.
Jelas itu menuntut suatu pembaharuan etos kepemimpinan di Indonesia. Zaman mendesak kita untuk segera menempa para pemimpin bergaya baru. Untuk itu, kita sebetulnya bisa belajar dari etos kepemimpinan lama yang pernah ada di Indonesia. Secuplik cerita berikut tentang dua tokoh masa lalu dapat mengilhami kita dengan ide tentang kepemimpinan yang mumpuni.
Siapa bisa melupakan Bung Karno? Teguh memperjuangkan cita-cita, berwibawa, dan berani membela kepentingan rakyat merupakan ciri khasnya. Penjara dan tempat pengasingan menjadi saksi dari keteguhannya dalam mewujudkan gagasan “Indonesia Merdeka.” Pidato-pidatonya yang hidup mengilhami orang banyak. Gebrakannya menasionalkan perusahaan asing, sekalipun dikecam kalangan internasional, menunjukkan keberpihakan pemimpin kepada rakyat.
Tokoh lainnya, L.N. Palar, dubes pertama RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), gigih berdebat dengan pihak Belanda di gedung PBB demi kemerdekaan Indonesia. Ia tidak kenal rasa rendah diri dalam beradu pendapat dengan bangsa kulit putih, para “tuan” penjajah di masa itu. Tangguh berdiplomasi, mahir bicara, pintar, Palar menunjukan bagaimana semua ciri kepemimpinan itu harus dibaktikan demi pencapaian besar bangsa.2
Pemimpin Indonesia masa depan haruslah mengusung gaya “baru” seperti itu. Wibawanya dibutuhkan untuk menyatukan bangsa kita yang mulai koyak oleh perpecahan sektarian. Ketegasan dan keteguhannya akan menuntaskan banyak masalah di negeri kita—suatu kemewahan yang tidak diberikan pemimpin peragu-ragu. Dan dengan berbagai kebijakan ia berani mengutamakan kepentingan orang banyak, bukan kepentingan segolongan orang saja; berani membuat projek-projek yang menguntungkan kaum miskin, bukan yang menguntungkan kaum menengah-atas saja.
Ketangguhan berdiplomasinya sangat kita butuhkan, mengingat peperangan masa kini lebih merupakan soal pengaruh daripada soal fisik. Kemahirannya berbicara di tataran bangsa-bangsa akan membuat Indonesia berposisi tawar kuat di dunia. Kepercayaan dirinya akan meyakinkan rakyat bahwa kita mampu berdikari. Kepintarannya akan menemukan cara-cara terbaik untuk mengorganisir pengolahan segala sumber daya yang kita miliki—untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Demi mewujudkan kepemimpinan gaya baru itu kita butuh upaya-upaya yang sistematis dalam menggembleng generasi muda bangsa, bibit-bibit pemimpin masa depan. Pengajaran nasionalisme harus sangat digelorakan di keluarga-keluarga dan di sekolah-sekolah. Tujuannya agar para calon pemimpin dibekali semangat dan wawasan membela kepentingan bangsa dan rakyat semesta.
Sementara itu, tentunya baik sekali kalau ada kewajiban berorganisasi di segala level pendidikan nasional, minimal kewajiban mengikuti kegiatan Pramuka. Dalam organisasilah para tunas bangsa dapat mengasah kemahiran dan ketangguhan berdiplomasi. Pendidikan kepemimpinan juga perlu digelar dan diarahkan untuk membentuk wibawa kepemimpinan. Cara pembelajaran di sekolah harus dirombak untuk menciptakan generasi pintar-cerdas. Pendidikan kita harus lebih mengutamakan siswa “mengerti” daripada sekadar “mengingat” (seperti yang terjadi selama ini).
Awal tahun baru ini baiklah kita jadikan titik tolak perupaan kepemimpinan gaya baru bagi bangsa kita. Berwibawa, teguh, berani, percaya diri, pintar—semua itu harus menjadi bagian dari ciri-ciri utama pemimpin masa depan. Semua itu adalah modal untuk membawa bangsa menuju masa depan yang gemilang. Tampillah di Indonesia, hai para pemimpin bergaya baru!
.
Ericko adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1 “Survei LSI: 70 Persen Rakyat Kecewa dengan Kepemimpinan SBY” dalam situs plasamsn. <http://berita.plasa.msn.com/nasional/okezone/survei-lsi-70-persen-rakyat-kecewa-dengan-kepemimpinan-sby >.
2 “Pahlawan Nasional LN Palar Dilupakan di Tanah Kelahirannya” dalam situs Kompas. <www.regional.kompas.com/read/2013/11/09/0915462/Pahlawan.Nasional.LN.Palar.Dilupakan.di.Tanah.Kelahirannya >.
menarik membaca usulan penulis soal perlunya kewajiban berorganisasi di semua level pendidikan–khususnya yg berkaitan dgn kemahiran memimpin. scra khusus, saya brharap usulan ini giat digaungkan kpada mahasiswa yg ikut dlm lembaga2 pelayanan. krna saya melihat sptnya mahasiswa yg masuk pembinaan di sebuah lembga pelayanan cenderung enggan utk berorganisasi, khususnya yg ada di kampus2. ini hanya penilaian pribadi saya krna dulu wktu kuliah begitu kenyataannya yg saya lihat dlm sebuah lembaga pelyanan yg saya ikuti. semoga tidak demikian dgn lembga pelayanan di tempat lain,hehehhee.
Terima kasih atas komentarnya, Paul. 🙂
Ya, kita tentu rindu melihat semakin banyak mahasiswa-mahasiswa hebat yang dihasilkan berbagai perguruan tinggi di negeri ini. Khususnya yang memiliki kemampuan dalam memimpin. Dan tugas kita lah menyuarakan kesadaran akan pentingnya berorganisasi saat menempuh pendidikan sebagai mahasiswa.
Salam perjuangan, Impal!
Saya sependapat dengan impal berkaitan dengan harus adanya upaya sistematis dalam menggembleng kepemimpinan bagi bangsa ini. Secara pribadi saya memandang bahwa selain mengandalkan sekolah sebagai salah satu lingkungan tempat tumbuh seseorang, keluarga memegang peranan yang juga tidak kalah pentingnya. Kepemimpinan pasti juga akan timbul dari percontohan yang baik dari sang bapak-ibu si pribadi karena tidak bisa dipungkiri merekalah yang menjadi langkah awal sang anak dalam mengerti paradigma otoritas dan wibawa. Jadi saran konkrit mungkin kalau impal nanti punya anak (dan saya juga nantinya… Amin), mari kita gembleng mereka dengan nilai-nilai kepemimpinan.