Karakter, Keahlian, Kemampuan Adaptasi (2)

Wawancara S.P. Tumanggor dengan Abram Sinaga

Apakah kata “akrab” atau “karib” bisa menggambarkan hubungan Anda dengan teman-teman non-Kristen di BEM?

Oh ya, sangat. Bahkan dengan beberapa teman non-Kristen saya merasa seperti lebih akrab daripada dengan teman Kristen. Kami sering bicara masalah pacar, masalah pekerjaan, masalah mimpi-mimpi. Mereka sering mengajak naik gunung. Mereka sering juga lebih bisa menerima kekurangan orang. Ketika saya jatuh, atau ketika kemarin saya gagal di sidang, mereka tidak akan memilih menggosipkan tapi mengajak mengobrol untuk menghibur. Saya belajar “akrab” dan “karib” itu dari mereka.

Apakah Anda memandang penting mahasiswa Kristen masuk organisasi kampus seperti BEM? Mengapa?           

Saya menganggap penting—untuk menghindari eksklusivitas. Kegiatan pelayanan itu bagus, tapi kegiatan pelayanan itu umumnya tertuju ke kita, sesama Kristen. Itu membuat kita eksklusif. Tapi tidak demikian ketika kita masuk ke BEM, masuk kemahasiswaan. Ini tidak hanya dialami teman-teman Kristen. Teman-teman saya yang Muslim, yang dibesarkan oleh pelayanan Muslim, juga belajar beradaptasi. Jadi BEM itu seperti wadah Indonesia. Kita bergaul dengan orang yang bahkan “tidak beragama” sekalipun. Saya belajar dari seorang yang saya bina—dia dari pelayanan Muslim. Dia bilang dia dibesarkan di lingkungan homogen, tapi dia baru melihat di kemahasiswaan bahwa orang/pemimpin yang berhasil adalah orang yang mampu memimpin di lingkungan heterogen. Itu pentingnya masuk BEM.

Dari pengalaman dan pengamatan Anda, bagaimana antusiasme mahasiswa Kristen untuk masuk ke BEM?

Sangat rendah.

Kira-kira mengapa? Adakah isu-isu atau masalah khusus yang Anda amati?

Biasanya orang Kristen [di kampus] itu ada dua: yang pelayanan dan yang tidak pelayanan. Yang pelayanan habis waktunya di pelayanan. Yang tidak pelayanan aktif di himpunan. Jadi tidak terintegrasi. Saya merasa minat itu rendah karena memang tidak diajarkan peka terhadap lingkungan—khususnya yang di pelayanan. Sepertinya kita berpikir bahwa dengan pelayanan, kita sudah baik—kita bersekutu dengan orang baik. Benar, kita harus bergaul di pelayanan, kita harus saling mengenal, tapi jangan membatasi diri untuk bergaul dengan yang lain. Kalau kita bergaul dengan yang lain, kita datang ke masyarakat sekitar, kita lebih peka dan tahu isu lingkungan.

Apa hal-hal yang harus diantisipasi mahasiswa Kristen untuk memasuki organisasi yang bersifat nasional atau yang non-Kristen?

Pluralitas. Pluralitas adalah perbedaan, harus dibedakan dengan pluralisme—paham yang menganggap semua agama benar. Sebagai orang Kristen, kita belajar tentang kasih, tapi kita juga belajar konsisten tentang kebenaran. Ketika kita tahu kebenaran, ya kita beritakan, tapi jangan pernah paksakan orang untuk mengakuinya. Yang kedua, kurangi penggunaan kata-kata yang biasa digunakan di pelayanan. Itu membuat orang tidak nyaman. Lihat-lihatlah keadaan lingkungan kita.

Kita harus menganggap apa pun yang kita kerjakan adalah untuk Tuhan. Banyak teman-teman di pelayanan sering mengabaikan  ketegasan dan sesuatu yang benar, misalnya: kita sering telat, kita sering berkompromi, atau kita mengerjakan sesuatu asal-asalan. Nah, ini perlu diperbaiki. Sering saya lihat: ketika orang berbicara banyak tentang agama, tapi dia tidak menjadi teladan, respek terhadapnya turun.

Apa harapan Anda bagi mahasiswa Kristen dalam kaitan dengan organisasi umum atau kebangsaan seperti BEM?

Pertama, milikilah mental kepemimpinan yang melayani: kepemimpinan yang mendatangi orang, mendengarkan kisah-kisah orang. Kedua, ketika kita sudah memilih jurusan, kita punya keahlian, kembangkanlah itu. Saya mengutip satu hadis [yang saya dapatkan] dari teman saya, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” Jadi, kita jangan takut bersaing, tapi bersaing bukan untuk saling mematikan, melainkan untuk memberi manfaat bagi orang lain. Orang Kristen jangan jago kandang, tapi bersainglah secara positif.

. 

S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa dan penulis yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *