Kenal Orisinal

Salam sejahtera di bulan dua 2015, Sidang Pembaca!

Bangsa-bangsa maju, secara khusus bangsa-bangsa Barat, merengkuh kemajuannya lewat karya-karya orisinal di berbagai lapangan kehidupan. Ditunjang kekreatifan dan keseriusan, karya-karya itu menjadikan mereka berpengaruh terhadap bangsa-bangsa lain di dunia. Sewaktu berkarya, mereka umumnya mengharamkan peniruan belaka. Kalaupun mula-mula harus meniru, mereka kemudian mengembangkan hal yang ditiru kepada kekhasan dan keunikan. Mereka sangat mengenal keorisinalan.

Berbanding terbalik dengan mereka, kita, orang Indonesia, umumnya lebih suka meniru dan membuntuti saja segala karya keren dan beken dari bangsa-bangsa maju, khususnya Barat. Kita puas dengan kinerja macam itu dan cenderung malas, tak berani, atau tak terpikir untuk mengembangkan karya khas dan unik yang sesuai dengan konteks ruang dan zaman kita. Tak heran kita tak kunjung menjadi bangsa maju. Tak kenal orisinal menjadi aral yang merintangi kemajuan.

Aral itu tentulah perlu kita singkirkan secara bergotong-royong. Karenanya, kali ini Komunitas Ubi (Kombi) memutuskan untuk membahas keorisinalan Barat lewat beberapa karya budayawi mereka yang digandrungi dunia. Seluruh bahasan ditujukan untuk, dan mudah-mudahan bisa, menjadi perangsang ataupun pengenalan keorisinalan bagi kita. Lima peladang turun tangan dan menuliskan hasil pengamatannya.

National Geographic, TIME, Rolling Stone, Forbes, Fortune—deretan majalah ini memamerkan kepiawaian orang Barat dalam menyebarkan ide dan informasi, memahami segmen-segmen pasar di tengah masyarakat, dan menggubah kemasan jurnalisme. Kenal orisinal, papar Viona Wijaya, memungkinkan orang Barat menelurkan majalah-majalah berkelas yang disimak dunia.

American Idol, Friends, The Oprah Winfrey Show, The Simpsons, Law and Order—banjaran acara televisi ini mempertontonkan kelihaian orang Barat dalam menemukan berbagai ide, konsep, dan gaya untuk memanfaatkan si layar kaca. Kenal orisinal, ulas  Lasma Panjaitan, memungkinkan orang Barat membiakkan acara-acara televisi mengasyikkan yang dipirsa dunia.

Bola basket, papan salju, sepeda lereng, bisbol, lompat banji—barisan permainan olahraga ini memperagakan kejeniusan orang Barat dalam mengembangkan permainan sederhana, mengotak-atik alat, dan menggagas permainan baru. Kenal orisinal, ungkap Daniel Siahaan, memungkinkan orang Barat memunculkan permainan-permainan olahraga seru yang diikuti dunia.

Eat Pray Love, Rocky, Star Wars, The Chronicles of Narnia, The Matrix—jajaran filem layar lebar ini mempertunjukkan kefasihan orang Barat mendulang ide-ide segar dari pengalaman sehari-hari ataupun dari imajinasi. Kenal orisinal, beber Efraim Sitinjak, memungkinkan orang Barat menghasilkan filem-filem bioskop mengesankan yang dinikmati dunia.

Rockabilly, new wave, thrash metal, grunge, pop punk—leretan genre musik rok ini mencerminkan kemahiran orang Barat dalam mencari dan menemukan “bebunyian” musik yang khas—dalam mengembangkan dua belas not dan alat-alat musik yang sama! Kenal orisinal, tutur S.P. Tumanggor, memungkinkan orang Barat menetaskan genre-genre musik unik yang digilai dunia.

Keorisinalan macam itu sungguh perlu dikenal dan dihayati orang Indonesia pula. Dapat kita bayangkan, Sidang Pembaca, kalau sepertiga saja dari seperempat milyar penduduk Indonesia menekuni karya-karya budayawi dengan wawasan dan semangat keorisinalan tingkat tinggi. Itu akan membuahkan letupan dahsyat karya yang menyemarakkan dunia sekaligus mendorong bangsa kepada kemajuan.

Selamat ber-Ubi.

Penjenang Kombi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *