Oleh Viona Wijaya
Siapa tidak tahu majalah-majalah Barat seperti TIME, National Geographic, Cosmopolitan, atau Rolling Stone? Versi Indonesia dari majalah-majalah tersebut mudah sekali kita temukan di rak-rak toko buku, sementara versi aslinya yang berbahasa Inggris mudah diakses lewat internet. Meski mulanya diterbitkan di Amerika Serikat, majalah-majalah tersebut kini sudah mendunia, menjangkau bangsa-bangsa dari beragam budaya dan bahasa.
Itulah salah satu bukti kejeniusan bangsa Barat: mendunia lewat majalah. Kemampuan orang Barat berpikir orisinal (asli, mengandung unsur kebaruan atau keunikan) dan kreatif telah melahirkan majalah-majalah dengan ciri khas dan mutu tinggi.1 Kekhasan dan mutu tinggi inilah yang memampukan majalah-majalah Barat memikat dunia.
Kemampuan orang Barat berpikir dan mencipta secara orisinal tentu dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita, orang Indonesia. Paling tidak tiga hal dapat kita petik dari kinerja permajalahan mereka.
Pertama, orang Barat melek bahwa informasi atau ide adalah hal yang penting untuk disebarluaskan. Tak berhenti sampai di sana, mereka juga paham bahwa diperlukan cara-cara yang kreatif supaya penyebarluasan itu efektif. Di luar bentuk-bentuk terbitan tertulis yang telah ada (jurnal ilmiah, koran harian, pamflet, dsb.), mereka tak ragu berinovasi dengan bentuk majalah.
Majalah National Geographic, misalnya, digagas oleh The National Geographic Society, klub beranggotakan akademisi dan orang kaya yang gemar bertualang menjelajahi dunia. Mereka mewawas pentingnya meningkatkan perhatian publik kepada soal-soal kebumian dan lingkungan. Mereka pun menerbitkan majalah National Geographic dan terus mengembangkannya hingga kini menjadi salah satu majalah yang paling luas peredarannya di dunia.2
Jelas bahwa wawasan penting sekali bagi karya. Wawasan yang luas-luhur dapat mendorong tumbuh-kembangnya karya-karya yang orisinal-kreatif.
Kedua, orang Barat jeli memetakan kebutuhan masyarakat sehingga mampu menghasilkan karya-karya unik yang disukai dan berguna bagi masyarakat. Para penggagas majalah Barat menyadari bahwa masyarakat terdiri dari berbagai kelompok dengan minat yang beragam. Alhasil, majalah Barat digubah dengan memikirkan segmen-segmen masyarakat tertentu: perempuan, penikmat musik, penggemar otomotif, dsb.
Selain itu, isi majalah dan cara penyampaiannya pun disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Majalah Forbes, misalnya, berfokus membahas cara-cara mengelola perusahaan dan menampilkan profil orang-orang yang sukses melakukannya.3 Majalah TIME sengaja menyajikan artikel-artikel ringkas yang dirancang untuk orang-orang sibuk.4 Dan versi internet majalah-majalah Barat pun menunjukkan kejelian dalam mengenali kehausan masyarakat dunia akan informasi.
Ya, masyarakat dan dinamikanya memang “sumur ide” yang dalam. Mengamatinya secara cerdas akan melahirkan segudang inovasi dan ide orisinal.
Ketiga, orang Barat memikirkan detil dan hal-hal kecil dengan serius—sehingga yang kecil itu malah bisa menjadi suatu ciri khas. Tengoklah garis merah dan garis kuning yang masing-masing membingkai sampul majalah TIME dan National Geographic. Hanya garis bingkai, tetapi menjadi ciri khas yang apik!
Soal warna, tata bahasa, dan tata letak pun tidak luput dari perhatian. Majalah Fortune membuat gebrakan dengan menggunakan halaman berwarna ketika majalah bisnis lain masih berhalaman hitam-putih.5 Majalah TIME dianggap memopulerkan kalimat terbalik (Ing.: inverted sentence) lewat artikel-artikelnya.6 Jika kita membuka lima majalah Barat beken yang berbeda, kelimanya pastilah memiliki format tata letak yang berbeda. Orisinal dan unik!
Bercemin kepada keorisinalan majalah Barat, agaknya kita harus miris mendapati mental instan bangsa Indonesia pada sekian banyak majalah Barat yang diwaralabakan sebagai “versi Indonesia”-nya.6 Kita juga miris mendapati majalah-majalah Indonesia yang berkualitas seadanya, atau bahkan yang lebih suka menjiplak unsur-unsur unik majalah Barat daripada mencipta unsur-unsur unik sendiri.
Bagaimanapun, keorisinalan adalah penentu apakah karya suatu bangsa akan mendunia atau hanya menjadi bayang-bayang dari karya bangsa lain. Jika bangsa Indonesia mau mendunia lewat karya, kita perlu menaklukkan hasrat serba instan di hati kita. Kita harus bergairah meluaskan wawasan, giat menimba ide dari “sumur” masyarakat dan dinamikanya, cermat dengan detil dan hal-hal kecil sehingga bisa menelurkan karya-karya orisinal-kreatif.
Suatu hari nanti, semoga Indonesia juga bisa mendunia lewat majalah-majalah orisinal.
.
Viona Wijaya adalah seorang calon pegawai negeri sipil yang bermukim di DKI Jakarta.
.
Catatan
1 Kebanyakan majalah yang berhasil mendunia memang berasal dari Amerika Serikat (AS), tetapi inovasi majalah berasal dari Eropa Barat. Baik AS maupun Eropa Barat terus mengembangkan majalah hingga memiliki bentuk yang kita kenal sekarang. Lihat “History of Magazines” dalam situs Magazine Designing. <http://www.magazinedesigning.com/history-of-the-magazines/>.
2 “National Geographic Society” dalam situs Wikipedia. <http://en.wikipedia.org/wiki/National_Geographic_Society>.
3 Dalam sebuah artikel The New York Times mengenai Marshall Loeb (seorang editor beken di dunia permajalahan AS) digambarkan ketatnya persaingan majalah-majalah bisnis AS seperti Business Week, Fortune, dan Forbes. Kekhasan majalah-majalah itu disebutkan: Business Week menekankan berita, Forbes berfokus pada persoalan pengelolaan perusahaan dan profil pengelolanya, dan Fortune menampilkan artikel-artikel yang mendalam. Lihat Deirdre Carmody. “A Sharper of Magazines Retires” dalam situs The New York Times. <http://www.nytimes.com/1994/05/02/business/the-media-business-a-shaper-of-magazines-retires.html>.
4 “Time (magazine)” dalam situs Wikipedia. <http://en.wikipedia.org/wiki/Time_(magazine)>.
5 “History of Magazines” dalam situs Magazine Designing.
6 “Time (magazine)” dalam situs Wikipedia. Kalimat terbalik adalah kalimat yang predikatnya ditempatkan di depan subjek. Lihat “Inverted Sentence” dalam situs Wikipedia. <http://en.wikipedia.org/wiki/Inverted_sentence>.
7 “Waralaba” di sini berarti penerbit Indonesia menerbitkan suatu merek majalah Barat beken, dengan segala kekhasan yang telah dimilikinya, sebagai versi bahasa Indonesia. Majalah “waralaba” ini biasanya berisi artikel-artikel terjemahan dari majalah versi bahasa Inggris dan artikel-artikel yang ditulis orang Indonesia.