Bedah Inovasi Rumah Sakit

Oleh Herdiana Situmorang

“Inovasi tiada henti.” Demikian bunyi iklan salah satu perusahaan kendaraan bermotor yang sering tayang di televisi. Klaim iklan itu tentu dilandasi fakta seringnya perusahaan itu menelurkan produk-produk baru dengan teknologi mutakhir. Saya pikir indah sekali jika klaim serupa dapat kita ucapkan tentang bangsa Indonesia. Sayangnya, klaim seperti itu tidak didukung fakta kondisi terkini di Indonesia.

Bangsa Indonesia memiliki kapasitas inovasi yang rendah.1 Kita lebih suka menggunakan inovasi bangsa lain daripada menciptakannya sendiri. Padahal inovasi sangat kita butuhkan untuk mendapatkan kemudahan, kenyamanan, dan keefisienan di berbagai bidang kehidupan.

Contoh inovasi bagus dari bangsa-bangsa lain mudah ditemui dalam hidup kita sehari-hari. Salah satunya adalah rumah sakit (RS)—tempat saya bekerja. RS muncul karena hakikat manusia sebagai makhluk fana yang rentan penyakit. Ketika sakit, manusia sering kali membutuhkan pelayanan orang lain untuk mengobati dan merawatnya. RS menjadi tempat bertemunya si sakit dengan pelayan(an) kesehatan.

Di dunia kita ini pernah ada masa ketika RS belum ada. Bayangkan! RS lahir sebagai buah inovasi banyak bangsa sejak dulu kala, misalnya bangsa Yunani, India, Sri Lanka, Mesir, dsb.2 Kita bisa membedah inovasi RS dan memetik beberapa hikmah penting bagi kinerja inovasi bangsa Indonesia.

Pertama, inovasi lahir dari kejelian melihat kebutuhan. Sebelum RS ada, orang sakit harus pergi ke kuil untuk bertemu dewa penyembuh dalam mimpi atau ke rumah tabib. Perawatan massal kebanyakan diperuntukkan bagi orang miskin, budak, tentara, atau orang berpenyakit menular.3 Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang mudah, praktis, dan luas ditangkap para inovator yang selama 2.500 tahun mengembangkan RS menjadi seperti yang kita kenal hari ini.

Bangsa Indonesia pun perlu jeli melihat kebutuhan masyarakat di segala sektor kehidupan dan dalam konteks kekinian. Kebutuhan masyarakat adalah sumber ide inovasi yang tak pernah mati.

Kedua, inovasi ditunjang oleh kepioniran. Dari jaman ke jaman, para pionir dari berbagai bangsa membuka jalan terwujudnya RS yang kita kenal sekarang. Beberapa contohnya bisa saya sebutkan: Raja Pandukhabaya di Sri Lanka (abad ke-4 SM),4 pemerintah Romawi (100 SM),5 Al Walid I di Damaskus (tahun 700-an),6 dan Ahmad ibn Tulun di Mesir (tahun 872)7 yang mengembangkan RS dengan konsep orisinalnya masing-masing.

Ya, inovasi lahir dari jiwa pionir yang berani dan tidak sekadar ikut-ikutan. Jika ingin meningkatkan kapasitas inovasinya, bangsa Indonesia tidak boleh puas menjadi penikmat atau penjiplak inovasi bangsa lain saja, tapi harus siap-berani merintis inovasi orisinal di berbagai bidang.

Ketiga, inovasi bisa berupa barang sederhana dan barang rumit. Keduanya mudah ditemukan di RS. Contoh barang sederhana adalah tirai-tirai pemisah untuk memberi keleluasaan pada pasien di kamar rawat atau gelang identitas pasien yang menghindarkan tertukarnya obat dan tindakan medis. Contoh barang rumit adalah tempat tidur khusus yang dapat diatur posisinya atau mesin pompa infus otomatis yang mengatur kecepatan tetesan infus.

Bangsa Indonesia pun harus bisa memikirkan inovasi sederhana dan harus suka memikirkan inovasi rumit. Setiap inovasi harus kita pastikan memberi manfaat besar dan benar-benar menunjang kehidupan sehari-hari.

Jika segala hikmah hasil bedah inovasi RS itu kita amalkan, kita akan menjadi bangsa yang berinovasi tiada henti. Saya membayangkan berbagai riset akan mengemuka di Indonesia. Barang dan teknologi inovasi anak bangsa akan merajai Indonesia, bahkan dunia. Kita akan mendapati semua itu memperkaya kehidupan di berbagai bidang: kesehatan, pertanian, industri, dsb.

Kini saatnya kita galakkan inovasi tiada henti. Kini saatnya kita usir pergi jiwa miskin-malas berinovasi.

.

Herdiana adalah seorang dokter yang tinggal di DKI Jakarta.

.

Catatan

1 World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2013–2014. Geneva: World Economic Forum, 2013, hal. 218. Laporan ini menyebutkan bahwa rendahnya kapasitas inovasi masih merupakan masalah dalam perekonomian Indonesia.

2 Tom Gormley. “The History of Hospitals and Wards” dalam situs Health Care Design. <http://www.healthcaredesignmagazine.com/article/history-hopitals-wards>.

3 Rumah sakit ber-evolusi selama ribuan tahun, dari tempat penyembuhan berdasarkan ritus agama, pengasingan bagi orang sakit lepra dan sakit jiwa, rumah singgah dan perawatan bagi orang miskin, budak, dan tentara, sampai dengan rumah sakit moderen untuk pendidikan dokter. Lihat Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals. New York: Oxford University Press, 1999, hal. 4-12.

4 Tom Gormley, “The History of Hospitals and Wards.”

5 Guenter B. Risse, hal. 38-41.

6 Al Walid I diyakini sebagai pendiri RS Islam pertama bagi orang lepra. Lihat Hospitals” dalam situs Islamic Culture and the Medical Arts. <https://www.nlm.nih.gov/exhibition/islamic_medical/islamic>.

7 “Hospitals” dalam situs Islamic Culture and the Medical Arts. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *